back to top

BIOGRAFI TERBARU

Continue to the category
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
More
    28 C
    Jakarta
    Populer Hari Ini
    Populer Minggu Ini
    Populer (All Time)
    Ultah Minggu Ini
    Lama Membaca: 4 menit
    Lama Membaca: 4 menit
    Lama Membaca: 4 menit
    Lama Membaca: 4 menit
    BeritaLorong KataRielniro: Merangkai Gema dalam Dua Slide

    Rielniro: Merangkai Gema dalam Dua Slide

    Sederhana saat dibaca, panjang saat direnungkan

    Lama Membaca: 4 menit

    Di tiga tulisan sebelumnya, kita mengenal Rielniro sebagai penulis yang merawat jeda, memahami sunyi, dan memilih tidak berada di pusat sorot. Tapi ada satu bahasa visual yang ikut membentuk identitasnya di media sosial: format dua slide. Bagi banyak pengikutnya, dua gambar itu bukan sekadar estetika. Ia menjadi semacam tanda tangan kreatif: memadatkan ide, menyisakan ruang, dan meninggalkan gema.

    Catatan Redaksi:
    Tulisan ini merupakan bagian dari seri “Sunyi dari Dalam”, rangkaian narasi reflektif di rubrik Lorong Kata yang menelusuri prinsip, sikap, dan gaya berkarya Rielniro, penulis yang memilih sunyi sebagai cara berjalan, bukan sekadar tema. Seri ini terdiri dari enam tulisan yang berdiri sendiri namun saling menguatkan, membentuk satu peta batin yang utuh:

    1. Rielniro: Merawat Jeda, Membiarkan Sunyi Bicara
      Tentang bagaimana Rielniro memosisikan jeda dan diam sebagai kekuatan dalam menulis.
    2. Rielniro: Psikologi di Balik Sunyi
      Menelusuri sisi kepekaan, pola berpikir, dan akar psikologis dari cara Rielniro membaca dan meresapi dunia.
    3. Rielniro: Tidak Ingin Jadi Pusat
      Sikapnya untuk tidak berada di tengah sorot, memilih mengambil sedikit jarak sebagai cara menjaga isi.
    4. Rielniro: Merangkai Gema dalam Dua Slide
      Membedah format naratif dua slide yang menjadi ciri khas visual dan emosionalnya di media sosial.
    5. Rielniro: Manifesto Sunyi
      Deklarasi reflektif berisi sepuluh sikap hidup dan sepuluh prinsip berkarya dalam Manifesto Sunyi, peta batin yang ia jalani tanpa mengetuk pintu.
    6. Rielniro: Tidak Mengetuk, Tidak Memaksa
      Tulisan penutup yang menyatukan seluruh benang merah, menghadirkan Rielniro sebagai penulis yang tidak mengetuk: hadir secukupnya, memberi ruang, dan melangkah tanpa meminta penjelasan.

    Format ini lahir dari prinsip yang sama dengan gaya menulisnya: minimalis, tenang, dan tepat sasaran. Dalam beberapa percakapan kreatif, ia menyebut bahwa dua slide memaksanya memeras gagasan hingga ke esensinya, hanya yang penting yang tinggal. Batas ini ia anggap cukup untuk berbicara, dan cukup untuk diam. Lebih dari itu, pesan bisa kehilangan tajamnya. Dua slide juga memberi ritme alami: pembaca berhenti sejenak di slide pertama, lalu menatap slide kedua dengan kesiapan yang setengah sadar. Di sanalah jeda muncul, memberi ruang untuk berpikir sebelum “pukulan” datang.

    Bahasa dua slide ini mengikuti pola yang hampir selalu sama. Slide pertama menjadi premis hening: pernyataan atau pengamatan yang tampak sederhana, kadang netral, kadang ambigu, yang membuat pembaca bertanya pada dirinya sendiri. Slide kedua menjadi pukulan sunyi, membalik atau menajamkan makna slide pertama, sering kali dengan nada paradoks. Narasi dua slide ini dibangun seperti percakapan batin: premis yang memicu, lalu diikuti resonansi mendalam yang tinggal lebih lama dari kata-katanya.

    Beberapa contohnya:
    Yang diam bukan selalu damai. Diikuti: Ia memilih melindungi diri dengan membiarkan luka orang lain tetap terbuka.
    Atau: Ada kata yang tak lahir. Bukan karena tak ada rahim, tapi karena sunyi menahannya. Diikuti: Ia tumbuh menjadi tanda tanya. Tak sakit, tapi tak pernah sembuh.
    Atau: Yang tetap tenang bukan karena tak merasa. Tapi karena tahu, tidak semua luka perlu dibunyikan.
    Diikuti: Yang memilih diam sering paling lama mendengar gema dari sunyi yang ia biarkan tinggal.

    Format ini bekerja karena memberi jarak antara pemicu dan resolusi. Jeda singkat saat perpindahan dari slide pertama ke kedua adalah ruang sunyi yang ia sengaja ciptakan. Di sana, pembaca tak sekadar melihat, tapi ikut merangkai makna.

    Interaksinya dengan pembaca pun selaras dengan ini. Ia tidak menuntut respons atau penjelasan. Ia hadir tanpa mengetuk, membiarkan pembaca membuka pintu sendiri. Ruang yang ia beri memungkinkan pembaca bergema dalam sunyi. Ia mengisi jeda dengan tafsir dan rasa milik masing-masing. Kalimat-kalimatnya pendek, berirama, dan sering dibiarkan menggantung. Metafora yang muncul alami, tanpa polesan berlebihan, tak terlihat, tapi terasa lebih kuat daripada “Aku rindu”. Kadang seperti embun pagi: menggambarkan rasa yang hadir diam-diam. Pertanyaan implisit juga sering dipakai, tanpa tanda tanya, mengajak pembaca berpikir tanpa merasa diinterogasi.

    Di setiap narasi dua slide, selalu ada ‘caption penguat’ yang ditaruh di kolom caption. Caption penguat ini singkat, reflektif, dan tidak mengulang isi narasi. Ia hadir untuk menambah lapisan rasa atau perspektif yang membuat gema narasi bertahan lebih lama di benak pembaca. Misalnya: “Utuh dari runtuh.” Bagi Rielniro, ini seperti menyisipkan gema kedua: tidak keras, tapi cukup untuk membuat makna bertahan lebih lama. Ia juga memilih tagar dengan cermat, bukan sekadar untuk jangkauan, tapi untuk memperkuat bobot atau arah narasi yang ingin dibawa. Bagi Rielniro, bahkan tagar adalah bagian dari bahasa sunyi.

    Meskipun singkat, dua slide Rielniro memuat beberapa tema yang menjadi benang merah: relasi emosional, keputusan sunyi, koneksi batin, dan ketertarikan selektif. Semua dibangun dengan pola premis dan pukulan yang konsisten. Salah satu contohnya: Mau tahu apa yang kusuka darimu? diikuti dengan Following-mu tak sampai 100.

    Anda Mungkin Suka

    Seiring waktu, format ini ikut berevolusi. Awalnya hanya berupa dua slide statis yang jika dibuat menjadi reel berdurasi sekitar 10 hingga 15 detik, kini juga hadir sebagai carousel post dengan panjang 10 hingga 15 slide untuk narasi berlapis, atau IG Reels 60 detik untuk cerita yang lebih utuh. Namun, DNA narasinya tetap sama: membangun premis hening, memberi jeda, lalu menyampaikan pukulan sunyi. Bahkan ketika bentuknya lebih panjang, prinsip ini tetap terlihat dalam alur cerita: pembaca diajak berjalan pelan, lalu diberi satu titik yang membuat mereka berhenti dan merasa. Di saat banyak kreator menjejalkan pesan ke puluhan slide demi waktu tonton lebih lama, Rielniro tetap mempertahankan dua slide sebagai napas awal yang membentuk identitasnya.

    Bagi Rielniro, dua slide adalah cara untuk berbicara secukupnya dan diam secukupnya. Ia tidak menggunakannya untuk mengejar algoritma atau memancing respons cepat. Dua slide bukan sekadar format, melainkan bahasa yang selaras dengan cara ia memandang dunia. Tidak semua hal perlu dijelaskan panjang, tapi setiap kata yang muncul harus punya tempatnya.

    “Aku hanya seseorang yang tahu kapan berhenti menyesuaikan diri,” tulisnya dalam satu karya.

    Sebuah kalimat sederhana yang terasa seperti inti dari semua sunyi yang ia bangun.

    Atau seperti kutipannya yang lain:
    “Sunyi adalah superpowerku. Aku tidak lagi sibuk membuktikan apa pun. Yang tahu, tahu. Yang tidak, bukan urusanku.”

    Di tengah hiruk pikuk media sosial, sunyi semacam ini terasa seperti perlawanan kecil yang bermakna panjang.

    Bahasa dua slide Rielniro membuktikan bahwa kesederhanaan bisa memikul kedalaman. Di dunia yang sering memuja banyak kata, ia menunjukkan bahwa dua potongan kalimat, bila ditempatkan tepat, bisa tinggal lama di kepala pembaca.

    Mungkin itu sebabnya, dua slide miliknya bukan sekadar konten, tapi percakapan diam yang hanya lengkap di kepala masing-masing pembacanya.

    Seperti pernah ditulis tentangnya, “Rielniro menulis seperti seseorang yang tidak mengetuk pintu, hanya berdiri tenang di luar, membiarkanmu membuka jika mau.”

    Dan mungkin, justru karena ia berhenti di situ, gema itu bertahan lebih lama.

    Catatan:
    Untuk menemukan karya lain Rielniro di luar Lorong Kata, kunjungi:
    Instagram: @rielniro
    Facebook: Riel Niro

    Untuk mendengarkan nuansa sunyi RielNiro:
    Spotify: Playlist Sunyi

    (TokohIndonesia.com / Tokoh.ID)

    Membaca Sunyi dari Sudut yang Lebih Luas
    Seri “Sunyi dari Dalam” ini menggambarkan lanskap batin Rielniro: dari jeda hingga prinsip, dari jarak hingga keheningan. Namun sunyi yang ia bangun tidak hanya berbicara ke dalam. Dalam empat tulisan berikut, kita diajak melihat bagaimana kesunyian itu bersuara di tengah dunia digital, algoritma, dan ruang publik.
    Baca juga seri “Sunyi dari Sekitar”:
    Rielniro: Tidak Semua Harus Paham
    Rielniro: Perpustakaan Sunyi di Instagram
    Rielniro: Sunyi yang Tak Tunduk pada Algoritma
    Rielniro: Sunyi dalam Bullet Time
    Dan untuk mengenal akar narasi ini, Anda bisa mulai dari tulisan pengantar berikut:
    Dua Ruang, Satu Sunyi: Jejak Atur Lorielcide alias Rielniro
    - Advertisement -Kuis Kepribadian Presiden RI
    🔥 Teratas: Habibie (25.7%), Gusdur (17.8%), Jokowi (14.7%), Megawati (11.5%), Soeharto (11%)

    TINGGALKAN KOMENTAR

    Silakan masukkan komentar anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini

    Populer (All Time)

    Terbaru

    Share this
    Share via
    Send this to a friend