Salam Indonesia Buat Obama: Inspirasi Buat Indonesia

ARSIP: Majalah Berita Indonesia Edisi 62

0
40
Majalah Berita Indonesia Edisi 62
Majalah Berita Indonesia Edisi 62 - Salam Indonesia Buat Obama
Lama Membaca: 4 menit

VISI BERITA (Inspirasi Bagi Indonesia, Desember 2008) – Dunia sangat terkesima dengan kemenangan Barack Obama yang terpilih menjadi presiden ke-44 AS dan akan dilantik pada 20 Januari 2009. Terlebih oleh masyarakat Indonesia yang sedikit memiliki persinggungan dengan dia, karena pernah tinggal dan sekolah di Indonesia serta memiliki saudara tiri dan ayah tiri dari Indonesia. Ditambah lagi dengan slogan perubahan yang diusungnya. Bukan sekadar mengubah kebijakan, tapi mengubah paradigma. Obama yang menyatakan “tak bisa setia pada sebuah ras saja” diharapkan bisa menjadi inspirasi.

Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 62 | Basic HTML

Kemajemukan memang telah menjadi salah satu ciri Amerika Serikat. Kendati catatan sejarah perbudakan kulit hitam serta gerakan antikelompok tertentu juga pernah meluas di sana. Namun, semua itu runtuh ketika Barack Obama terpilih menjadi presiden.

Kesadaran yang sama, sebenarnya sudah dipatrikan para bapak bangsa (Indonesia). Terlihat dari lambang negara, Garuda Pancasila, dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Tentu bukan tanpa alasan menyertakan semboyan itu pada lambang negara. Mereka sepenuhnya menyadari, kebhinnekaan (kemajemukan) adalah kenyataan bangsa ini sejak awal.

Mengingat adanya persamaan Indonesia dengan Amerika, khususnya menyangkut kemajemukan masyarakatnya, maka dengan kemenangan Obama ini, timbul pertanyaan, kapan bangsa Indonesia sampai ke tahapan seperti itu. Yakni, tidak ada prasangka, baik karena berbeda agama, suku, etnis, budaya, jender, maupun perbedaan lainnya?

Sudah seharusnya kita akui, bahwa ‘bhinneka’ mendahului ‘tunggal ika’. Artinya, kemajemukanlah yang mendahului kehendak bersatu. Jadi selayaknyalah keberhasilan Obama ini menjadi sumber inspirasi bagi bangsa Indonesia. Jangan lagi dikotomi suku, agama, dan golongan dikedepankan. Seperti masih kerap terjadi, kendati undang-undang, bahkan konstitusi, telah diperbaiki. Dalam UUD 1945 yang diamandemen, misalnya, syarat seorang presiden dan wakil presiden memang tak lagi mengharuskan orang Indonesia “asli”, tapi cukup terlahir sebagai warga negara Indonesia. Namun, dikotomi kesukuan, Jawa dan luar Jawa masih terasa. Bangsa ini seolah belum bisa menerima kenyataan seorang presiden bisa terlahir dari suku non-Jawa. Demikian juga dikotomi agama, masih sangat kerap jadi masalah. Selama ini, terutama dalam era pemilihan langsung, baik tingkat daerah maupun nasional, mitos atau dikotomi suku, agama, dan golongan mayoritas-minoritas itu masih amat kental.

Di samping itu, sportivitas dalam pemilu AS juga perlu dicontoh bangsa ini. Kemenangan Obama yang juga disambut hangat oleh John McCain, rivalnya dari partai Republik, seraya mengatakan, “Obama adalah presidenku,” dan menghimbau seluruh pendukungnya untuk menerima kekalahan dan mendukung presiden terpilih, merupakan sikap yang harus ditiru masyarakat negeri ini. Setiap calon presiden, gubernur, dan bupati yang kalah dalam pemilu demokratis harus tegar dan mendukung penuh pemimpin yang dipilih rakyat. Calon yang kalah pun harus mendukung terwujudnya harapan rakyat.

Sebenarnya, Indonesia sudah menerapkan sistem politik yang demokratis pada tahun 1999 dan 2004. Terutama Pemilu Presiden 2004 yang dilakukan secara langsung dengan damai, sehingga mencengangkan dunia. Namun keberhasilan pemilihan presiden itu seakan tercoreng oleh beberapa pemilihan kepala daerah, kabupaten/kota yang belakangan ini sering disertai keributan seperti, kecurangan dalam penghitungan suara, bentrokan fisik antarpendukung, pembakaran kantor KPU, dan sebagainya.

Memang disadari, penduduk negara adidaya itu rata-rata sudah memiliki tingkat pendidikan dan pendapatan yang tinggi sehingga sudah bisa menerima perbedaan pendapat atau kekalahan. Mereka memiliki semangat bersaing namun pada waktunya kembali bersatu. Lebih dari itu, baik pendukung Partai Republik maupun Partai Demokrat telah memercayai sistem, mekanisme, dan teknologi pengumpulan dan perhitungan suara, serta orang-orang yang melaksanakannya.

Namun, dengan semangat persatuan dan kesatuan yang tinggi yang dimiliki masyarakat Indonesia, dan terus belajar melaksanakan demokrasi yang lebih sempurna disertai kesadaran dan terinspirasi kemenangan Obama, bahwa dalam setiap kompetisi pasti ada yang menang dan yang kalah, demokrasi di negeri ini diharapkan tidak lama lagi juga bisa terlaksana dengan baik, jauh dari tindakan anarkis dan main hakim sendiri.

Advertisement

Kita berharap, efek domino kemenangan Obama bisa terjadi di Indonesia, yakni rontoknya mitos ras dan etnis mayoritas versus minoritas dalam spektrum politik Indonesia. Bahkan, kita berharap kemenangan Obama ini bukan sekadar inspirasi, tetapi sekaligus pintu terbuka bagi siapa pun di negeri ini untuk bercita-cita menjadi pemimpin, tanpa melihat latar belakang ras dan etnis yang dimiliki. Sama seperti kebekuan pandangan mayoritas versus minoritas yang sudah cair di Amerika Serikat, kita berharap bisa juga mencairkan kebekuan pandangan yang selama ini mendominasi Tanah Air kita. (red/BeritaIndonesia)

Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 62

Dari Redaksi

Visi Berita

Surat Pembaca

Berita Terdepan

Lintas Tajuk

Highlight/Karikatur Berita

Berita Utama

Berita Khas

Lentera

Berita Nasional

Berita Politik

Berita Daerah

Berita Publik

Berita Ekonomi

Berita Tokoh

Berita Iptek

Berita Humaniora

Berita Mancanegara

Berita Kesehatan

Berita Budaya

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments