
[WAWANCARA] – WAWANCARA: Salah satu kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) yang menonjol adalah telah tercapainya swasembada beras berkelanjutan. Dr. Anton Apriyanto, yang dipercaya memimpin Departemen Pertanian berkeyakinan bahwa Indonesia tidak hanya berswasembada beras, tetapi juga swasemabada jagung, swasembada gula tahun 2009, dan swasembada sapi tahun 2010.
“Cuma, jangan lupa definisi swasembadanya itu, bukan berarti tidak ada impor sama sekali. Kalau itu defenisinya hampir semua negara ini tidak ada yang swasembada,” kata Mentan Anton Apriyanto dalam wawancara khusus dengan Tokoh Indonesia, di Gedung A Lt 2 Departemen Pertanian, September 2007.
Menurut Anton, swasembada tergantung defenisinya. “Kalau yang dimaksud adalah net-exporter, kita memang belum mencapai itu. Tetapi sebetulnya swasembada yang disepakati itu adalah, impornya itu hanya 10 persen atau lima persen. Ambillah yang lima persen, maksium lima persen, ya kita sudah swasembada sebetulnya, kalau definisinya itu, karena impor kita hanya di bawah 5% untuk beras,” kata Anton.
Berikut ini petikan wawancara tersebut.
Bisa Anda jelaskan apa yang dikerjakan KIB, secara khusus Departemen Pertanian (Deptan), yang nanti 21 Oktober genap 3 tahun, apa-apa yang sudah dicapai Deptan?
Seharusnya yang menjawab prestasi itu orang luar, bukan saya. Tapi sebagai penyeimbang, boleh saya kemukakan bahwa pemerintah sekarang fokus diantaranya pada pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Tetapi, kemungkinan pengangguran ini banyak faktor pemicunya. Diantaranya, misalnya, terutama masalah yang terjadi faktor eksternal seperti naiknya harga BBM, kemudian yang kedua, masalah musibah yang terjadi berturut-turut.
Jadi faktor-faktor itu memengaruhi. Walaupun demikian, bisa dilihat dari data statistik, sudah mulai terjadi penurunan (jumlah pengangguran dan angka kemiskinan), walaupun sempat naik, tapi itu masalah yang terjadi di seluruh dunia, karena masalah BBM belum berhasil diturunkan.
Hal lain, yang menurut saya, merupakan prestasi besar pemerintah sekarang, paling tidak sampai tahun ke tiga ini, kan, masalah demokrasi, yang, bisa dikatakan terjaga, bahkan kadang-kadang kita merasa kebablasan demokrasinya. Pemerintah ini terlalu baik. Orang bisa mau ngomong apa saja. Tapi itulah suatu harga yang harus dibayar oleh pemerintah.
Kemudian dari sisi keamanan juga, sudah ada kelihatan perbaikan. Terorisme berkurang, perjudian berkurang, terlihat. Hubungan internasional Indonesia, bagus. Dipandang dengan beberapa indikasi, begitu banyak, beberapa kepala negara yang datang ke Indonesia baik negara maju, negara berkembang, kemudian keterlibatan Indonesia di forum-forum internasional, menjadi pemimpin, kemudian juga event-event internasional besar, Asia Afrika, terus nanti Desember mengenai lingkungan (Seminar internasional Climate Change)
Kalau di bidang pertanian?
Nah, sekarang, kalau di bidang pertanian. Kita lihat nilai tukar petani, salah satu indikasi kesejahteraan petani. Di bidang pertanian ini paling tidak ada tiga hal yang ingin kita capai, misi kita. Pertama, dari sisi peningkatan ketahanan pangan; kedua, peningkatan daya saing dan nilai tambah produk pertanian indonesia; dan ketiga, adalah peningkatan kesejahteraan petani.
Saya mulai dari yang ketiga dulu. Dari nilai tukar petani, sempat terjadi penurunan pada waktu terjadi gerakan BBM, itu secara umum terjadi kemunduran. Tapi setelah itu naik terus. Setelah kenaikan BBM itu, kalau tidak salah 98, nilai tukar petani, dibawah 100-lah, setelah itu naik terus, hingga mencapai puncak Februari 2007 sekitar 109,9. Setelah itu terjadi penurunan lagi sedikit, tapi angka di atas 100 itu bagus. Kemudian terakhir ini kita sekitar 107-108 kalau tidak salah itu. Harus dilihat data statistik karena tidak semuanya hapal di kepala itu.
