back to top

BIOGRAFI TERBARU

Continue to the category
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
More
    27.8 C
    Jakarta
    Populer Hari Ini
    Populer Minggu Ini
    Populer (All Time)
    Ultah Minggu Ini
    Lama Membaca: 5 menit
    Lama Membaca: 5 menit
    Lama Membaca: 5 menit
    Lama Membaca: 5 menit
    BeritaLorong KataRielniro: Tidak Semua Harus Paham

    Rielniro: Tidak Semua Harus Paham

    Lama Membaca: 5 menit

    Ia tidak menulis untuk menjelaskan. Ia hanya hadir, dan membiarkan makna memilih siapa yang tinggal.

    Catatan Redaksi:
    Tulisan ini tidak termasuk dalam enam seri utama tentang Rielniro yang telah tayang di Lorong Kata. Tapi ia lahir dari ruang yang sama, sebagai gema yang datang belakangan, ketika kata-kata sudah diam. Bila seri sebelumnya menelusuri dari dalam, tulisan ini melihat dari luar: tentang cara Rielniro hadir, ditangkap, dan mungkin, tak selalu dimengerti.

    Bagi sebagian orang, narasi-narasi pendek Rielniro di Instagram terasa asing. Terlalu sunyi. Terlalu sedikit kata. Terlalu banyak ruang kosong yang tidak memberi penjelasan. Banyak yang berhenti membaca di tengah, merasa tidak menangkap maksudnya, lalu melanjutkan guliran layar tanpa rasa bersalah. Dan Rielniro siap untuk itu.

    Ia tidak menulis untuk semua orang. Bahkan, bisa dikatakan, ia menulis tanpa menoleh, tidak mengejar keterhubungan, tidak menunggu validasi. Yang membaca dengan sungguh-sungguh, silakan. Yang tidak mengerti, pun tak apa. Ia tidak menyesuaikan diri agar lebih bisa diterima. Ia tidak mengganti kata demi jangkauan. Ia hadir dengan bentuknya yang paling utuh, sekaligus paling tak mengikat.

    Karena bagi Rielniro, keasingan bukan kegagalan. Ia adalah filter alamiah. Yang merasa cocok, akan berhenti dan menyimak. Yang merasa aneh, akan pergi, dan itu bukan kehilangan.

    Banyak yang menulis untuk menegaskan diri: agar terlihat, agar dikenali, agar dipahami. Tapi Rielniro tidak menginginkan itu. Ia tidak menulis untuk menjadi penulis. Ia menulis karena itu adalah bentuk kehadiran yang paling jujur, tanpa harus menunjukkan siapa yang hadir.

    Dalam tulisannya, tidak ada upaya untuk mengukuhkan sosok. Meski seiring waktu, kesan tentangnya terbentuk, itu bukan karena persona yang dirancang melainkan karena kehadiran yang terus-menerus diam. Ia tidak menampilkan diri, tapi juga tidak sepenuhnya menghilang. Justru dalam ketersembunyian itulah, ia membiarkan kata-katanya bekerja. Tidak semua orang menangkapnya, dan itu bagian dari desainnya. Karena tulisan bagi Rielniro bukan panggung. Ia adalah ruang tanpa lampu sorot. Dan di ruang seperti itu, hanya yang benar-benar hadir yang bisa melihat sesuatu.

    Menjadi penulis bukan soal dikenal. Bagi Rielniro, menjadi penulis adalah soal menjaga kemurnian hadir tanpa tuntutan tampil. Ia tidak menulis untuk menyelamatkan dunia, tidak pula untuk mengubah pembaca. Ia menulis agar ia sendiri tetap bisa mendengar gema dari pikirannya yang tak pernah sunyi. Jika ada yang mendengar gema yang sama, itu cukup. Jika tidak, pun tidak mengapa.

