Page 16 - Majalah Berita Indonesia Edisi 88
P. 16


                                    16 BERITAINDONESIA, Mei 2013BERITA UTAMAZbuahan bahkan garam.Dalam catatan Investor, dalam delapantahun terakhir, rata-rata impor sejumlahproduk pangan Indonesia lebih dari US$3 miliar setahun, sedang ekspor hanyasekitar US$ 300 juta. Pada 2011, nilaiimpor enam komoditas pangan sepertiberas, jagung, gandum, kedelai, gula,susu, dan daging sapi mencapai US$ 9,4miliar, sedangkan nilai ekspornya hanyasekitar US$ 150 juta. Kendati tren imporpangan tersebut semakin meningkat,nyatanya belum ada upaya sungguhsungguh untuk meningkatkan produkpangan dalam negeri. Masih sebataspidato dan program di atas kertas.Harga pangan juga terus meningkat.Harga beras di Jakarta dalam 12 tahunterakhir melesat lebih dari tiga kali lipat.Tapi, anehnya, kenaikan harga beras initidak berdampak baik bagi petani. Begitupula harga gula, jagung, daging, danberbagai komoditas pangan lainnya.Terakhir yang ramai dalam pemberitaanmelonjaknya harga daging sapi, bawangputih dan bawang putih. Tetapi petanitetap termarjinalkan.Bandingkan Negara MajuBangsa ini tampaknya tidak mau belajar dari negara-negara lain, terutama negara-negara maju. Coba ditelusuri. Ternyata, eksportir terbesar produk pertanian adalah (justru) negara maju, negarayang sudah mencapai kemajuan tinggi dibidang teknologi, industri dan jasa. Bukannegara agraria seperti Indonesia. Justrunegara maju (industri) seperti Eropa,Jepang dan Amerika Utara menjadieksportir terbesar produk pertanian. Bahkan diperkirakan pada tahun 2025, separuh produk pangan dunia akan dipasoknegara maju yang jumlah penduduknyahanya kurang dari 20% penduduk dunia.Mengapa demikian? Tentu hal ini tidakterjadi secara kebetulan. Melainkan karena politik pangan yang berbeda. Indonesia yang sesungguhnya masih berbasispertanian, dalam puluhan tahun belakangan ini justru kurang memprioritaskan pertanian. Pemerintah sepertinya hanyut dibawa arus hantu efisiensi yang dihembuskan pihak asing sehingga menganggap lebih efisien memprioritaskansektor teknologi, industri dan jasa lainnya,ketimbang meningkatkan produksi pertanian. Jusuf Kalla ketika menjabat Waprespernah berkata, jauh lebih ekonomismembangun industri di sebuah kawasanstrategis ketimbang mempertahankansebagai lahan pertanian. Kebijakan inilebih berlanjut lagi saat ini di bawahkendali para penguasa yang menganutekonomi angka laju pertumbuhan.Bandingkan dengan negara industrimaju. Mereka justru menempatkan pembangunan sektor pertanian tetap sebagaisuper prioritas. Mereka sangat memahami bahwa sebuah negara akan mencapai loncatan kemajuan jika berhasilmengembangkan sektor teknologi, industri dan jasa. Tetapi pembangunan sektorpertanian, bagi mereka, wajib hukumnya,super prioritas. Padahal sumbangansektor pertanian terhadap PDB di negaranegara maju hanya sekitar 3-5%, tetapipertanian tetap diposisikan sebagai sektordengan prioritas tinggi.Jauh berbeda dengan kondisi politikpertanian di Indonesia, dan beberapanegara sedang berkembang lainnya. DiIndonesia kontribusi sektor pertanianterhadap PDB masih lumayan tinggi,sekitar 15,3%. Tetapi, sektor pertanianselalu kurang mendapat porsi yangmemadai. Sehingga semakin lama, semakin terseret dalam jebakan ketergantungan pangan dari negara lain. Akibatnya, posisi Indonesia saat ini beradadalam bibir jurang krisis pangan, atauposisi kemandirian pangan paling tidakaman. Bukankah negara yang mengandalkan impor pangan akan selalu beradadalam posisi paling tidak aman? Jikapasokan pangan dunia menurun danpermintaan melonjak, negara yang terjebak dalam ketergantungan impor panganakan kelelap. Bukan hanya rezim yangmungkin tumbang, negara pun bisaruntuh tercerai-berai manakala menderita krisis pangan.Dalam konteks ini, Syaykh Panji Gumilang, seorang cendekiawan Muslim yangjuga pemangku pertanian, sering mengemukakan tugas Gusti Allah itu ada dua,yakni memberi makan cukup dan memberi aman cukup untuk makhluk ini. Kalau makan cukup maka amanlah rasanya.Tetapi jika perut lapar tidak bisa tidur,mudah marah dan rasa aman pun hilang.Syaykh Panji Gumilang juga seringmengutip semboyan (ajaran) Konghucu:Nong Fu Guo Chiang (petani kaya negarakuat). Demikian juga ajaran Nabi Muhammad SAW: Petani pemilik negara,siapa melupakan pertanian menghancurkan negaranya sendiri. Menurut PanjiGumilang, kekuatan sesuatu negara akansangat kokoh bila pertaniannya kuat danpetaninya kaya.Menlu Amerika Serikat Henry Kissinger juga pernah bilang, kalau kita bisamengontrol minyak, maka kita bisamengontrol sebuah bangsa, dan kalau kitamampu mengontrol pangan, maka kitabisa mengontrol manusia. Negara-negaramaju tampaknya lebih berpegang padabeberapa prinsip yang menunjukkanbetapa pentingnya (super prioritas)pertanian (pangan) tersebut. Terbuktinegara-negara maju memegang teguhprinsip itu dalam kebijakan pertaniannya.Sebagai contoh, tahun 2002 pemerintahAS meluncurkan US Farm Bill, sebuah UUyang memberikan jaminan kepada petanidan sektor pertanian. Saat itu, pemerintahAS mengucurkan dana subsidi pertaniansekitar US$ 180 miliar untuk sepuluhtahun ke depan.Atas kebijakan itu, AS diprotes WTO.Tapi pemerintah AS tetap kukuh untukmenopang sektor pertanian dan parapetaninya. Demikian juga Jepang dannegara-negara maju lainnya di Eropa,melakukan hal yang sama. Di Jepang,harga beras produksi petaninya 10 kalilebih mahal dari beras di negara lain. Tapi,pemerintah Jepang membelinya dan tetapmembatasi impor beras. Begitu pula diJerman, bukan hanya petani yang memiliki lahan terbatas yang disubsidi, petaniyang memiliki lahan puluhan hinggaratusan hektare juga tetap disubsidipemerintah demi ketahanan dan kemandirian pangan nasionalnya.Saatnya para penentu kebijakan bangsaini membuka mata, belajar dari negara-negara maju yang memprioritaskan jaminanketahanan, kemandirian dan kedaulatanpangannya. Saatnya pemerintah mengibarkan komitmen politik pangan yangsungguh-sungguh ditujukan untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional yangberbasis kedaulatan pangan dan kemandirian pangan. Dengan demikian tergapaipula ketahanan nasional yang tangguh.Komitmen kuat atas politik pangan inipenting ditegakkan kembali karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang paling dasar. Itulah sebabnya mengapa semua bangsa berupaya untukmencukupi kebutuhan pangan seluruhwarga negaranya dan menyimpan sebagian untuk cadangan pangan nasionalnya.Apalagi bila ditinjau dari kondisi global,konsumsi pangan diprediksi akan meningkat di seluruh dunia. PBB memroyeksi populasi penduduk dunia tahun2050 akan mencapai lebih dari 9 miliarjiwa, yang berarti memerlukan tambahanpangan sebesar 70% dibandingkan sekarang. Padahal selain akibat pertambahanpenduduk dunia, diprediksi akan terjadikelangkaan pangan yang diakibatkan olehkerusakan lingkungan, konversi lahan,tingginya harga bahan bakar fosil, pemanasan iklim dan lain-lain. Maka negaranegara maju produsen pangan akanmengamankan produksinya untuk kebutuhan dalam negeri dan bahkan akanmeningkatkan impor pangan untukmengamankan stok dalam negerinya.Saat itu, bagaimanakah kondisi Indonesia? Sulit terbayangkan kondisi bangsa inijika komitmen politik pangan tidakkembali diperbaiki dengan menempatkanpertanian sebagai super prioritas dengansegala konsekuensinya. „ mbi
                                
   10   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20