Dua Ruang, Satu Sunyi: Jejak Atur Lorielcide alias Rielniro
Ia menulis tanpa pernah memperkenalkan diri. Tak mengejar nama, tak pula membentuk persona. Namun dari satu lorong ke layar lain, jejaknya konsisten: pendek, hening, dan tajam. Kini, untuk pertama kalinya, TokohIndonesia.com memperkenalkan sosok yang menulis semua esai reflektif-analitis di rubrik Lorong Kata, penulis yang dalam satu ruang dikenal sebagai Atur Lorielcide, dan di ruang lain menjelma menjadi Rielniro.
Tulisan ini pertama kali hadir sebagai pengantar untuk mengenalkan sosok Atur Lorielcide, penulis tunggal di balik rubrik Lorong Kata TokohIndonesia.com, kepada pembaca yang baru memasuki lorong sunyi ini. Seiring waktu, sosok Rielniro, sebagai manifestasi lain dari penulis yang sama di ruang berbeda, menarik lebih banyak perhatian dan membuka ruang pembacaan yang lebih dalam.
Nama lengkapnya: Mangatur Lorielcide Paniroy Simanullang. Ia lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jurusan Akuntansi, dan telah lebih dari dua dekade menekuni dunia penulisan di sejumlah media, khususnya penulisan biografi di TokohIndonesia.com.
Tulisannya tak berusaha menjadi pusat. Ia tidak tampil di forum publik, tidak aktif di media sosial, dan tidak sibuk membentuk persona. Tapi bagi pembaca setia Lorong Kata, nama Atur Lorielcide perlahan membentuk kehadiran yang khas: penulis yang tenang, namun tegas. Reflektif, namun tajam. Narasi-narasinya mengajak pembaca untuk berhenti sejenak, menyelisik, dan berpikir ulang. Dalam dunia yang terus berlomba menjadi lebih cepat dan nyaring, tulisannya hadir sebagai ruang jeda yang jernih.
Semua itu terwujud bukan hanya karena prinsip, tapi juga karena kemampuan. Atur Lorielcide menguasai dua dunia, penulisan dan teknologi informasi. Bahkan versi terkini TokohIndonesia.com adalah produk karyanya sendiri: dari pemilihan hosting, konfigurasi server, hingga pengelolaan sistem manajemen konten. Ia memperdalam ilmu komputer tak hanya secara otodidak, tetapi juga dengan mengikuti belasan pelatihan profesional di Inixindo, salah satu lembaga pelatihan IT terkemuka di Indonesia.
Latar akademisnya di bidang ekonomi dan akuntansi memberinya dasar analitis, sementara semangat belajarnya yang otodidak membentuk kemandirian intelektual. Dengan akar jurnalisme dan orientasi teknologi, ia nyaman menyebut dirinya penulis, dan tak keberatan menyandang label MMJ, multimedia journalist.
Jejak jurnalistiknya juga hadir lewat wawancara dengan berbagai tokoh Indonesia, pengalaman yang memperkaya sudut pandangnya dan menguatkan kedalaman analisis dalam tulisannya.
Pilihan untuk berjalan dalam sunyi bukan lahir dari keterbatasan, tetapi dari kesadaran. Ia bisa saja tampil dominan di ruang digital, memanfaatkan algoritma, dan mengejar visibilitas. Namun ia justru memilih berjalan pelan, menulis tanpa menggurui, dan membangun kehadiran yang tak mencari sorak. Tes CliftonStrengths yang ia ikuti menyebut strategic thinking sebagai kekuatan utamanya: kemampuan untuk memilah mana yang relevan dan mana yang hanya bising. Mungkin karena itulah ia memilih kata, bukan teriakan. Sunyi, tapi tajam dan terarah.

Melalui tulisan seperti “Pancasila: Antara Ada dan Tiada“, “Kita Baik-Baik Saja – Katanya“, “Kalau Soeharto Pahlawan, Untuk Apa Dulu Kita Berjuang?“, “Mengapa Jokowi Tak Pernah Menunjukkan Ijazah Aslinya?“, atau “Prabowo, Civilphobia, dan Naluri State-Centered“, Atur, begitu ia biasa disapa, mengajak pembaca untuk tak sekadar melihat, tapi menelisik. Tak sekadar tahu, tapi mengerti. Gaya bahasanya tak menggurui, namun juga tak membiarkan pembaca berlalu tanpa mempertanyakan kembali posisi mereka di tengah pusaran zaman.
