Quo Vadis Transportasi Jakarta

 
0
28
Majalah Berita Indonesia Edisi 79
Majalah Berita Indonesia Edisi 79 - Quo Vadis Transportasi Jakarta

VISI BERITA (Harus All Out, September 2010) – Masalah kemacetan dan transportasi di Ibu Kota Jakarta sudah memasuki fase kritis. Hampir setiap hari antrean panjang kendaraan pribadi, angkutan umum hingga sepeda motor terjadi di setiap ruas jalan. Tidak terhitung kerugian yang harus dibayar oleh Kota Jakarta. Bahan bakar dan waktu yang terbuang percuma. Biaya kesehatan akibat polusi serta biaya-biaya lainnya yang tidak bisa diperkirakan.

Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 79 | Basic HTML

Kalau mau jujur, pemerintah sebenarnya bukan tidak mampu mengatasi masalah kemacetan di Jakarta. Mereka mampu tetapi tidak mau all out (total 100%) membenahi transportasi massal (transportasi publik) agar cepat, nyaman dan terintegrasi. Rancangan Transportasi Massal yang dikehendaki pun sudah lama disusun saat Pemprov DKI Jakarta dipimpin oleh Gubernur Sutiyoso.

Program Pengembangan Pola Transportasi Makro (PTM) DKI Jakarta atau Jakarta Macro Transportation Scheme (JMaTS) itu mengintegrasikan empat sistem transportasi umum, yakni Bus Rapid Transit (busway), Light Rail Transit (LRT) seperti monorel, Mass Rapid Transit (MRT) seperti subway dan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) atau waterway.

BRT diwujudkan dengan bus Transjakarta yang sudah beroperasi delapan koridor. Masih ada 7 koridor lagi yang belum berjalan dan nasibnya digantung-gantung. Begitu pula dengan proyek monorel yang mangkrak. Sedangkan mengenai pembangunan sarana transportasi kereta api bawah tanah atau subway (MRT), masih dalam tahap perencanaan. Nasib paling ‘gelap’ adalah transportasi angkutan air atau sungai (waterway). Walaupun sudah sempat dilakukan demonstrasi di Kali Ciliwung, namun waterway tampaknya bukan merupakan prioritas Pemprov DKI.

Setiap kali ditanya soal solusi kemacetan, Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Fauzi Bowo mempunyai pendapat sendiri. Menurut mereka, membenahi transportasi publik bukan satu-satunya solusi mengatasi kemacetan di Jakarta. Pemprov berdalih, memperbaiki transportasi publik harus berjalan paralel dengan menambah ruas jalan dan membatasi kendaraan. Tidak satu pun di antaranya lebih diprioritaskan.

Namun apa yang tampak di lapangan tidaklah sama dengan yang diucapkan. Pemprov DKI Jakarta tidak konsisten dan transparan atas rancangan transportasi makro yang disusunnya sendiri, seperti pembangunan 15 koridor busway. Pemprov lebih banyak menghabiskan anggaran untuk proyek-proyek yang ‘menghasilkan’ seperti membangun 6 jalan tol susun yang akan mulai dikerjakan awal tahun 2011. Selain itu, sedikitnya ada 50 jembatan layang dan terowongan akan menjadi proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemprov DKI Jakarta. Sedangkan pembangunan proyek busway koridor 8 hingga 15 dibiarkan berjalan tertatih-tatih tanpa ada niat untuk mempercepat penyelesaiannya.

Apapun alasan yang digunakan soal menambah ruas jalan, kesan yang timbul, penambahan jalan saat ini hanya dihambakan bagi kepentingan mobilitas kendaraan pribadi dan bukannya diupayakan untuk membangun sistem jaringan jalan yang terintegrasi. Satu hal lagi, sistem transportasi publik di Jakarta jelas masih dibiarkan tidak adil terutama bagi masyarakat kelas menengah bawah yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Angkutan umum yang buruk, minimnya fasilitas bagi pejalan kaki, serta tingginya polusi di Ibu Kota merupakan fakta tak terbantahkan.

Sudah menjadi naluri apabila seseorang memilih alat transportasinya berdasarkan kenyamanan, keamanan, keandalan, dan keterjangkauan. Oleh sebab itu, apabila sistem transportasi publik tidak dibenahi sungguh-sungguh, akan semakin banyak penduduk melakukan perjalanannya dengan kendaraan pribadi, baik mobil ataupun sepeda motor. Penambahan jalan pun tidak akan banyak berarti. Macet pasti akan terus terjadi.

Wacana-wacana seperti nopol ganjil genap, pelarangan sepeda motor, pembatasan sepeda motor di jam-jam tertentu di jalan protokol, pembatasan usia kendaraan, yang katanya akan diterapkan, hanya akan menjadi solusi sesaat yang berbau putus asa.

Advertisement

Sudah saatnya, Pemprov DKI Jakarta menyadari bahwa menurut fakta-fakta yang ada, transportasi publik yang baik dan terintegrasi terbukti telah mengurangi kemacetan di berbagai kota megapolitan dunia. Kita juga mesti menyadari, berhasilnya negara-negara di dunia dalam menyediakan transportasi publik yang andal, berkualitas dan ramah lingkungan tidak lepas dari political will yang serius dan kontinu dari pemerintahnya. Mereka juga tidak khawatir dan tidak membuat banyak dalih karena rendahnya kemampuan untuk menyiapkan pendanaan/anggaran untuk mewujudkannya. Sebab, di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Sepanjang upaya tersebut adalah reasonable dan komprehensif pasti akan dapat diupayakan pendanaannya.

Oleh sebab itu, jangan tunggu hingga Jakarta macet total. Pemprov DKI Jakarta bersama pemerintah pusat harus segera all out menuntaskan pembangunan busway dan MRT (subway) sekaligus membenahi sistem angkutan umum di Ibukota tercinta ini. (red/BeritaIndonesia)

Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 79

Dari Redaksi

Visi Berita

Surat Komentar

Berita Terdepan

Highlight/Karikatur Berita

Berita Utama

Berita Tokoh

Berita Khas

Berita Politik

Berita Hukum

Lentera

Berita Nasional

Berita Humaniora

Berita Wawancara

Berita Daerah

Berita Publik

Berita Mancanegara

Berita Kesehatan

Berita Iptek

Berita Budaya

Berita Perempuan

Berita Olahraga

Berita Buku

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini