Faisal Basri (1959-2024): Ekonom Sederhana yang Tak Pernah Takut Mengkritik
Faisal H Basri
Faisal Basri, ekonom terkemuka yang dikenal vokal dalam menyuarakan keadilan sosial dan kritis terhadap kebijakan pemerintah, meninggal dunia pada Kamis (5/9/2024) akibat serangan jantung. Faisal Basri mengembuskan napas terakhirnya pada usia 65 tahun di RS Mayapada, Kuningan, Jakarta, setelah menjalani perawatan intensif. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi dunia akademik, ekonomi, dan politik Indonesia, namun warisan pemikiran dan perjuangannya akan terus hidup dalam ingatan banyak orang.
Perjalanan hidup salah satu pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) ini penuh dengan warna dan dinamika. Pria yang hampir selalu menyandang ransel, bersepatu sandal, dan naik-turun bus kota ini lahir di Bandung pada 6 November 1959. Faisal Basri tumbuh dalam keluarga yang mengajarkannya pentingnya keteguhan dan kerja keras. Saat kecil, ia sempat terserang penyakit yang membuat kakinya lemah, namun berkat penyangga kaki yang dibuatkan ayahnya dari bambu, Faisal Basri berhasil kembali berjalan. Dari sosok anak yang sempat kesulitan melangkah, ia kemudian tumbuh menjadi pemikir kritis yang berani “memanjat tembok” kehidupan, berani menantang berbagai hambatan yang menghalangi jalannya menuju kesuksesan.
Meski semasa remaja ia sering bergaul dengan teman-teman yang dikenal “berandalan”, Faisal Basri selalu berprestasi di sekolah. Di SMA, minatnya pada isu-isu sosial dan politik mulai tumbuh setelah ia rajin membaca jurnal ilmiah Prisma. Keinginannya untuk menjadi seorang ekonom pun terwujud, hingga ia kemudian dikenal sebagai salah satu pengamat ekonomi terkemuka di Indonesia, meskipun ia lebih suka menyebut dirinya sebagai “analis ekonomi” karena kerap memberikan analisis mendalam, bukan sekadar pengamatan.
Faisal Basri menyelesaikan pendidikan S2 di bidang ekonomi di Vanderbilt University, Tennessee, Amerika Serikat, dan kembali ke Indonesia untuk mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Awalnya, menjadi dosen adalah pilihan terpaksa, karena ia harus mencari penghasilan setelah ayahnya meninggal. Namun, lambat laun, profesi ini justru menjadi salah satu kecintaannya. Mengajar, baginya, adalah panggilan jiwa yang membuatnya merasa lebih hidup.
Tidak hanya berkiprah di dunia akademik, Faisal Basri juga aktif di dunia politik. Pada tahun 1998, ia ikut mendirikan Partai Amanat Nasional (PAN) dan menjabat sebagai sekretaris jenderal pertama partai tersebut. Namun, pada 2001, Faisal Basri memutuskan untuk meninggalkan PAN, merasa bahwa arah partai sudah tidak sesuai dengan nuraninya. Setelah meninggalkan partai, Faisal Basri tetap aktif di ranah publik, menjadi anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan sering kali muncul di media dengan kritik-kritiknya terhadap kebijakan ekonomi yang dianggapnya tidak pro-rakyat.
Meski meninggalkan dunia partai, kecintaannya pada politik tidak pernah padam. Pada 2006, Faisal Basri mendaftarkan diri sebagai calon Gubernur DKI Jakarta melalui Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Dalam proses seleksi tersebut, ia bersaing dengan beberapa tokoh besar seperti Sarwono Kusumaatmadja dan Agum Gumelar. Meskipun akhirnya ia tidak terpilih, langkahnya tersebut menegaskan komitmennya untuk membawa perubahan di Indonesia, khususnya bagi warga Jakarta.
Faisal Basri juga terkenal dengan keprihatinannya terhadap nasib rakyat kecil. Dalam tulisan-tulisannya, terlihat jelas keberpihakan Faisal Basri pada lapisan masyarakat bawah yang seringkali terpinggirkan dalam kebijakan ekonomi dan politik. Ia percaya bahwa ekonomi harus berfungsi untuk meningkatkan kemakmuran rakyat, bukan hanya angka pertumbuhan yang sering kali tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.
Kehidupan Faisal Basri tidak hanya berkutat di ranah akademik dan politik. Ia juga mengasuh keluarganya dengan penuh perhatian, meskipun jadwalnya yang padat membuatnya selalu sibuk dengan seminar, rapat, menulis, dan berbagai aktivitas lainnya. Faisal tak pernah berhenti belajar, bahkan hingga akhir hidupnya ia terus terlibat dalam berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mencapai perubahan positif bagi Indonesia.
Kepergian Faisal Basri merupakan kehilangan besar, tidak hanya bagi keluarganya, tetapi juga bagi bangsa Indonesia. Banyak tokoh nasional yang menyampaikan belasungkawa, menggambarkan Faisal Basri sebagai sosok yang penuh integritas, kritis, dan selalu membela kepentingan rakyat kecil.
Innalillahi wa innailaihi rajiun. Selamat jalan, Faisal Basri. Warisanmu akan selalu hidup di hati banyak orang yang kau sentuh dengan pemikiran dan perjuanganmu. (ROY/TokohIndonesia.com)