Gaya reflektif yang jernih, keberanian untuk menelisik tanpa menggurui, dan kesetiaan pada akal sehat, semuanya menemukan bentuk paling utuh di satu ruang yang ia asuh sendiri: rubrik Lorong Kata di TokohIndonesia.com. Di sana, sunyi menjelma menjadi keberanian intelektual. Gaya lirihnya tumbuh menjadi gugatan, bukan lewat teriakan, tapi melalui kedalaman analisis dan kejernihan bahasa.
Lorong Kata bukan sekadar kanal opini. Ia adalah ruang kontemplatif yang menyuarakan perlawanan tanpa gaduh, membela akal sehat tanpa panji ideologis, dan menyalakan kembali bara kesadaran yang mulai redup. Di tengah lanskap media yang tunduk pada logika viral dan algoritma sensasi, tulisan-tulisan Atur Lorielcide berdiri sebagai lentera kecil: sepi, tapi jernih.
Tiga pilar menjadi fondasi dari setiap tulisannya: merdeka roh, merdeka pikir, dan merdeka ilmu.
- Merdeka roh adalah kebebasan jiwa untuk bersuara, meski sunyi.
- Merdeka pikir adalah keberanian untuk mengulik yang tampak manis di permukaan.
- Merdeka ilmu berarti berpihak pada pengetahuan yang jujur, bukan pada yang ramai, viral, atau menyenangkan penguasa.
Dan di balik semuanya, satu kalimat menjadi prinsip hidup berkaryanya:
“Menang bukan tujuan, mengerti adalah akhirnya.”
Jika harus menggambarkan dirinya sendiri, ia memilih ungkapan yang tak biasa:
“Lone wolf by nature. Outcast by design.”
Artinya: ia adalah serigala penyendiri secara naluriah, dan menjadi orang luar bukan karena keterpaksaan, melainkan pilihan sadar. Ia tak ingin larut dalam keramaian hanya demi diterima. Ia memilih berjalan sendiri agar bisa tetap utuh: dalam pikiran, dalam sikap, dalam kata.
Rielniro: Satu Lagi Ruang Sunyi
Namun Atur Lorielcide bukan hanya hadir dalam tulisan esai yang jernih dan menggugat. Ia juga menciptakan satu ruang lain: lebih personal, lebih lirih, dan lebih sunyi. Di ruang itulah muncul nama: Rielniro.
Yang membedakan keduanya bukanlah gaya atau prinsip menulis, tetapi ruang tempat kata-kata itu dihidupkan. Jika Lorong Kata adalah lorong publik yang mengajak berpikir bersama, maka @rielniro di Instagram adalah lorong batin: tempat ia bercakap dengan dirinya sendiri, dalam jeda-jeda yang ia pilih.
Nama penanya, Rielniro, bukan sekadar rangkaian huruf. Ia lahir dari potongan identitas panjang: LoRIELcide PaNIROy. Lorielcide merupakan akronim Latin Gloria In Excelcis Deo (“Kemuliaan bagi Allah di tempat mahatinggi”), sementara Paniroy adalah kata Batak yang berarti penasihat, menerangkan. Nama ini bukan sekadar simbol linguistik, tapi cerminan jalan batin: spiritual, terjaga, dan tidak terburu-buru.
Di akun @rielniro, ia menulis tanpa sibuk menyapa, tanpa banyak memberi konteks, dan tanpa target keterlibatan. Formatnya sederhana: dua slide, satu caption, bertagar #catatanjiwa: diam yang tak mengejar sorot, namun tetap meninggalkan gema. Slide pertama menyodorkan premis hening; slide kedua hadir sebagai pukulan sunyi. Ia tidak menggiring perasaan, tidak memaksa sepakat. Ia hanya berdiri diam, seperti seseorang yang tak mengetuk pintu, hanya menunggu, membiarkanmu membuka jika mau. Tulisan-tulisannya tak pernah panjang. Tapi justru karena itu, mereka menuntut perhatian. Ia menulis dengan ketenangan maskulin yang tertata. Jika sedih, ia tak menyebutkannya. Jika kecewa, ia tak meminta penjelasan. Jika menyayangi, ia tak memberi label.
Beberapa kutipan dari unggahan @rielniro menangkap dengan jernih pendekatan sunyi yang ia pilih:
“Mungkin jiwa memang bisa saling kenal sebelum raga sempat berjabat tangan.”
“Yang sunyi tak selalu sepi, kadang justru bentuk paling jujur dari diri.”
“Ada yang tidak harus diperjuangkan. Bukan karena kalah. Tapi karena sadar, tidak semua hal perlu dimenangkan.”