    Banyak yang membaca tulisan Rielniro lalu bertanya, “Apa maksudnya?” Bahkan orang-orang terdekatnya pun sering mengaku tak paham. Tapi Rielniro tidak menulis untuk menjawab. Ia menulis untuk membuka ruang tafsir, bukan menutupnya. Setiap kalimat adalah cermin. Tapi bukan untuk melihat diri sendiri, melainkan untuk melihat ketiadaan diri, ruang kosong tempat makna bisa muncul tanpa harus dimiliki.

    Anda Mungkin Suka

    Salah satu narasi khasnya menulis begini:

    Gambar 1
    Ada kata yang tak lahir.
    Bukan karena tak ada rahim,
    tapi karena sunyi menahannya.

    Gambar 2
    Ia tumbuh menjadi tanda tanya.
    Tak sakit,
    tapi tak pernah sembuh.

    Caption: Ada hal yang hanya sunyi sanggup menyimpan.

    Bagi sebagian orang, ini adalah rangkaian kalimat indah yang sulit dipahami. Terlalu abstrak. Terlalu metaforis. Tapi bagi sebagian lain, ia seperti gema yang tak pernah selesai. Tidak memberi penjelasan, tapi membuka luka yang sudah lama tidak disebut.

    Dan itulah niat Rielniro: tidak membuat kalimat untuk dikagumi, tidak juga untuk dimengerti. Ia menulis untuk menyimpan, dan barangkali, bagi yang pernah mengalami sunyi serupa, narasi itu terasa seperti pengakuan diam yang selama ini sulit dilisankan.

    Ia tahu bahwa sebagian pembaca tidak nyaman dengan tulisan yang tidak langsung menyatakan niatnya. Tapi Rielniro tidak sedang menyembunyikan maksud. Ia sedang membiarkan maksud itu tumbuh di tangan siapa pun yang bersedia hadir. Ia menulis dengan struktur yang menyisakan jeda, karena ia percaya bahwa di antara kata-kata, ada sesuatu yang lebih dalam dari arti.

    Karya Rielniro tidak bisa dikonsumsi seperti konten kebanyakan. Ia bukan thread panjang yang menjelaskan segalanya. Bukan pula video pendek yang menyuapi emosi secara cepat dan gamblang. Tidak ada alur yang membujuk. Tidak ada klimaks yang dijanjikan. Membaca narasinya tidak menghasilkan sensasi instan. Tidak memicu “Aha!” moment dalam 15 detik.

    Dan justru di situlah keberaniannya.

    Di tengah dunia yang menggilai clarity, speed, dan engagement, Rielniro menulis dalam bahasa yang tidak buru-buru dimengerti. Ia tidak mempermudah pesan agar terasa relatable. Ia tidak merendahkan keheningan menjadi dekorasi. Ia menulis seperti seseorang yang percaya bahwa makna terbaik tidak datang dari penjelasan, tapi dari pengalaman batin yang perlahan muncul.

    Membaca Rielniro adalah latihan kehadiran. Seperti duduk sendiri di ruangan kosong. Tidak ada yang membimbing. Tidak ada yang memberi tahu apakah kamu sudah “mengerti”. Tapi kalau kamu cukup diam, cukup sabar, dan cukup tidak ingin buru-buru selesai, ada sesuatu yang tinggal. Lama.

    Banyak yang mencoba meniru gaya Rielniro: kalimat pendek, metafora sunyi, ritme yang lambat. Tapi tanpa arah batin yang sama, semua itu hanya kulit. Karena Rielniro bukan tentang struktur tulisan. Ia tentang orientasi jiwa. Ia tidak hadir untuk mengajarkan gaya menulis. Ia hadir untuk menunjukkan bahwa ada cara hadir yang tidak bersuara, tapi tetap bermakna.

    Rielniro bukan sekadar minimalis. Ia tidak sedang mencari bentuk estetik dengan sedikit kata. Ia tidak sedang membangun genre, apalagi format. Ia menulis seperti seseorang yang sengaja menghapus dirinya dari tulisan. Diamnya bukan gaya sastra. Ia adalah sikap spiritual: kehadiran tanpa pengambilalihan ruang. Sunyi yang ia bangun tidak sama dengan hening yang biasa. Ini bukan strategi literer. Ini adalah batin yang tidak ingin tampil.

