Petisi Pada Negeri: Puisi Syaykh Al-Zaytun untuk Pendidikan Bangsa

0
41
Puisi Petisi Pada Negeri
Syaykh Al-Zaytun, AS Panji Gumilang, membacakan puisi berjudul “Petisi Pada Negeri” dalam rangka ulang tahunnya ke-79 di Ma’had Al-Zaytun, Indramayu, 30 Juli 2025. Puisi tersebut menjadi refleksi sekaligus seruan moral untuk arah pendidikan nasional. (Foto: TOKOH.ID)
Lama Membaca: 2 menit

Syaykh Al-Zaytun, AS Panji Gumilang, memanfaatkan momentum ulang tahunnya yang ke-79 pada 30 Juli 2025 untuk menyampaikan harapan strategis bagi masa depan pendidikan Indonesia. Dalam forum bertajuk “Bincang Bersama Sebagai Manifestasi Doa Usia 79 Tahun …”, ia membacakan sebuah puisi berjudul Petisi Pada Negeri, bukan sekadar karya sastra, tetapi seruan moral dari seorang pendidik yang telah puluhan tahun membangun sistem pendidikan berkarakter.

Puisi ini lahir dari pengalaman panjang Panji Gumilang sebagai pendiri dan pemimpin Ma’had Al‑Zaytun yang memperkenalkan sistem pendidikan satu pipa, menggabungkan nilai agama, ilmu umum, serta semangat kebangsaan dan toleransi. Disampaikan di hadapan para tokoh lintas agama, akademisi, jurnalis, walisantri, dan civitas akademika, puisinya menggambarkan keprihatinan sekaligus ajakan untuk membenahi arah pendidikan nasional.

Dalam bait-baitnya, Syaykh Panji Gumilang menekankan pentingnya asrama, bukan sebagai bangunan fisik, melainkan ruang hidup bersama yang menumbuhkan keberanian, empati, dan tanggung jawab. “Kami tidak meminta istana, kami hanya berharap asrama,” ucapnya, mewakili harapan anak-anak di ratusan daerah yang belum tersentuh fasilitas pendidikan bermakna.

Ia menegaskan bahwa esensi pendidikan bukan diukur dari rapor, melainkan dari nilai hidup yang ditanamkan: keberanian, kebersamaan, dan kecerdasan moral. “500 daerah telah menanti,” ungkapnya, bukan sekadar statistik, melainkan gambaran konkret tantangan pemerataan pendidikan.

Nada puisi ini bersahaja, tapi tidak pasif. Tanpa retorika keras, ia mengajak negara untuk hadir bukan melalui anggaran semata, melainkan keberpihakan jiwa. “Bukan dengan teriakan, tapi dengan bait yang jujur,” katanya, menyampaikan bahwa suara yang tulus justru mampu mengetuk tanggung jawab.

Puisi ini menjadi cermin konsistensi visi pendidikan yang selama ini dihidupi Syaykh Panji Gumilang, bahwa pendidikan bukan sekadar proyek anggaran, tapi fondasi peradaban. Tahun 2045 disebut bukan sebagai target pembangunan, tapi sebagai “gemuruh doa bangsa” yang ditanam hari ini melalui pendidikan yang membentuk karakter. (Atur Lorielcide / TokohIndonesia.com)

 

Berikut puisi lengkap yang dibacakan Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang pada perayaan ulang tahun ke‑79 tersebut:

Petisi
Pada Negeri

Oleh: Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang

Wahai pemimpin negeri
Dengar
Suara sunyi
Dari anak-anak kami

Advertisement

Kami tidak meminta istana
Kami hanya berharap asrama
500 daerah telah menanti
Bukan janji
Tapi jejak pasti

Di sana anak negeri
Ingin bertumbuh
Dengan jiwa
Bukan hanya angka

Pendidikan bukan sekadar rapor
Tapi lantai jiwa
Tempat karakter
Ditumbuhkan

Kami
Tidak butuh gedung mewah
Kami butuh rumah
Jiwa yang bernas
Dan bersahaja

Di asrama
Kami belajar
Menata rasa
Bertemu keberanian
Dalam kebersamaan

Kami membaca
Bukan hanya buku
Tapi sejarah jiwa bangsa
Dari ruang sederhana

Wahai pemerintah
Yang kami cintai
Temukan arah
Di antara kabut

Peta pendidikan
Bukan janji
Dan bukan jalan bagi cahaya
Yang tidak lahir dari anggaran
Tapi dari
Keberpihakan jiwa

Kami mohon
Bukan dengan teriakan
Tapi dengan bait yang jujur
Jadikan 500 asrama jiwa
Sebagai gerakan
Bukan sekadar wacana

Karena Indonesia
Tidak akan kuat
Jika anak-anaknya
Kehilangan arah

Indonesia tidak akan abadi
Jika jiwa mudanya
Tak dibentuk
Dalam kasih
Dan keberanian

2045 bukan sekadar
Angka emas
Ia adalah gemuruh
Doa bangsa

Dan hari ini
Kami persembahkan puisi ini
Sebagai petisi jiwa
Agar negara
Ikut menanam
Harapan kami
Gugur sebelum bersemi

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments