
[DIREKTORI] Dr. Tommy Sihotang, SH, LL.M, pengacara senior, lahir di Pematang Siantar, 3 Desember 1957. Doktor ilmu hukum bidang Hak-hak Asasi Manusia (HAM), ini meniti karir dari bawah hingga menjadi pengacara terkemuka, dosen dan pakar hukum. Dia advokat bersahaja yang mensyukuri topangan tangan Tuhan.
Pendiri Law Offices Tommy Sihotang & Partners, ini selain menekuni profesi advokat, juga aktif sebagai dosen di Fakultas Hukum, Universitas Atmajaya dan Universitas Jayabaya, Jakarta, serta Anggota Tim Pakar Hukum Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (2007-sekarang).
Dia lulusan Sarjana Hukum (SH) dari Universitas Jayabaya, Jakarta (1986), dan Magister Hukum (LL.M) dari Sheffield University, UK (1999). Kemudian, tahun 2007, berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum Pidana bidang Hak-hak Asasi Manusia (HAM) dari Universitas Padjadjaran, Bandung. Pengacara kondang ini berhasil mempertahankan disertasinya di hadapan tim penguji antara lain Prof Dr Muladi, SH (pakar hukum yang juga Gubernur Lemhannas) dan Prof. Dr Romli Atmasasmita (Guru besar Hukum Pidana Internasional Unpad) dengan cum laude.
Suami dari Maudy Conny Maningkas dan ayah dua anak, Myco Obaja Sihotang dan Christy Pingkan Sihotang, ini juga aktif di organisasi advokat, sebagai Dewan Penasehat DPP IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia) selama 2 (dua) periode, Vice President DPP KAI (Kongres Advokat Indonesia), tahun 2008 sampai sekarang dan Plt. Presiden DPP KAI (Kongres Advokat Indonesia), tahun 2010 sampai sekarang.
Pada tahun 2008, Tommy Sihotang, bersama rekan-rekannya, sempat mendirikan Partai Kristen Demokrat. Namun, partai ini tidak lolos seleksi Komisi Pemilihan Umum, sehingga gagal menjadi peserta Pemilihan Umum Legislatif 9 April 2009.
Kepada TokohIndonesia.com, Tommy merendah bahwa dia belum merasa layak disejajarkan dengan para advokat dan pakar hukum beken di Indonesia, apalagi bila disandingkan dengan tokoh-tokoh besar Indonesia. Dia memang orang yang bersahaja. Dia juga sangat menyadari topangan tangan Tuhan dalam setiap derap langkah hidupnya.
Anak Pedagang Sayur
Kisah kehidupan Tommy sangat berguna sebagai suatu sekolah kehidupan bagi banyak orangt. Jejak hidupnya adalah sebuah perjuangan. Bagi dia, hidup adalah pilihan dan perjuangan. Dia tidak mau takluk pada situasi dan kondisi.
Lahir dan dibesarkan dalam keluarga besar (anak ketujuh dari 13 orang bersaudara) dengan ekonomi pas-pasan, tidak membuatnya pasrah. Dia tidak mau takluk pada kondisi itu. Perjuangan gigih kedua orang tuanya, Marsinta Sihotang (sang ayah) dan Bungaria br Nadeak (sang ibu), sebagai pedagang kecil sayur-mayur, telah menginspirasinya harus berjuang dengan pilihan harus keluar dari kondisi itu.
Sejak masa kecil, Tommy sudah membantu ibunya setiap pagi harus pergi ke pasar induk Kramat Jati untuk mengambil bahan-bahan dagangan hasil bumi seperti bawang, cabai dan sayur-sayuran, untuk kemudian mereka jual. Mereka naik mobil bak kecil setiap jam 4 pagi. Ketika anak-anak sebayanya masih tidur dalam pelukan kasih sayang orang tuanya, Tommy sudah harus mendampingi Sang Bunda dalam perjuangan hidup.