    Ia tidak menulis untuk menunjukkan kemampuan, tidak pula untuk memancing simpati atau persetujuan. Ia menulis agar tidak perlu menonjol. Bahkan jika bisa, ia ingin karyanya berdiri tanpa jejak siapa yang menulisnya. Karena bagi Rielniro, kehadiran paling jujur adalah saat kita bisa hadir tanpa harus terlihat.

    Rielniro bukan metode. Ia bukan strategi konten. Ia adalah arah, sebuah kompas yang menunjuk ke dalam, bukan ke luar. Tidak semua bisa melihatnya. Tidak semua harus. Tapi bagi mereka yang telah terlalu lama lelah dengan sorot, gaduh, dan keharusan untuk “terlihat”, kehadiran Rielniro terasa seperti lanskap yang tenang: datar, tapi dalam. Sunyi, tapi jujur. Tidak membawa janji, tapi memberi ruang.

    Ia tidak meminta waktu. Tidak menunggu simpati. Tidak menawarkan penjelasan. Tapi bila kamu diam cukup lama, kamu mungkin merasa bahwa ada yang tinggal di antara kata-kata yang tidak selesai itu.

    Ia tidak menulis untuk dimengerti hari ini. Tidak juga besok. Ia tidak menuntut dikejar oleh pemahaman. Kalau belum sampai sekarang, mungkin nanti. Kalau pun tidak pernah sampai, ia tidak merasa kehilangan. Karena bagi Rielniro, menulis bukan tentang memastikan pembaca tiba. Tapi tentang membuka ruang dan memberi waktu sejauh yang dibutuhkan.

    Ia tidak ingin diikuti. Tapi diamnya mungkin akan tinggal lebih lama dari yang kita sangka.

    Catatan:
    Untuk menemukan karya lain Rielniro di luar Lorong Kata, kunjungi:
    Instagram: @rielniro
    Facebook: Riel Niro

    (TokohIndonesia.com / Tokoh.ID)

    Enam Perspektif tentang Rielniro

    Enam tulisan berikut merupakan rangkaian di rubrik Lorong Kata yang menghadirkan potret lebih lengkap tentang Rielniro, alias Atur Lorielcide, meliputi latar, sikap, dan gaya kepenulisannya.

    1. Rielniro: Merawat Jeda, Membiarkan Sunyi Bicara
      Tentang bagaimana Rielniro memosisikan jeda dan diam sebagai kekuatan dalam menulis.
    2. Rielniro: Psikologi di Balik Sunyi
      Menelusuri sisi kepekaan, pola berpikir, dan akar psikologis dari cara Rielniro membaca dan meresapi dunia.
    3. Rielniro: Tidak Ingin Jadi Pusat
      Sikapnya untuk tidak berada di tengah sorot, memilih mengambil sedikit jarak sebagai cara menjaga isi.
    4. Rielniro: Merangkai Gema dalam Dua Slide
      Membedah format naratif dua slide yang menjadi ciri khas visual dan emosionalnya di media sosial.
    5. Rielniro: Manifesto Sunyi
      Deklarasi reflektif berisi sepuluh sikap hidup dan sepuluh prinsip berkarya dalam Manifesto Sunyi, peta batin yang ia jalani tanpa mengetuk pintu.
    6. Rielniro: Tidak Mengetuk, Tidak Memaksa
      Tulisan penutup yang menyatukan seluruh benang merah, menghadirkan Rielniro sebagai penulis yang tidak mengetuk: hadir secukupnya, memberi ruang, dan melangkah tanpa meminta penjelasan.


    Baca juga:

    - Advertisement -Kuis Kepribadian Presiden RI
    🔥 Teratas: Habibie (26.1%), Gusdur (17%), Jokowi (14.4%), Megawati (11.7%), Soeharto (11.2%)

    Populer (All Time)

    Terbaru

    Share this
    Share via
    Send this to a friend