Kedua, sekarang dari sisi daya saing. Nilai ekspor kita, produk pertanian ya, itu melejit, surplus perdagangan produk pertanian kita besar. Kita surplus, meningkat surplusnya itu, dari 2005 ke 2006 kita meingkat. Nanti data-datanya itu tolong diberikan, ya, kan kita ada yang capaian-capaian itu.
Kemudian, juga ekspor, meningkat. Di samping surplus ekspornya memang meningkat, iya kan, walaupun itu juga dipicu oleh berkah kenaikan harga-harga komoditi pertanian.
Kemudian, impor juga, impor beras, menurun kalau dibandingkan dari trennya, dari tahun 2003, ke 2004, dan di tahun 2005 itu merendah justru, hanya sekitar 240 ribuan ton. Tahun 2003 kalau tidak salah masih sekitar 1,4 juta ton.
Apa arti peningkatan-peningkatan itu?
Ya, berarti ada keberhasilan, ada kenaikan produksi.
Apa yang dilakukan oleh Deptan hingga bisa mencapainya?
Ya, banyaklah, nanti kita cerita, satu-satu dulu.
Okey?
Nah, 2006 memang ada peningkatan sedikit, tapi masih lebih kecil dibandingkan tahun 2004. Tahun 2007 ini juga masih ada impor, angka-angkanya nanti tolong dicek di statistik. Tapi kenaikannya sebetulnya tidak terlalu besar. Artinya, bayangkan, dengan laju kenaikan penduduk, dengan laju pengurangan lahan, kita masih bisa impor cuma sedikit saja sebenarnya sudah bagus. Tapi begitu pun tidak cukup, kita akan berusaha untuk meningkatkan terus.
Kalau dilihat total produksinya, 2006 naik bila dibandingkan dengan 2005, walaupun mengalami kemarau panjang. Jagung juga lumayan, apa namanya, sudah bisa mengurangi impornya, walaupun, tahun berapa ya, turun kemudian naik lagi. Tahun 2005 itu sudah turun sebetulnya, 2006 naik lagi, itu karena masalah kekeringan panjang. Kemudian gula, trennya menurun terus impornya, produksi gula kita juga naik terus.
Gula pasir?
Ya, gula pasir. Jadi, sebetulnya, daya saing bisa dikatakan meningkatlah. Kemudian ketahanan pangan, kaitannya tadi dengan produksi-produksi tadi, ya, berarti secara umum ketahanan pangan juga membaik dengan semakin berkurangnya ketergantungan terhadap impor.
Tapi belum sampai kepada swasembada, ya?
Ya, tergantung defenisinya apa swasembada.
Artinya, mungkin bila dibandingkan dengan era Orde Baru?
Ya, sekarang kita bandingkan dengan tahun 1984, impornya 440 ribu ton, yang dikatakan swasembada. Dan, bandingkan dengan tahun 2005 yang hanya 440 ribu ton, besar mana impornya, ha ha haa.
Itu karena pemahaman tentang swasembada itu keliru. Swasembada itu tidak berarti tidak ada impor sama sekali. Kalau itu defenisinya hampir semua negara ini tidak ada yang swasembada.
Tapi per sektoral di Departemen ini, tetap ada keinginan untuk melakukan swasembada?
Swasembada tergantung defenisinya. Kalau mengurangi impor tadi sudah saya jelaskan, terjadi penurunan. Tapi kalau dikatakan swasembada tergantung defenisinya. Kalau defenisinya tidak ada impor sama sekali, itu di seluruh dunia bisa jadi tidak ada seperti itu. Namanya ekspor-impor akan selalu ada.
Kalau yang dimaksud adalah net-exporter, kita memang belum mencapai itu. Tetapi sebetulnya swasembada yang disepakati itu adalah, impornya itu hanya 10 persen atau lima persen. Ambillah yang lima persen, maksium lima persen, ya kita sudah swasembada sebetulnya, kalau definisinya itu, karena impor kita hanya di bawah 5% untuk beras.
Bila dibandingkan dengan negara lain, Indonesia ini mempunyai rata-rata lahan itu 0.5 hektare s/d 1 hektar. Kemudian, ada beberapa pakar mengatakan petani ini jangan hanya berpikir produksi, tapi juga pemasaran, mempunyai jiwa enterpreneur. Tapi dalam kondisi seperti ini bagaimana baiknya?
Jadi gini. Kita menyadarinya, dengan kepemilikan lahan yang rendah, bahkan di bawah 0,5 hektar sebenarnya rata-ratanya, bahkan yang disebut petani itu juga sebagian hanya sebagai penggarap yang punya lahan, sebagian lagi ada buruh tani sebetulnya, bukan petani. Tapi semua kadang-kadang dikelompokkan sebagi petani saja, orang yang bekerja di sektor pertanian disebut petani. Padahal itupun petani onfarm.
Dengan menyadari hal itu, makanya kemudian salah satu misi kita menaikkan nilai tambah dan daya saing. Itu, maksudnya supaya pertama pertaniannya efisien. Terus yang kedua adalah, bisa melakukan multiusaha, di samping produk pertaniannya itu bisa mempunyai nilai jual yang lebih baik, nilai tambah. Itu yang kita upayakan.
Masalahnya, dengan kepemilikan lahan yang begitu sempit, atau tidak punya lahan sama sekali, maka jelas penghasilannya akan selalu terbatas. Sehebat apapun, seefisien apapun, jelas penghasilannya akan terbatas. Karena pertaniannya harus syaratnya memiliki lahan yang cukup untuk mencapai economic of scale.
Mungkin, bisa difasilitasi oleh pemerintah dalam hal pengadaan pupuk atau obat?
Ya, itu ada. Jadi ada beberapa jalan keluar. Pertama, meringankan input produksinya. Makanya pemerintah melakukan subsidi pupuk, sekarang subsidi benih, lumayan itu. Seringkali juga bantuan-bantuan mesin alat pertanian, itu juga ada untuk mengurangi biaya produksi. Tapi itu saja tidak cukup. Karena tadi, lahan yang sempit tadi.
Oleh karena itu, supaya petani ini lebih sejahtera maka angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian on-farm ini harus dikurangi. Harus dikurangi. Artinya, sektor-sektor lain harus berkembang. Artinya pula, bahwa usaha pertanian itu jangan hanya bertumpu pada on-farm, harus bercocok tanam, harus usaha agribisnis yang bukan hanya on-farm. Tapi di bidang jasa, perdagangan.
Apakah itu bisa masuk dalam kategori integreted farming tadi?
Integrated farming lain lagi. Ini agribisnis. Agribisnis sebetulnya istilah yang tepat, bukan integrated lagi, karena nanti lain lagi artinya. Itu salah satu upaya untuk meningkatkan pendapatan petani dengan integrated farming. Tapi yang saya maksud adalah pengembangan usaha agribisnis, supaya bukan hanya onfarm, bukan hanya bekerja bercocok tanam.
Jualan pupuk, jualan bibit, jadi penangkar benih, itu. Nah, kemudian, si petani sendiri juga menerapkan integrated farming, pertanian terpadu, supaya hasilnya, dari lahan yang sempit itu hasilnya bisa lebih banyak.
Banyangkan misalnya, petani padi punya sawah, dia juga punya sapi. Sapi menghasilkan pupuk, pupuk digunakan di sawah, kemudian di sekeliling rumahnya ditanam sayuran.
Apakah itu sudah disosialisasikan?
Sudah, kita sudah program-program pertanian terpadu seperti itu, sudah dimulai.
Bagaimana dengan pengembangan 10 ribu desa pertanian?
Ya, itu tadi, yang tadi untuk mengurangi kemiskinan. Itu karena petani kita lahannya sempit, kemudian juga mereka akses ke permodalan juga untuk petani-petani kecil hampir tidak punya akses ke permodalan. Paling banter tengkulak, malah makin merugikan.
Maka jalan keluarnya adalah, pertama, harus disediakan lahan yang cukup, itu dengan program reformasi agraria. Yang kedua adalah, dengan menciptakan lapangan usaha agribisnis di pedesaan. Makanya program kita adalah, program pengembangan usaha agribisnis di pedesaan.
Caranya bagaimana, pertama dengan menumbuhkan dan memperkuat lembaga keuangan mikro yang ada di desa itu, orang-orangnya dilatih, kemudian diberikan pembimbing, penyuluh, satu desa satu orang, diberikan modal usaha awal Rp 100 juta perdesa. Inilah yang nanti akan digunakan untuk menggerakkan usaha agribisnis sehingga pendapatan petani naik. Di samping itu juga bisa menampung pengangguran.
Tapi ini saja tidak cukup tadi. Harus juga punya bidang usaha lain yang harus berkembang. Data menunjukkan, orang bekerja di sektor pertanian ini naik terus. Itu artinya, sektor lain masih kurang cepat perkembangannya. Harusnya negara semakin maju, orang bekerja di sektor pertanian semakin menurun, sehingga penguasaan lahannya menjadi semakin besar.
Tapi lahan pertanian di Indonesia justru semakin sempit?
Ya, tergantung lahan pertanian yang mana yang dimaksud. Kalau yang dimaksud sawah, iya, semakin berkurang. Kita itu sedang menyiapkan UU Pengolahan Lahan Pangan Abadi untuk memperkuat aturan-aturan yang ada untuk mencegah konversi sawah. Tapi kalau lahan yang lain nambah, perkebunan nambah.
Apa yang bisa dipetik, lahan sawah semakin sempit tetapi lahan perkebunan semakin bertambah. Kira-kira, mana yang lebih menguntungkan?
Ya, tergantung, sekali lagi tergantung luasnya. Kalau punya sawah luasnya 4-5 Ha minimal, itu cukup menguntungkan. Usaha padi sekarang ini menguntungkan, kenapa, karena harganya bagus. Belum pernah dalam sejarah Indonesia harga padi sebagus sekarang. Terutama zaman Orba ke sinilah.
Kalau kami tidak salah dengar, di Jepang harga di pasaran itu relatif stabil, tetapi pemerintah membeli dengan harga tinggi dari petani. Memungkin tidak hal ini di Indonesia terjadi?
Kalau di Indonesia tidak memungkinkan karena harganya terlalu mahal. Anggarannya terlalu mahal. Sebetulnya tidak perlu seperiti itu. Karena sekarang sudah bagus harganya. Pemerintah menetapkan HPP saja, Harga Pembelian Pemerintah. Kalau dibawah HPP dibeli oleh Bulog. Kalau itu berjalan bagus sudah cukup.
Antisipasi panen raya, bagaimana?
Ya dengan seperti itu. Jadi Bulog menyiapkan pasukannya, menyiapkan mitra-mitranya untuk menyerap gabah petani, kalau harganya dibawah HPP. Sekarang ini cukup bagus keuntungan padi itu, bisa 100% lebih. Maksudnya, kalau modal Rp 6 juta dia dapat keuntunganbersih Rp 6 juta minimal. Untuk satu hektar. Masalahnya kan karena kepemilihan lahannya saja yang sempit. Coba kalau punya lahan 10 Ha, untung 60 juta. Jadi masalah kepemilikan lahannya saja sebetulnya, masalah sempitnya lahan. Kalau lahannya cukup, penghasilannya cukup.
Kalau pola tata tanam itu, bagaimana?
Pola tanam. Maksudnya dari sisi apa ini, pola tanam.
Supaya menjaga juga harga tetap stabil, kadang-kadang musim ini petani ini…?
Tidak selalu bisa. Karena tergantung musim, kan. Padi, misalnya, ketergantungan terhadap ketersediaan air, kan. Kalau sawah-sawah yang beririgasi teknis, itu airnya bisa tersedia terus, bisa dia tanam padi terus. Tapi kalau yang sawah tadah hujan, tergantung musim.
Kami pernah memperhatikan di daerah Cirebon dan Indramayu, dekat Tegal, yang terkenal dengan bawang. Pada saat panen raya mereka pada jatuh harganya, banyak yang rugi. Tapi ada seorang petani dari Indramayu, saat mereka sudah habis dia baru tanam?
Ya, untuk skala kecil bisa. Tapi pengaturan secara besar tidak mudah. Tapi memungkinkan. Diatur pola tanamnya,. Tapi mengatur petani tidak mudah. (Suprah Tomo: Paal 6 UU No. 12 Tahun 1992, kebebasan petani untuk memilih). Yang penting kita memberikan pengertian kepada para petani, terus yang kedua adalah, adanya badan penyangga semacam Bulog untuk padi. Belum lama kita dari Brebes, kita menganjurkan kepada daerah mau bikin badan penyangga, yang bisa menyerap bawang pada saat panen raya atau harganya jatuh. Kita menyarankan itu kepada Pemda, baru tahun depan akan dilaksanakan. Mereka menyediakan dana Rp 5 miliar.
Kami pernah juga dengar dari DPR, kita tawarkan seluruh produk dari Indonesia, mulai dari IT, semuanyalah, tapi yang paling bawah itu pertanian perkebunan, yang IT dicoret semua. Kemudian justru yang mereka butuhkan adalah yang menyangkut produk pertanian. Ini kan sebuah tantangan. Artinya, bagaimana kesiapan negeri kita untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri?
Ya kita sangat siap. Dan kita buktikan dengan ekspor kita yang meningkat, walaupun sebagian besar masih merupakan produk-produk perkebunan. Tapi kita juga sedang mengupayakan, mendorong untuk ekspor holtikultura baik buah-buahan, sayuran, bunga-bungaan, itu juga potensi, kemudian bahan-bahan rempah-rempah, kemudian juga biofarmakan, banyak.
Kalau dibandingkan dengan pertanian Thailand, mereka itu all season-lah, bagaimana kalau di Indonesia?
Tergantung jenis buahnya. Tidak juga, Thailand untuk produk rambutannya, buah rambutan itu alternate dengan kita. Pada saat Thailand produksi kita tidak memproduksi. Pada saat kita memproduksi, Thailand tidak produksi. Jadi kalaupun Thailand jualan rambutan, rambutan kaleng itu, sering kali dari kita rambutannya. Banyak dari kita. Pada saat di sana tidak musim, dia ngambil dari Indonesia.
Mengenai benih, ini sangat berperan dalam pertanian, distribusi dan pengadaannya bagaimana?
Benih itu ada yang komersial, ada yang bantuan pemerintah. Kalau yang komersial dengan sendirinya akan berkembang. Dalam rangka supaya komersialnya berkembang, kemudian dalam rangka petani membiasakan petani untuk menggunakan benih-benih unggul bersertifikat, maka disamping juga dalam rangka untuk meningkatkan produksi, pemerintah punya program bantuan benih gratis. Mulai tahun ini jumlahnya Rp 1 triliun. Itu, supaya petani bisa merasakan kalau menggunakan benih unggul bersertifikat itu produksi naik.
Nah, kalau petani sudah terbiasa menggunakan benih-benih unggul bersertifikat dengan sendirinya dia untung, berkembanglah industri benih. Contonya sekarang berkembang, salah satunya adalah jagung hibrida. Begitu diperkenalkan jagung hibribda, produktivitasnya naik cukup tajam, akhirnya petani sudah terbiasa menggunakan bibit jagung hibrida. Akhirnya produksi benih jagung hibrida berkembang.
Apa kendala sehingga, pembagian bibit gratis dari pemerinah ini sampai dalam jangka waktu tertentu tidak diadopsi tidak diterima para petani?
Siapa bilang tidak diterima? Kalaupun belum ada yang terima, karena belum saja, belum selesai, karena prosesnya masih berjalan. Karena pengadaannya di daerah, di kabupaten. Memang, ada ketakutan dari daerah dalam hal pengadaannya, walaupun kita sudah membuat suatu petunjuk pelaksanaan yang sangat jelas. Mereka ketakutan dalam melaksanakannya. Itulah menyebabkan kemudian mundur-mundur.
Jadi kendala juga reformasi ini, setiap kali pemerintah ingin memajukan petani?
Ya, inilah harga yang harus dibayar oleh reformasi. Harusnya kan bertahap. Tidak ada sesuatu perbaikan kalau drastis perubahannya. Segala perubahan harus, apa namanya, yang terbaik itu harus dilakukan secara bertahap. Otonomi harusnya bertahap, jangan semua langsung brattt diserahkan ke daerah. Itu tergantung kesiapan daerah, ada yang siap ada yang belum ada yang kaget. Ada yang SDM-nya yang lengkap, ada yang tidak lengkap.
Mengenai benih komersial itu, haruskah ada persetujuan atau sertifikat dari Deptan atau bagaimana?
Harus. Ada BPSB namanya, Balai Pengujian Sertifikasi Benih. Itu di setiap provinsi ada. Harusnya memang bersertifikat, benih-benih unggul itu.
Varietas yang paling diandalkan apa, saat ini?
Sekarang Ciherang yang paling dipakai, hasil pergembangan balai penelitian padi di Sukamandi.
Mengenai sapi, kita masih melakukan impor sapi apalagi pada saat menjelang Lebaran. Bagaimana sesungguhnya peta pengadaan sapi, baik itu perah maupun sapi potong di Indonesia?
Ya, kebutuhan daging sapi kan meningkat terus. Sementara ketersediaan di dalam negeri terbatas. Impor daging sapi kita masih 28 persen. Itu sebabnya kenapa kita punya program percepatan swasembada sapi, dengan memperbayak pusat-pusat perbibitannya, kemudian juga usaha-usaha penggemukan sapi dikembangkan, dan progam inseminasi buatan digalakkan.
Kita masih memerlukan impor sapi bakalan?
Iya. Sebetulnya lebih bagus kita mengimpor sapi bakalan, kemudian digemukkan di sini selama tiga bulan, nilai tambahnya banyak di sini daripada kita mengimpor dagingnya. Itu yang kita anjurkan.
Regulasinya bisa lebih mudah?
Iya, kita dorong untuk impor sapi bakalan.
Di Negeri China di setiap perusahaan rata-rata karyawannya diwajibkan minum susu. Si pemilik perusahaan ini daripada impor susu, lebih baik dia menernakkan sapinya. Pola seperti itu bagaimana menurut Bapak?
Iya. Kita dorong begitu, memang, supaya memperbanyak populasi sapi-sapi betina dari luar. Untuk memperbanyak. Tapi kan kemampuan pemerintah terbatas. Oleh karena itu kita dorong swasta untuk investasi.
Dalam rangka mengimpor sapi dari luar negeri, kan, harusnya ada sapi betina dan sapi jantan. Atau, bagaimana pemerintah mendorongnya?
Ya kalau pengadaan pemerintah sapi petina saja. Pejantannya kita sudah punya di sini, pejantan-pejantan unggulnya. Dan kita punya pusat produksi semen beku pejantan unggul di Singosari, dan di Lembang, itu cukup untuk kebutuhan kita. Nanti kawinnya dengan inseminasi.
Mengenai silsilahnya, seberapa banyak sapi yang sudah kita miliki?
Maksudnya, jenisnya?
Maksudnya, dari keturunan mana?
Oh, tergantung yang diinginkannya. Yang paling banyak itu FA, untuk sapi perah. Ada brahman untuk sapi pedaging atau sapi potong. Kalau sapi biasa atau sapi pedaging, itu ada sapi Bali, kemudian ada ongol, kemudian ada Sibental, itu dia yang terkenal.
Dalam rangka ke depan, apa kira-kira target yang akan dicapai Deptan?
Pertama, dari sisi swasembada, kita ingin swasembada gula tahun 2009, kita ingin swasembada sapi tahun 2010. Cuma, jangan lupa definisi swasembadanya itu, bukan berarti tidak ada impor sama sekali. Swasembada beras berkelanjutan, swasembada jagung. Jagung itu, harapannya tahun ini tapi meleset-meleset tahun depanlah.
Kalau beras punya target?
Beras sudah swasembada berkelanjutan.
Bagaimana Anda menyusun grand design pertanian kita selama kepemimpinan di Deptan ini?
Pada waktu awal-awal kita sudah susun itu. Pembangunan pertanian sampai tahun 2009, kemudian sampai tahun 2025. Sudah kita susun grand designnya. Nah, kemudian, detail-detailnya itu, kita sambil jalan, sambil banyak melakukan pengamatan, observasi, itu kemudian kita susun program-programnya.
Mengenai orang-orang yang harus Anda tempatkan, untuk menjalankan grand design itu bagaimana?
Kan, sudah ada di sini, yang biro perencanaannya, kemudian bersama dengann eselon-eselon satu di sini kita susun bersama. Perencanaan juga begitu, dari bawah ke atas, dari atas ke bawah, dua arah. Dan setiap perencanaan setiap eselon satu dievaluasi, mula-mula oleh staf khusus, staf ahli yang membantu saya sebagai tenaga ahli, nanti terakhir dengan saya sendiri. Jadi kita betul-betul terlibat langsung sampai ke detil-detilnya.
Kendala yang paling besar, apa Anda hadapi?
Dari sisi apa ini?
Dalam pelaksanaannya?
Kendala sekarang ini, kan, karena sistem pemerintahan yang berubah itu juga kendala tersendiri. Jadi, tidak mudah untuk mengimplementasikan program, karena, kita sudah tidak punya lagi orang, petugas kita di tingkat bawah, dan tidak ada garis instruksi.
Misalkan, petugas lapangan?
TPL, TPL kita tambah terus. Tapi kan itu di bawah Pemerintah Daerah ha ha haaa…..okey ya. beritatokoh/dandy hendrias
*** TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)