Apakah Penginjilan Si Singamangaraja Mustahil?

Jauhkan Si Singamangaraja dari Injil (8)

0
102
Apakah penginjilan melalui Si Singamangaraja suatu hal yang mustahil? Ilustrasi TokohIndonesia.com - Meta Ai
Lama Membaca: 3 menit

Jauhkan Si Singamangaraja dari Injil (8)

Apakah penginjilan melalui Si Singamangaraja saat itu (1800-1907) merupakan suatu kemustahilan? Setelah menyelusuri berbagai sumber sejarah misi di Tanah Batak, serta referensi-referensi pembanding lainnya, bisa dipandang dari dua sisi, yakni: 1) Dari sisi Si Singamangaraja; dan 2) Dari Sisi Nommensen (Misi RMG).

Buku Hita Batak, A Cultural Strategy

Berikut penguraian singkat (ikhtisar) fakta dan analisisnya yang secara cukup panjang-lebar diuraikan dalam Buku Hita Batak A Cultural Strategy (Buku Trilogi Omnibus Habatahon), terutama Jilid 2 (Perang Batak) dan Jilid 3 (Sejarah Misi), sebagai berikut:

Pertama, dari sisi Si Singamangaraja; Beberapa fakta menunjukkan: Fakta pertama, adanya keinginan atau kesediaan Si Singamangaraja, bahkan berinisiatif menemui Nommensen dan misionaris lainnya,[1] adalah justru menunjukkan keterbukaan dan kebersediaan Si Singamangaraja XI dan XII untuk mendengar Injil dari para misionaris, melalui proses dialogis (evangelisasi pasifis), pemahaman kebenaran Debata Jahowa yang Tritunggal (Bapa, Anak dan Roh Kudus), yang adalah Sang Khalik Maha Besar (Mulajadi Na Bolon) yang tidak bermula dan tidak berujung (alfa dan omega). Tetapi ‘permintaan’ itu tidak direspon dengan pantas oleh Nommensen dan misionaris lainnya, dan/atau jikapun ada kemauan memenuhi undangan Si Singamangaraja, tetapi selalu berkaitan kehendak kolonial.[2]

Fakta Kedua, beberapa pengikut setia Si Singamangaraja XII dipersilahkannya menjadi Kristen, di antaranya, Manase Simanungkalit sekretaris (juru tulis) Sisingamangaraja XII sendiri dibabtis; juga seorang panglimanya bernama Alapiso Siahaan ketika mengemukakan keinginannya menjadi Kristen, dipersilakan oleh Si Singamangaraja, Alapiso kemudian dibaptis tanggal 1 Juni 1884 dengan nama Laban Siahaan.[3]

Fakta ketiga, semua keluarga Si Singamangaraja XII menerima baptisan Kristen tanpa paksaan (3 Januari 1911). Tidak seorang pun di antara mereka yang menganut agama Parmalim maupun Islam.[4] Membuktikan bahwa perjuangan Si Singamangaraja XII selama hampir 30 tahun adalah perjuangan menentang penjajah bukan perjuangan agama (Batak dan Islam). Majalah Rijnsche Zending Edisi 42 tahun 1911 di bawah judul Een Regeeringstelegram (Sebuah telegram pemerintah) mengabarkan, melalui telegram pada tanggal 7 Januari 1911 Asisten Residen Tanah Batak melaporkan bahwa pada tanggal 3 Januari 1911 semua kerabat Singamangaraja yang ditahan di Pearadja menerima baptisan Direktur RMG J. Spieker di hadapan banyak pejabat dan dengan minat yang besar dari penduduk; yang juga ditulis oleh harian Hindia Belanda De Java-Bode, dengan judul „Een belangrijk feit” (Fakta penting).[5] Dalam Majalah Misi Rhine (1909) disebut para janda dari Singa Mangaraja menghadiri gereja secara teratur, dan senang karena mereka mengikuti firman dengan bijaksana.[6]

Kedua, dari sisi Nommensen, tampaknya menemui kesulitan melepaskan keterikatan dengan kepentingan duniawi kekuasaan kolonialis Belanda. Fakta pertama, ketika November 1862, Nommensen disambut raja-raja dan penduduk di Tukka dan Rambe serta diundang ke Aekgodang, Parbotihan bahkan diminta dan dia sudah berjanji untuk memulai misinya dari tempat itu, Nommensen terpaksa membatalkan janjinya atas perintah Residen;[7] Dan sampai Nommensen wafat, ia tidak pernah ‘menjenguk saja’ rakyat Tukka, Rambe dan Aekgodang, Parbotihan, bahkan ke Doloksanggul sekitarnya pun tidak pernah (belum kita temukan catatan sejarahnya).

