Uli Kozok Guru Besar yang Tidak Menggurui

Saya bertemu seorang Guru Besar, Sang Pembelajar yang tidak menggurui. Guru besar yang arif berpikir dialektis, yang memandang perbedaan pandangan, secara akademis, justru suatu keharusan. Dia adalah Prof. Dr. Ulrich Kozok, yang lebih dikenal sebagai Uli Kozok; Seorang sejarawan, filolog dan paleograf kelahiran Jerman, 26 Mei, 1959, satu suku dengan Misionaris Nommensen. Pada 2010, dia merilis buku Utusan Damai di Kemelut Perang, Peran Zending dalam Perang Toba, yang mengungkap keterlibatan langsung Nommensen dalam perang Batak, berdasarkan laporan Nommensen sendiri dan misionaris RMG lainnya.
Buku tersebut sangat mengejutkan orang Batak Kristen, khususnya jemaat HKBP, yang selama ini mengultuskan Nommensen sebagai Apostel Batak tanpa literasi memadai. Saat itu, saya yang sudah sejak lama berkeinginan menulis tentang Batak, termasuk kisah (sejarah) miosionaris juga kaget tak percaya Nommensen terlibat langsung dalam perang yang menindas orang Batak. Maklum, saat itu saya termasuk orang Batak yang sangat miskin literasi tentang sejarah misi di Tanah Batak.
Lalu saya pun terpantik untuk mencari informasi untuk membantah Uli Kozok, termasuk mengejar refrensi Uli Kozok. Ternyata apa yang ditulis Uli Kozok bersumber dari surat-surat Nommensen sendiri dan beberapa misionaris Jerman (RMG), yang juga diterbitkan di Majalah resmi RMG; dan diterjemahkannya tanpa pretensi. Lalu saya mengejar informasi tentang pembelaan dan protes Nommensen atas kekejaman kolonial Belanda terhadap orang Batak, terutama saat berlangsungnya perang. Ternyata, saya tidak menemukannya. Justru sebaliknya, antara lain, misionaris Nommensen dan Simoneit tercatat sebagai personil tentara kolonial ketika menyerang dan membakar Bakara dan Toba, 1878, dan mempunyai peran yang sangat strategis.
Pengalaman ini saya utarakan ketika bertemu Prof Uli Kozok di Universitas Mpu Tantular, Jakarta, seusai beliau menjadi narasumber Tarnama Podcast, Kamis 25/9/2025. Saya kemukakan, hal tersebut, antara lain, yang memicu saya menulis buku Hita Batak: A Cultural Strategy, yang antara lain mendalami sejarah perang Si Singamangaraja (Perang Batak) dan sejarah misi Kristen di Tanah Batak.
Uli Kozok pun bercerita, ketika buku Utusan Damai di Kemelut Perang yang ditulisnya itu diterbitkan, penerbitnya (distributor) menggelar buku itu di pelataran Stadion Utama Senayan ketika di tempat itu diadakan upacara besar Jubileum 150 Tahun HKBP. āMereka diusir, diusir,ā kenang Uli Kozok. Dia menjelaskan, sebagai seorang peneliti dan penulis sejarah, dia selalu berusaha objektif. Apalagi Nommensen itu satu suku dengannya.
Prof. Uli Kozok adalah satu-satunya (mewakili) penulis asing (Jerman) yang saya kirimi dummy buku Hita Batak: A Cultural Strategy pada awal tahun 2022, hampir satu tahun sebelum peluncurannya (18 Desember 2022). Saat itu, beliau masih berada di Hawaii, sebagai guru besar di Universitas Hawaii dalam bidang Kajian Keindonesiaan. Kami berinteraksi melalui e-mail. Beliau sangat antusias membahas tentang asal-muasal aksara Batak, yang memang sangat didalaminya. Beliau memaparkan banyak data dan argumentasi penting. Kami bertukar data dan argumentasi. āTerimakasih Prof, walaupun dalam beberapa hal, tidak selalu sepaham dengan Prof, saya mempunyai pandangan lain yang berbeda,ā saya ulangi pendapat saya ketika berbincang di UMT. Beliau merespon spontan, āOh, itu harus, harus!ā
Bagi saya, itu respon seorang Guru Besar mumpuni, Sang Pembelajar yang tidak menggurui, tapi menginspirasi.
Lalu, saya respon: āSaya ini bukan sejarawan, saya hanya seorang jurnalis.ā
āOh, ya. Saya tahu, saya tahu,ā ucapnya akrab.
Lalu, saya pun menyerahkan satu set (tiga jilid) buku Hita Batak: A Cultural Strategy; buku trilogi omnibus kebatakan, setebal 2.688 halaman; yang sudah mengalami penyempurnaan dari dummy sebelumnya yang sudah beliau terima awal tahun 2022.
Catatan: Ch. Robin Simanullang, Penulis Buku Hita Batak: A Cultural Strategy