back to top

BIOGRAFI TERBARU

Continue to the category
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
More
    25.2 C
    Jakarta
    Populer Hari Ini
    Populer Minggu Ini
    Populer (All Time)
    Ultah Minggu Ini
    Lama Membaca: 3 menit
    Lama Membaca: 3 menit
    Lama Membaca: 3 menit
    Lama Membaca: 3 menit
    BeritaLorong KataRielniro: Sunyi yang Tak Tunduk pada Algoritma

    Rielniro: Sunyi yang Tak Tunduk pada Algoritma

    Lama Membaca: 3 menit

    Di saat semua orang berlomba menuruti algoritma, Rielniro justru melawannya: dengan diam, dengan jeda, dengan tidak ikut bicara saat semua berebut suara.

    Catatan Redaksi
    Tulisan ini merupakan bagian dari seri “Sunyi dari Sekitar”, empat tulisan yang membaca sunyi Rielniro dalam benturan dunia luar: mulai dari media sosial, algoritma, hingga publik yang cepat menyimpulkan. Berbeda dari seri “Sunyi dari Dalam” yang menelusuri prinsip batin dan peta nilai personal, keempat tulisan ini melihat bagaimana sikap sunyi itu berinteraksi dengan dunia sekitar:

    1. Rielniro: Tidak Semua Harus Paham
      Tentang keberanian untuk tetap menulis meski tak semua orang akan mengerti. Ia menulis bukan untuk menjelaskan, tapi untuk mengendapkan.
    2. Rielniro: Perpustakaan Sunyi di Instagram
      Membaca Instagram bukan sebagai etalase visual, tapi sebagai perpustakaan jeda. Sunyi yang ditata rapi, tanpa tergesa.
    3. Rielniro: Sunyi yang Tak Tunduk pada Algoritma
      Menelusuri bagaimana narasi lirih tetap bertahan di tengah algoritma media sosial yang mengedepankan kecepatan dan keterlibatan.
    4. Rielniro: Sunyi dalam Bullet Time
      Menggambarkan cara Rielniro memperlambat momen untuk memahami dunia. Seperti kamera yang menangkap dalam mode bullet time: perlahan, mendalam, dan tanpa tergesa.

    Di dunia yang bergerak cepat, semuanya berlomba untuk muncul duluan. Setiap unggahan ditakar dengan angka. Setiap jeda dianggap risiko. Kita diajari oleh algoritma: jika ingin dilihat, buatlah yang sedang tren. Jika ingin terhubung, bicaralah lebih keras. Jika ingin bertahan, jangan terlalu lama diam.
    Tapi di antara deru dan sorot itu, ada satu akun yang berjalan pelan, dan justru karena itu, menjadi sulit diabaikan. Ia tidak menuntut perhatian, tidak memancing klik, bahkan tidak menjelaskan maksudnya. Ia menulis, lalu diam. Ia hadir, tanpa ingin ramai. Nama akun itu: Rielniro.

    Akun ini tidak dibangun untuk menyesuaikan diri dengan Instagram. Tidak dibuat untuk mencuri perhatian, membangun persona, atau mengejar tren. Ia tidak sibuk dengan waktu terbaik untuk unggah, tidak memperdebatkan panjang caption, tidak mengemas visual untuk jangkauan maksimal. Ia hadir dengan pelan, konsisten, dan tidak pernah berusaha menjadi viral. Dan justru karena itu, terasa jujur.

    Rielniro tidak tunduk pada logika engagement. Ia menulis tanpa memeriksa performa. Slide demi slide, narasi demi narasi, mengalir seperti catatan pribadi yang dibiarkan terbuka. Kalimatnya pendek. Maknanya lambat. Emosinya bukan untuk ditangkap, tapi untuk diendapkan. Bagi sebagian orang, ini membingungkan. “Apa maksudnya?” Tapi Rielniro tidak menulis untuk menjawab. Ia menulis untuk meninggalkan ruang. Sunyi baginya bukan strategi. Ia adalah sikap.

    Dalam setiap narasi, ada perasaan bahwa ia tidak sedang memamerkan, tapi mencatat. Seperti seseorang yang tahu bahwa segala hal akan hilang, dan menulis adalah cara untuk menyimpan, bukan mengumumkan. Tidak semua pembaca akan berhenti. Tidak semua akan tertarik. Tapi bagi yang berhenti cukup lama, akun ini terasa seperti ruang pelan yang diam-diam menyentuh.

    Jumlah likes-nya tidak spektakuler. Views-nya tidak stabil. Tapi bagi Rielniro, itu bukan kegagalan. Ia adalah penyaring. Bagi yang hanya mencari sensasi, halaman ini terlalu senyap. Tapi bagi yang mencari tempat duduk setelah hari yang gaduh, Rielniro terasa seperti perpustakaan kecil di pojok kota. Sepi, tapi mengundang tinggal.

    Ia tidak menaruh wajah. Tidak membangun personal brand. Tidak menyisipkan momentum atau hashtag populer. Semua itu bukan karena ia tidak mampu. Tapi karena ia memilih untuk tidak tunduk. Dunia digital mungkin meminta keterlibatan konstan, tapi Rielniro percaya pada kemunculan yang bermakna, bukan keberulangan yang sibuk.

    Rielniro juga tidak tunduk pada logika keterhubungan digital. Ia tidak produktif dalam definisi platform. Tidak unggah setiap hari. Tidak selalu aktif. Bahkan jumlah following-nya pun tidak sampai 30. Tapi setiap kali ia hadir, ada rasa bahwa kalimat itu sudah lama ingin dituliskan. Bukan karena tuntutan algoritma. Tapi karena batin yang belum selesai bicara.

    Anda Mungkin Suka

    Dalam diamnya, Rielniro justru menjadi penanda. Ia menunjukkan bahwa tidak semua yang pelan akan tertinggal. Tidak semua yang tidak viral berarti tidak penting. Dan tidak semua yang tidak menjelaskan berarti kosong.

    Ia tidak sedang mencari cara baru untuk menonjol. Justru sebaliknya, ia sedang mencari cara lama untuk tinggal. Tanpa sorot. Tanpa jeda suara yang dipaksakan menjadi makna. Tanpa ambisi untuk menguasai waktu orang lain. Ia menulis seperti seseorang yang ingin menyimpan, bukan menyampaikan. Dan dari situlah kekuatannya lahir: ia tidak membujuk. Ia menunggu.

    Dalam dunia digital yang mendewakan performa, keberadaan Rielniro terasa seperti anomali yang disengaja. Ia tidak membuat konten yang ingin diklik. Ia membuat ruang yang bisa ditinggali. Dan meski banyak yang tidak mengerti, ia tetap tinggal: pelan, dalam, dan lama.

    Karena bagi Rielniro, menulis bukan tentang menjangkau sebanyak mungkin. Tapi tentang menjadi tempat tinggal bagi yang tersesat, yang pelan, yang diam-diam masih percaya pada kalimat yang tidak memaksa.

    Dan di antara semua yang mengincar algoritma, ia hanya ingin memastikan: sunyi tetap punya tempat tinggal.

    Catatan:
    Untuk menemukan karya lain Rielniro di luar Lorong Kata, kunjungi:
    Instagram: @rielniro
    Facebook: Riel Niro

    Untuk mendengarkan nuansa sunyi RielNiro:
    Spotify: Playlist Sunyi

    (TokohIndonesia.com / Tokoh.ID)

    Memahami Sunyi dari Dalam
    Empat tulisan dalam seri “Sunyi dari Sekitar” ini melihat Rielniro dari luar: bagaimana ia menyusun sunyi di tengah algoritma, membangun perpustakaan jiwa di Instagram, dan hadir tanpa mengejar sorotan. Namun untuk benar-benar memahami apa yang melatari pilihan-pilihan itu, kita perlu berjalan lebih dalam.
    Simak seri reflektif “Sunyi dari Dalam”, yang menelisik ruang batin, prinsip hidup, dan sikap berkaryanya:

    1. Rielniro: Merawat Jeda, Membiarkan Sunyi Bicara
    2. Rielniro: Psikologi di Balik Sunyi
    3. Rielniro: Tidak Ingin Jadi Pusat
    4. Rielniro: Merangkai Gema dalam Dua Slide
    5. Rielniro: Manifesto Sunyi
    6. Rielniro: Tidak Mengetuk, Tidak Memaksa
    Untuk gambaran menyeluruh, baca juga tulisan awal yang memperkenalkan narasi ini:
    Dua Ruang, Satu Sunyi: Jejak Atur Lorielcide alias Rielniro
    - Advertisement -Kuis Kepribadian Presiden RI
    🔥 Teratas: Habibie (26.1%), Gusdur (17%), Jokowi (14.4%), Megawati (11.7%), Soeharto (11.2%)

    Populer (All Time)

    Terbaru

    Share this
    Share via
    Send this to a friend