Fakta kedua, Nommensen mendapat mandat dan hak untuk tinggal di Silindung dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda, yang menjadi dasar kuat baginya ketika mendirikan rumah dan Huta Dame dan Pearaja. Konsekuensi dari mandat tersebut adalah jika ada pihak yang menghalangi atau tidak mematuhinya, akan ditumpas oleh Belanda.[8]

Fakta ketiga, sama sekali tidak (belum) ada bukti sejarah bahwa Nommensen berusaha (berinisiatif) menemui Si Singamangaraja XI maupun XII, dan apabila dia diundang SSM tidak pernah tanpa diikuti tentara Belanda.

Fakta keempat, Nommensen sangat antusias mendesak kolonialis segera mengerahkan tentaranya untuk menaklukkan Si Singamangaraja dan menganeksasi Tanah Batak Merdeka untuk mempercepat misi kristenisasi. Dan beberapa fakta lainnya, yang sudah diuraikan terdahulu. Bukankah ini suatu misteri pekabaran Injil berkekuatan nabi dan Injil berparadigma Taurat di Tanah Batak?

Namun, pilihan Nommensen (RMG) tentang kristenisasi dengan jalan mutual simbiosis dengan kolonial yang ditandai perang suci tersebut, tidak mudah menyebutnya sebagai kesalahan mutlak RMG, apalagi kesalahan pribadi Nommensen sendiri. Sebab tanpa bersekutu dengan kolonial, para misionaris RMG (al. Nommensen) kemungkinan (logika duniawi) tidak akan diizinkan kolonial Belanda mengabarkan kekristenan di Tanah Batak. Lagi pula, RMG melalui para misionarisnya, terutama Nommensen, sama sekali tidak bermaksud jahat kepada orang Batak, melainkan bermaksud sangat mulia untuk mengkristenkan orang Batak; Yang terbukti membawa lompatan kemajuan bagi orang Kristen Batak. Itulah jalan-Nya yang semula sulit kita mengerti. Amsal klasik leluhur Batak mengatakan: “Suhar di bagasan roha, alai manghorhon tu na denggan” (Semula berlawanan dengan hati, tapi berdampak kebaikan). Maka sepantasnya orang Batak Kristen berterimakasih kepada 100-an lebih misionaris hebat, di antaranya Nommensen, bahkan kepada kolonial Belanda (Baca Bab 11.7).

Advertisement

Bersambung || Sebelumnya

Penulis: Ch. Robin Simanullang, Cuplikan Buku Hita Batak, A Cultural Strategy, Jilid 3 Bab 11.3.1, Hlm. 1948-1950.

 

Footnotes:

[1] BRMG 1878 (7), p.199-202; Hemmers, JH., 1928, bl. 133.dan Westhoff, J.P.G., 1878: De oorlog te Toba op Sumatra; bl.94.

[2] Bandingkan: Oppusunggu, H.A. (Penyunting), 2006: K.M.L. Tobing Misionaris Lokal; h.73-75

[3] Sinambela, Poernama Rea, 1992: h. 73; dan Warneck, Johannes, 1913. Laban, bl.22; Bandingkan: Sitompul, A.A. Dr. Pdt.. 2005 (1981): Sitotas Nambur Hakristenon di Tano Batak, h.127-129.

[4] Sinambela, Poernama Rea, 1992: h.65-75.; dan Winckel, A., 1913: Animisme en Christendom, bl.39.

[5] De Rijnsche Zending; Tijdschrift, jrg. 42, 1911; bl.17-18.

[6] De Rijnsche Zending; Tijdschrift, jrg. 40, 1909; Uitgegeven door de Vereeniging tot bevordering der belangen van het Rijnsche Zendinggenootschap te Barmen; Onder Redactie van J. H. Meerwaldt, C. J. H. Verweijs en P. Van Wijk Jr. Amsterdam: H. C. Thomsen, bl.25.

[7] Nommensen, J.T., 1921, h.32-43.

[8] Nommensen, J.T., 1921, h.58-60.

 

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments