Beritakan Janji Tuhan
Gilbert Lumoindong
[DIREKTORI] Wajahnya makin dikenal umat Kristiani saat menjadi host Program Agama Kristen di sebuah televisi swasta tahun 1992-1997. Selain menjadi gembala sidang GBI Flow Fellowship Centre, ia juga mengisi acara rohani di sejumlah stasiun televisi dan puluhan stasiun radio di seluruh Indonesia termasuk Australia.
Gilbert Emanuel Lumoindong masih berusia 10 tahun saat mendengar kabar yang mengagetkan itu. Dokter memvonisnya menderita penyakit syaraf otak yang secara berangsur-angsur akan menurunkan kemampuan otaknya. Tingkat intelegensinya pun dinyatakan akan berkurang drastis sehingga ia bisa menyerupai penderita down syndrome.
Mengetahui kenyataan tersebut, laki-laki kelahiran Jakarta, 26 Desember 1966 yang besar dalam keluarga yang takut akan Tuhan ini tak kuasa menahan tangis. Vonis dokter itu terus terngiang-ngiang di kepalanya sehingga ia sering sedih tatkala ia melewati sekolah yang diperuntukkan bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus yang kebetulan letaknya tidak jauh dari rumahnya di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Sebagai anak-anak yang belum mengerti benar tentang apa yang dialaminya, Gilbert hanya bisa mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan,” Ah Tuhan, apakah kelak saya akan berada di tempat itu?” bisiknya dalam hati.
Vonis dokter itu juga membuat kedua orang tua Gilbert menjadi shock. Dalam pergumulan mereka yang berat itu, sebagai orang percaya, mereka harus tetap berharap kepada Tuhan. Setelah mengetahui vonis dokter itu, Gilbert dan kedua orangtuanya mulai rutin menghadiri Persekutuan Doa (PD) di dekat rumah mereka, yang dipimpin oleh pasangan suami istri, Ibu Ev. Slamet dan Ev. Murti.
Hingga suatu ketika, salah seorang Hamba Tuhan dari Belanda datang berkunjung untuk melayani di Persekutuan Doa tersebut. Saat itu Gilbert ikut hadir dalam ibadah Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang sedang digelar. Saat Pendeta mengadakan altar call atau memanggil para jemaat maju ke depan untuk didoakan, tanpa berpikir dua kali, Gilbert langsung ikut maju ke depan.
Entah atas dorongan dari mana, Gilbert menaruh iman bahwa saat itu juga ia telah disembuhkan oleh Tuhan. Setibanya di rumah, ia pun membuang semua obat yang selama ini ia konsumsi. Pada malam hari menjelang tidur, Gilbert kemudian merenung, “Secara manusia saya ini sudah tidak layak sebab menderita penyakit syaraf otak. Namun, karena kebaikan Tuhan, penyakitku sembuh total. Hidup saya ini milik Tuhan, apapun yang Dia ingin saya perbuat, saya bersedia.” Sejak saat itu, Gilbert berkomitmen untuk menyerahkan seluruh kehidupannya kepada Tuhan.
Di usia yang masih belia, keinginannya untuk menjadi abdi Tuhan terus membara. Memasuki bangku SMP, pria penyuka masakan Manado ini mulai terjun dalam pelayanan di gereja.
Gilbert pun makin rajin menyambangi persekutuan untuk orang dewasa padahal usianya masih belasan tahun. “Saat itu di sekolah minggu, kisah yang diajarkan kebanyakan cerita-cerita dongeng. Padahal saya ingin sekali mendengar firman Tuhan,” kata suami dari Reinda Lumoindong ini seperti dikutip dari glowfc.com.
