
VISI BERITA (Stempel Karet, 7 September 2006) – Mestinya sikap kritis para anggota DPR tidak semata-mata dipersepsikan sebagai penempatan diri yang selalu berlawanan dengan pemerintah. Karena watak kekuasaan yang “cenderung korup” harus diawasi secara cermat dan kritis.
Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 20 | Basic HTML
Yang masih disesalkan sampai sekarang, kenapa semua anggota Dewan meloloskan begitu saja besaran kenaikan harga BBM yang kedua (Oktober 2005), sampai mencapai 120 persen? Padahal besaran kenaikan tersebut benar-benar menghimpit, tidak hanya ekonomi rakyat, tetapi juga ekonomi negara.
Kenapa para anggota DPR tidak secara kritis melihat bahwa akibat kenaikan tersebut memicu laju inflasi sampai 18 persen (sepanjang tahun 2005)? Padahal gelombang inflasi tidak mengenal batas, menyapu semua sektor kehidupan dan semua lapisan masyarakat. Jawabannya, sebagian besar kekuatan di DPR yang beranggotakan 550 legislator merapat pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang hanya didukung penuh oleh partai kecil, Demokrat.
Sedangkan kekuatan mayoritas, Partai Golkar, sudah dipegang oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Para wakil Golkar takut “dipelototi” Kalla yang bermitra dengan Susilo. Juga partai-partai utama lainnya; PKS, PPP, PAN dan PKB, menempatkan menteri-menteri mereka di dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Karena itu jangan terlalu berharap munculnya koreksi dan pengawasan yang kritis datang dari fraksi-fraksi tersebut.
Lantas di mana PDI-P dan Partai Damai Sejahtera? Mereka seolah-olah lepas tangan, tidak mendukung tetapi juga tidak menolak kenaikan tersebut. Mereka menjadi partai oposisi yang “manis”, tidak ingin terlalu merepotkan pemerintahan Susilo.
Belakangan berlangsung simbiose mutualistis – perpaduan yang saling menguntungkan – antara Presiden dan partai-partai pendukung. Kiat Presiden yang mewakili partai kecil memang harus mencari dukungan partai-partai lain. Ini juga konsekuensi dari pemerintahan presidentil, atau boleh dibilang, semi-parlementer, yang menganut demokrasi multipartai.
Presiden, meskipun memperoleh legitimasi dan mandat langsung dari rakyat, masih harus “mencari” dukungan dari sebanyak mungkin kekuatan di DPR dengan imbalan kursi menteri agar mereka tidak menjadi penghadang. Atau lantaran kecemasan yang berlebihan, seolah-olah Presiden bisa dijatuhkan oleh DPR di tengah jalan. Padahal sepanjang Presiden tidak melakukan “tindak pidana”, tidak ada legitimasi dan wewenang DPR untuk menjatuhkan Presiden.
Ironisnya, pemerintah masih meragukan dukungan fraksi-fraksi, sehingga meninabobokkan para anggota Dewan dengan bermacam-macam fasilitas dan insentif, di luar gaji resmi mereka. Meskipun hal ini dipahami bisa merugikan rakyat dan bangsa dalam jangka panjang. Semestinya, para anggota DPR berpikir dan merenung lebih dalam bahwa imbalan yang mereka peroleh dari kedudukannya, diberikan oleh negara dari hasil keringat rakyat – bukan oleh pemerintah, apalagi Presiden – karenanya tidak harus mempengaruhi kadar kontrol mereka.
Mengamati perilaku sejumlah anggota DPR belakangan ini, seperti menuntut kenaikan gaji, tunjangan, bahkan menjadi calo proyek, mengentalkan kecurigaan publik bahwa mereka bukan semata-mata memperjuangkan kepentingan rakyat, tetapi sebesar-besarnya kepentingan pribadi dan partai.
Inilah yang membuat citra parlemen reformasi terpuruk seperti lembaga legislatif pada paruh kedua pemerintahan Orde Baru. Menjadi “stempel karet” pemerintah. Mereka serupa meskipun tidak sama. Lebih buruk lagi, para anggota parlemen demokratis menjadi tidak kritis lantaran kebanjiran fasilitas, bukan karena didikte atau dipaksa.
Tentu yang terabaikan nasib rakyat miskin. Para anggota Dewan seperti itu tidak lagi membanggakan capnya sebagai wakil rakyat. Mereka lebih mengedepankan cap wakil Fraksi dan Komisi, karena memiliki nilai tawar. Apalagi mereka yang mewakili Fraksi “besar” dan Komisi “basah”, nilai tawarnya pun semakin tinggi.
Mereka menjabarkan nasib rakyat miskin identik dengan kalkulasi dagang. Maka, keloplah pemahaman anggota Dewan dan para birokrat. Kebijakan untuk menaikkan harga BBM mereka terima, asalkan rakyat miskin diberi ganti rugi berupa bantuan tunai langsung (BTL). Dihitung per kepala keluarga miskin (KKM), memang jumlahnya kecil, hanya Rp 100.000. Tetapi jumlah KKM yang didata oleh BPS mencapai 15 juta, atau meningkat menjadi 15,6 juta setelah harga BBM naik.
Karena itu, pemerintah harus menguras “dana surplus BBM” sebesar Rp 15-15,6 triliun sebulan, atau Rp 45-46,8 triliun dalam tiga bulan. Padahal bagi satu KKM uang tersebut habis untuk merasakan makan enak dalam sehari, atau untuk membayar utang di warung. Andaikan dana sejumlah itu digunakan untuk membiayai proyek-proyek padat karya, alangkah banyaknya orang miskin yang mendapatkan pekerjaan dan tambahan penghasilan.
Ke depan, tidak ada jaminan bahwa pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM, karena harga minyak mentah sekarang bergerak antara 75 sampai 78 dolar AS per barel. Sedangkan harga minyak mentah dalam APBN-Perubahan dan APBN tahun 2007, dipatok antara 50-65 dolar per barel. Untuk kemungkinan terburuk, defisit bisa mencapai 13 dolar per barel. Celakanya, pemerintah harus mengimpor minyak mentah sekitar 600.000 barel per hari.
Bilamana pemerintah kembali meminta persetujuan DPR untuk menaikkan harga BBM, kita hanya bisa berdoa, “mudah-mudahan mereka tidak terperosok ke lubang yang sama.” (red/BeritaIndonesia)
Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 20
Dari Redaksi
- Dari Redaksi – Halaman 4
Surat Komentar
- Surat Komentar – Halaman 5
Highlight/Karikatur Berita
- Highlight/Karikatur Berita – Halaman 7
Berita Terdepan
- Memburu Istri Kontrak – Halaman 12
Visi Berita
- Stempel Karet – Halaman 13
Berita Utama
- Anggota Dewan Mata Duitan – Halaman 14
- Wakil Rakyat Kebanjiran Fasilitas – Halaman 17
- Anggota DPR Tidak Peka – Halaman 18
- Pemerintahan SBY Memacu Popularitas – Halaman 20
- Dewan Galak di Bibir Stempel di Kantong – Halaman 23
Berita Nasional
- Wajah Koruptor Buron di TV – Halaman 25
Berita Khas
- Lumpur Panas Terus Mengganas – Halaman 26
- Semua Mengandung Risiko – Halaman 28
Berita Mancanegara
- Perang Akhirnya Berhenti – Halaman 30
Lentera
- Mutiara Pemikiran Syaykh Al-Zaytun Bagian Tiga: Al-Zaytun Milik Bangsa Sebuah Pilar Pencerdasan Bangsa – Halaman 31
Berita Perempuan
- Pertarungan Dua Perempuan – Halaman 39
Berita Tokoh
- Siswono Yudo Husodo – Halaman 40
Berita Ekonomi
- Berharap Banyak Pada RAPBN 2007 – Halaman 42
- Keluhan Penipuan Untuk Telkomsel – Halaman 44
- Indonesia Koordinator Integrasi Otomotif ASEAN – Halaman 45
Berita Hankam
- TNI Tetap Membuka Diri – Halaman 46
- Baret Ungu Untuk 488 Siswa Marinir – Halaman 47
- Misi Damai TNI ke Libanon – Halaman 48
Berita Daerah
- Barang Terlarang Dari Malaysia – Halaman 49
- Menyoal Barang Selundupan – Halaman 50
- Menyulap Nipah Jadi Kayu – Halaman 52
- SMAN 2 Purwakarta Mengejar Prestasi – Halaman 54
- Pesta Lampion Terbesar Walt Disney di Jakarta – Halaman 54
- Kalau Libido Mengalahkan Etika – Halaman 55
Berita Politik
- Aceh Dalam Lembaran Baru – Halaman 56
Berita Hukum
- Eksekusi Tibo Cs Diminta Dibatalkan – Halaman 58
Berita Olahraga
- Petaka Ronde Terakhir – Halaman 60
- Mia Menggantung Raket – Halaman 61
Berita Kesehatan
- Syafitri yang Berkepala Dua – Halaman 62
- Mencari Vaksin yang Aman – Halaman 63
Profil Media
- Kemitraan Merebut Kue Iklan – Halaman 64
Berita Feature
- Aku Telah Membunuh Mereka – Halaman 65
Berita Humaniora
- Cara Tepat Memantau Siswa – Halaman 66