Di tengah algoritma yang gemar menggiring emosi ke dalam kutub dramatis dan eksplisit, karya-karya Rielniro hadir bak gondang Batak versi teks: ritmis, reflektif, menghantam sumsum. Seperti juga di Lorong Kata, ia menulis bukan demi viralitas; ia menulis untuk yang mengerti. Dan andai tak seorang pun mengerti, narasinya tetap berdiri. Sebab napasnya tetap satu: menulis bukan untuk viral, tapi untuk tinggal.
Jika akun Instagram @rielniro adalah bisikan jiwa dalam jeda personal, maka Lorong Kata adalah lorong publik yang mengajak berjalan pelan dan sadar. Dua ruang, satu suara: menulis dengan sunyi, tapi tidak pernah kosong. Karena dalam sunyi itulah, kata benar-benar bekerja: diam yang tak mengetuk, tapi tinggal lama dalam pikiran.
Dan jika pintu itu tetap tertutup, dia akan tetap berdiri di luar. Menunduk pada angin, lalu melanjutkan perjalanan. Sebab yang ia cari bukan validasi atau gemuruh tepuk tangan, melainkan ruang yang masih bisa berpikir jernih.
Catatan:
Untuk menemukan karya lain Rielniro di luar Lorong Kata, kunjungi:
Instagram: @rielniro
Facebook: Riel Niro
Untuk mendengarkan nuansa sunyi RielNiro:
Spotify: Playlist Sunyi
(TokohIndonesia.com / Tokoh.ID)
Dua Seri Tulisan tentang Rielniro
Tulisan ini menjadi pintu masuk menuju dua rangkaian esai reflektif yang menyigi sosok Atur Lorielcide alias Rielniro. Masing-masing menghadirkan lanskap yang berbeda namun saling melengkapi: satu melihat ke dalam, satu membaca dari luar.
Sunyi dari Dalam: Enam Perspektif tentang Rielniro
Seri ini menelisik prinsip, pilihan batin, dan gaya kepenulisan Rielniro dari sisi terdalam. Enam tulisan ini berdiri sendiri namun saling terhubung sebagai satu narasi utuh.
- Rielniro: Merawat Jeda, Membiarkan Sunyi Bicara
Tentang bagaimana Rielniro memosisikan jeda dan diam sebagai kekuatan dalam menulis. - Rielniro: Psikologi di Balik Sunyi
Menelusuri sisi kepekaan, pola berpikir, dan akar psikologis dari cara Rielniro membaca dan meresapi dunia. - Rielniro: Tidak Ingin Jadi Pusat
Sikapnya untuk tidak berada di tengah sorot, memilih mengambil sedikit jarak sebagai cara menjaga isi. - Rielniro: Merangkai Gema dalam Dua Slide
Membedah format naratif dua slide yang menjadi ciri khas visual dan emosionalnya di media sosial. - Rielniro: Manifesto Sunyi
Deklarasi reflektif berisi sepuluh sikap hidup dan sepuluh prinsip berkarya dalam Manifesto Sunyi, peta batin yang ia jalani tanpa mengetuk pintu. - Rielniro: Tidak Mengetuk, Tidak Memaksa
Tulisan penutup yang menyatukan seluruh benang merah, menghadirkan Rielniro sebagai penulis yang tidak mengetuk: hadir secukupnya, memberi ruang, dan melangkah tanpa meminta penjelasan.
Sunyi dari Sekitar: Empat Lensa Tambahan
Empat tulisan berikut memperluas ruang baca: memandang Rielniro bukan dari batin ke luar, tapi dari lanskap sosial, budaya, dan algoritma ke arah dirinya.
- Rielniro: Tidak Semua Harus Paham
Membaca Rielniro sebagai penulis yang tidak mengejar keterpahaman massal, tapi justru menghadirkan kedalaman yang intim dan selektif. - Rielniro: Perpustakaan Sunyi di Instagram
Tentang bagaimana akun Instagram @rielniro menjadi ruang arsip dan laboratorium sunyi yang menentang logika algoritma. - Rielniro: Sunyi yang Tak Tunduk pada Algoritma
Sebuah pembacaan kritis terhadap posisi Rielniro dalam budaya media sosial, yang justru tumbuh tanpa tunduk pada strategi viralitas. - Rielniro: Sunyi dalam Bullet Time
Membekukan waktu untuk melihat bagaimana jeda dan sunyi bekerja sebagai kekuatan menulis, bukan kelemahan di tengah percepatan zaman.