Di usia yang masih belia, keinginannya untuk menjadi abdi Tuhan terus membara. Memasuki bangku SMP, pria penyuka masakan Manado ini mulai terjun dalam pelayanan di gereja. Hal itu terus berlanjut saat resmi menjadi pelajar SMA 3 Setiabudi Jakarta dengan terlibat dalam kepengurusan Rohani Kristen di sekolahnya. Gilbert pun rajin mengikuti Persekutuan Doa yang diadakan setiap hari Jumat di sekolahnya. Di luar jam sekolah, Gilbert mengikuti berbagai pelatihan dan kursus belajar Alkitab, di antaranya ikut pelatihan School of Ministry milik Morris Cerullo dan mengikuti kursus Alkitab di GBI Mawar Sharon. Di sekolah ini pulalah, Gilbert bertemu dengan sang pujaan hati, Reinda Lumoindong.
Suatu ketika, Gilbert didaulat untuk membawakan firman Tuhan oleh teman-teman sekolahnya. Pasalnya, pembicara yang diundang hadir dalam persekutuan doa mereka berhalangan hadir. Mendapat tawaran untuk pembicara, Gilbert pun tidak mau menyia-nyiakannya. Ia merasa bekal pelatihan dan kursus belajar Alkitab yang pernah diikutinya dan dengan pertolongan Roh Kudus, ia bisa membawakan firman Tuhan dengan baik. Semenjak itu, Gilbert mulai sering menjadi pembicara dan diundang di berbagai sekolah di Jakarta.
Setamat SMA, Gilbert makin yakin dengan panggilannya untuk menjadi hamba Tuhan. Ia memutuskan untuk mengambil studi di Institut Theologia dan Keguruan Indonesia (ITKI), Petamburan, Jakarta. Gilbert kemudian bergabung dengan pelayanan Gospel Overseas (GO) studio. Mulai dari sinilah, Gilbert makin sering tampil di televisi, menjadi pembicara di berbagai KKR dan acara-acara rohani lainnya. Ia menjadi host Program Agama Kristen di RCTI Jakarta, 1992-1997 dan Ketua Gospel Overseas Studio (GO Studio) Jakarta, 1993-1997. Dalam setiap pengajarannya, tema yang paling kuat ia beritakan adalah janji-janji Tuhan bagi orang percaya. Ada kepastian di dalam Dia.
Pada 1998, Gilbert melebarkan sayap pelayanannya lewat GL Ministry. Dia makin sering diundang sebagai pembicara baik di dalam maupun luar negeri. Dalam pelayanannya, Gilbert tetap setia menjadi penginjil dan menolak menjadi gembala sidang.
Namun di tahun 2002, Tuhan menaruh sesuatu yang baru dalam hidupnya yakni hati sebagai gembala. “Awalnya saya mengira itu hanya suara hati bahkan suara iblis. Karena saya yakin bahwa pada waktu itu panggilan saya adalah penginjil bukan gembala,” jelas Gilbert yang sempat mencoba berbagai cara untuk menghilangkan pikiran tersebut namun suara itu semakin kuat.
Akhirnya ia menyerah dan mulai merintis jalan sebagai gembala jemaat pada tahun 2007. Menurut pengakuannya, saat memutuskan untuk menjadi gembala, ada banyak suara-suara sumbang di sekitarnya. Pasalnya, ia pernah mengatakan, tidak akan pernah menjadi pemimpin jemaat. “Lebih baik salah terhadap diri sendiri daripada salah terhadap Tuhan,” jawab Gilbert yang mengaku sama sekali tidak peduli dengan cacian dan olokan “menjilat ludah sendiri” yang ditujukan kepadanya. Sebab ia merasa, keputusannya itu untuk kemuliaan nama Tuhan.
Di bawah kepemimpinan Tuhan, bapak tiga anak ini kemudian memimpin sekitar 8000 jemaat yang terhimpun dalam Gereja Bethel Indonesia (GBI) Flow Fellowship Centre, Jakarta. Gereja ini mengedepankan visi “Menegakkan Kerajaan Allah Dalam Kebenaran dan Kasih”. Selain menjadi gembala sidang di GBI Flow Fellowship Centre, Gilbert juga mengisi acara rohani di berbagai stasiun televisi dan 40 stasiun radio di seluruh Indonesia termasuk Australia. cid, bety, red