Setelah pagi subuh menyertai ibunya, Tommy juga harus bergegas ke sekolah. Dia pun berhasil menyelesaikan pendidikan dasarnya dengan baik. Tapi, setelah lulus SD, Tommy sempat tidak sekolah selama dua tahun. Si Bocah Tommy menjadi pejuang jalanan berjualan es, koran, dan permen bahkan sempat ikut menjadi pemecah batu untuk membantu kedua orang tuanya memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Bagi kedua orang tuanya, itulah situasi tersulit. Tatkala anak-anaknya tidak sekolah adalah ‘jalan kiamat’ bagi kedua orang tuanya. Sebagaimana filosofi kehidupan orang Batak umumnya, Anakhonhi do hamoraon di ahu (Anakku adalah kekayaanku), di mana sesulit apapun situasi perekonomian keluarga, anak-anaknya harus sekolah setinggi-tingginya. Demikian pula kedua orang tua Tommy bahwa sekolah anak adalah hal yang paling penting, sekolah anak adalah kekayaannya.
Tommy pun mengasah tekad bergelora dalam dirinya. Saat itu dia bertekad untuk menentukan pilihan hidup tidak boleh miskin seperti itu terus. Dia memilih jalan hidup sejahtera, berkecukupan.
Maka Tommy pun melanjutkan sekolahnya ke SMP dan SMU. Bahkan karena tekad dan perjuangan kerja kerasnya, dia pun melanjut ke Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta. Dia pun menekuni kuliahnya sambil bekerja apa saja, serabutan. Beruntung, pada tahun kedua kuliah, dia diajak temannya untuk bekerja di kantor pengacara, Firma Hukum Maruli Simorangkir.
Semula dia tidak mementingkan apakah pekerjaan itu sebagai pengacara atau tidak. Yang penting kalau bekerja maka dia akan mendapat uang. Di Firma Hukum Maruli Simorangkir itu, sebenarnya statusnya sebagai asisten pengacara. Tetapi hal itu tidak membuatnya sungkan mengerjakan semua pekerjaan, termasuk pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh office boy, misalnya menyuguhkan minuman pada tamu. Juga membayar tagihan telepon, tagihan listrik, beli koran sampai membetulkan genteng yang bocor.
Selain pekerjaan-pekerjaan ‘kecil’ (pekerjaan besar yang biasanya dilakukan orang kecil) itu, dia juga berinisyatif melakukan pekerjaan-pekerjaan ‘besar’, baik yang berkaitan dengan tugas pengacara atau bukan. Seperti, membuat surat penawaran. Suatu ketika, dia melihat sebuah surat penawaran di atas meja. Kemudian, dia berinisiatif untuk membuat surat-surat penawaran dan disambut baik oleh pimpinannya.
Dia tidak menganggap semua pekerjaan itu sebagai beban, sehingga perlu memilah pekerjaan dan menghemat tenaga dan waktu. Dia melakukannya dengan sukacita. Dia pun tekun bekerja sampai jam 5 sore, setelah itu dia harus kuliah ke kampus. Begitulah dia berjuang dengan sukacita setiap hari hingga dia menyelesaikan kuliahnya dengan meraih gelar Sarjana Hukum (S-1) Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta (1986).
Advokat dan Pakar Hukum
Dia pun menyukuri kesempatan bisa bekerja sambil kuliah di kantor pengacara itu. Tanpa semula dia sadari, sebenarnya kesempatan itu telah memberinya peluang memelajari praktek hukum, memperkuat ilmu (teori) hukum yang diperolehnya di ruang kuliah. Belajar praktek hukum itu telah menempanya menjadi advokat ternama.
Tahun 1988, dia mengundurkan diri dari Firma Hukum Maruli Simorangkir dan mendirikan firma hukum sendiri, Law Office JPRT & Associates dan Law Offices Tommy Sihotang & Partners.
Dia pun terus berusaha memperdalam pengetahuan hukumnya tanpa kenal lelah. Tahun 1999, dia pun meraih gelar Magister Hukum (LL.M) dari Sheffield University, UK. Pada tahun 1999, dia menjadi pembicara pada Seminar “Prospek Reformasi di Indonesia” di London, oleh Kedubes Indonesia bekerjasama dengan PPI.
Tahun 2007, dia berhasil meraih gelar Doktor Ilmu Hukum Pidana bidang Hak-hak Asasi Manusia (HAM) dari Universitas Padjadjaran, Bandung. Dia salah seorang mahasiswa angkatan pertama Program Doktor Hukum Universitas Padjadjaran yang dilangsungkan di Jakarta. Di sana dia mengasah ilmu hukumnya juga menapaki tangga kepakaran ilmu hukum. Dia menjadi Wakil Ketua Kelas.
Dia pun menekuni berbagai kegiatan ilmiah. Selain sebagai pengajar di Fakultas Hukum, Universitas Atmajaya dan Universitas Jayabaya, Jakarta, dia juga aktif sebagai Anggota Tim Pakar Hukum Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, dari tahun 2007 sampai sekarang.
Pernah menjadi peserta aktif Seminar “Churches as the Peace Makers in a Changing World” di Seoul, Korea Selatan, tahun 2003. Penceramah mengenai HAM dan “Pertanggungjawaban Komando” di Mabes TNI Cilangkap, di Sesko TNI, Sesko AL, Divkum Mabes Polri, beberapa Korem dan Kodim.
Dalam kaitan profesi advokat, Tommy aktif sebagai Dewan Penasehat DPP IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia) selama 2 (dua) periode; Vice President DPP KAI (Kongres Advokat Indonesia), tahun 2008 sampai sekarang; dan PLT. Presiden DPP KAI (Kongres Advokat Indonesia), tahun 2010 sampai sekarang.
Dia menjadi seorang pengacara ternama Indonesia. Banyak perkara yang sudah ditanganinya. Di antaranya, dia menjadi pembela dari para terdakwa yang berasal dari lingkungan TNI/Polri berkaitan dengan kasus pelanggaran berat HAM yang terjadi di Timor Timur pascajajak pendapat pada 1998-1999. Kasus itu kemudian dinyatakan tidak terbukti dan seluruh terdakwa telah dibebaskan, baik di tingkat banding, kasasi maupun peninjauan kembali.
Bekaitan dengan kasus ini dia mempertahankan disertasinya hingga meraih gelar doktor di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung. Kemudian dia menerbitkan dua buku yang dikembangkan dari disertasinya berkaitan dengan kasus pelanggaran berat HAM yang terjadi di Timor Timur pasca jajak pendapat pada 1998-1999 tersebut. Kedua buku tersebut berjudul: Ketika Komandan Didakwa Melanggar Hak Asasi Manusia dan Hukum Acara di Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Saat peluncuran kedua buku ini di Hotel Century Atlet Senayan Jakarta, Selasa 11 Agustus 2009, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dalam sambutan apresiasinya berharap buku ini dapat menjadi tambahan referensi bagi kalangan akademisi dan peneliti, serta menjadi salah satu rujukan bagi Departemen Pertahanan dan TNI baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam melasanakan tugasnya serta diplomasi di forum-forum internasional.
Dalam kesempatan itu, kedua buku itu pun dibedah. Antara lain oleh Prof Hikmahanto Juwana SH LLM PhD dari Universitas Indonesia yang mengajukan beberapa pertanyaan layaknya sidang disertasi doktor. Tommy pun menjawab dan menjelaskan semua pertanyaan dengan cerdas dan tangkas. Secara berkelakar, Hikmahanto pun berujar: ” Saya merefrensikan agar Universitas Padjajaran tak mencabut gelar doktornya.”
Tepuk tangan pun bergemuruh dari semua hadirin. Hadir dalam kesempatan itu, Selain Menhan, antara lain Mantan Wakil Presiden/Mantan Pangab Try Sutrisno, Adnan Buyung Nasution, Mantan Pangdam Udayana Adam R Damiri, Todung Mulya Lubis, Hotma Sitompul, Teguh Samudera, Harry Pontoh, Chandra Motik Yusuf dan kolega Tommy lainnya.
Kepada TokohIndonesia.com, Tommy merendah bahwa dia belum merasa layak disejajarkan dengan para advokat dan pakar hukum beken di Indonesia, apalagi bila disandingkan dengan tokoh-tokoh besar Indonesia.
Dia memang orang yang bersahaja. Dia juga sangat menyadari topangan tangan Tuhan dalam setiap derap langkah hidupnya. “Ingat selalu, lihat dan kecaplah betapa baiknya Tuhan itu” ujar Tommy dalam kesaksiannya yang ditayangkan dalam acara Solusi di O’Channel, 20 April 2009. Bio TokohIndonesia.com | Ch. Robin Simanullang