Guru Besar Teknik Penerbangan ITB
Oetarjo Diran
[ENSIKLOPEDI] Nama Oetarjo Diran makin dikenal publik saat dipercaya sebagai Ketua Komite Kecelakaan Transportasi Nasional (KNKT) pada tahun 1997. Guru besar ITB yang pernah terlibat dalam pembuatan pesawat CN-235 di IPTN, merintis jurusan teknik penerbangan di ITB dan sering menjadi narasumber di seputar dunia dirgantara ini meninggal di usia 79 tahun pada 17 September 2013.
Oetarjo Diran lahir di Ciamis, 20 Februari 1934. Sejak kecil, Diran, begitu ia biasa disapa, sudah tertarik dengan pesawat terbang. Saat mengenyam pendidikan di SD Mayumi (kini SD Cikini), Jakarta Pusat, ia mulai gemar mengumpulkan gambar-gambar pesawat terbang.
Meski tidak pernah mengikuti pendidikan formal SMP, Diran melanjutkan pendidikan ke SMA 1 Budi Utomo, Jakarta dan tamat pada tahun 1952. Ayahnya, M. Diran, yang berprofesi dokter menginginkan Diran menjadi dokter. Namun keinginan ayahnya itu bertolak belakang dengan keinginan hatinya. Diran malah memilih ikatan dinas dari pemerintah untuk belajar teknik penerbangan di Technische Hogeschool Delf, Belanda. Sang ayah akhirnya menerima keputusan Diran dengan catatan harus lulus dalam lima tahun.
Lima tahun kemudian, Diran menepati janji pada ayahnya. Gelar insinyur penerbangan dibawanya pulang ke Tanah Air tahun 1957 dan langsung diterima bekerja di Direktorat Sertifikasi Kelaikan Udara di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Pada tahun 1960-1961, Diran mendapat kesempatan untuk mengambil gelar Master of Science in Aerospace Engineering di Purdue University, Amerika Serikat, salah satu kampus yang menyediakan pendidikan keteknikan terbaik di dunia.
Sepulangnya dari Amerika, peraih penghargaan spesial Life Cycle Award dari Persatuan Insinyur Indonesia tahun 1993 ini memasuki dunia kampus dengan bergabung ke Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia langsung mendirikan jurusan teknik penerbangan pada tahun 1961. Pada tahun 1968, Diran menjadi Kepala Theoretical Aerodynamics Group, Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB), Jerman. Jabatan itu diembannya selama empat tahun. Pada tahun 1968 itu pulalah, Diran menikah dengan R.A. Joni Pratiwi Soemitro, SH dan dikaruniai satu putri Katja Rachmiana Diran. Di mata anaknya Katja Rachmiana, Diran dikenal sebagai orang yang keras, baik dalam pendirian, kemauan, maupun dalam berkata-kata.
Ketua KNKT, Diran pernah menangani musibah Airbus 330 Garuda di Sibolangit, Sumatera Utara, 1997 dan kasus jatuhnya Boeing 737 Silk Air di Sungai Sungsang, Palembang, 1997.
Atas ajakan Prof BJ Habibie, Diran bergabung ke Industri Pesawat Terbang Nusantara (kini PT Dirgantara Indonesia) sebagai Chief Design Engineer dan diberi tugas membuat pesawat terbang komuter bermesin turboprop dengan 35 penumpang, CN-235, pada 1978 hingga 1984.
Sebagai pakar penerbangan yang juga mengajar di ITB, Diran menyempatkan diri berkiprah di BPPT, ICAS (International Council for Aeronautical Sciences), dan terakhir DSKU (Dinas Sertifikasi dan Kelaikan Udara).
Nama penyandang Bintang Jasa Utama RI tahun 1994 ini makin dikenal publik saat dipercaya sebagai Ketua Komite Kecelakaan Transportasi Nasional (KNKT) yang dibentuk independen pada tahun 1997. Sebagai Ketua KNKT, Diran pernah menangani musibah Airbus 330 Garuda di Sibolangit, Sumatera Utara, 1997 dan kasus jatuhnya Boeing 737 Silk Air di Sungai Sungsang, Palembang, 1997.
Diran menghembuskan nafasnya yang terakhir pada Selasa, 17 September 2013 sekitar pukul 18.30 WIB karena komplikasi penyakit gula. Anak semata wayang Oetarjo Diran, Katja Rachmiana menceritakan, pada awalnya sang ayah mulai dirawat di RSCM pada 9 Agustus 2013 karena terkena stroke ringan. Sejak itu posisi di sebelah tubuh kirinya melemah. Karena kondisi sang ayah mengalami penurunan, pihak keluarga membawa Diran ke MRCCC Siloam Hospital Semanggi Jakarta hingga akhirnya meninggal. Jenazah Oetarjo Diran disemayamkan di aula timur ITB lalu dimakamkan di TPU Poncol Jalan Kartini, Bekasi, Jawa Barat, 18 September 2013. Bio TokohIndonesia.com | cid, red