Seorang Intelijen Terbaik

Amirul Isnaini, Mayjen
 
0
1324
Amirul Isnaini, Mayjen
Amirul Isnaini, Mayjen | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Panglima Komando Daerah Militer IV/Diponegoro Mayor Jenderal Amirul Isnaeni (51),hari Minggu 8/6/03 sekitar pukul 09.30 waktu Singapura, meninggal dunia karena sakit komplikasi lever dan paru-paru di Rumah Sakit Gleneagles, Singapura. Pada dua bulan sebelumnya Isnaeni sempat menjalani operasi transplantasi hati di rumah sakit itu. Jenazah intelijen terbaik ini dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta, Senin 9/6/03.

Jenazah mantan Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI Angkatan Darat ini tiba di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu petang, dengan pesawat carter Transwisata. Jenazah yang diusung dalam peti berselimut bendera Merah Putih dijemput langsung Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Ryamizard Ryacudu.

Penjemputan jenazah itu berlangsung dalam suasana haru. Para kerabat dan orang-orang dekat almarhum tampak menangis dan saling berpelukan. Upacara serah terima jenazah dipimpin Pangdam Jaya Mayjen Joko Santoso. Hadir dalam upacara tersebut antara lain Pangkostrad Letjen Bibit Waluyo, Danjen Kopassus Mayjen Sriyanto, dan Wakapuspen Brigjen Tono Suratman.

Dari Bandara Halim Perdana Kusumah, jenazah kemudian dibawa ke Wisma At-Taqwa, Mabes TNI-AD, Jl Veteran, Jakarta, dan disalatkan pada pukul 18.30. Kemudian disemayamkan di Wisma Achmad Yani. Lalu pukul 20.45 dibawa ke rumah duka Jl Bromo Blok S No 2, Kompleks Nukit Permai, Cibubur, Jakarta Timur.

Menurut Ryamizard dalam sambutannya, Amirul Isnaeni dikenal sebagai seorang pekerja keras dan tidak banyak bicara. Ryamizard mengaku sangat kehilangan Isnaeni karena almarhum salah satu SDM intelijen terbaik yang dimiliki TNI-AD.

Dua bulan sebelumnya almarhum pernah menjalani operasi transplantasi hati di RS Gleneagles, Singapura. Menurut penuturan keluarga Amirul mulai sakit sejak beberapa hari setelah dilantik sebagai Panglima Kodam IV pada tanggal 13 Maret 2003. Sementara Kepala Penerangan Kodam IV/Diponegoro Letkol CAJ Agus Subroto mengatakan ketika pertama kali mengeluh sakit, Amirul sempat diperiksa kesehatannya oleh Kesehatan Kodam IV/Diponegoro. Kemudian sempat diperiksa di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta sebelum dibawa ke RS Gleneagles Singapura.

Sementara Kasad Ryamizard mengatakan penyakit yang diderita almarhum sudah lama. “Almarhum mengidap penyakit yang dideritanya sejak masih berpangkat mayor. Hanya saja, ia tidak pernah merasakannya,” ucapnya.

Pria kelahiran Madura tanggal 24 Maret 1952 ini lulus dari Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (kini Akademi Militer) Magelang tahun 1975. Ia meninggalkan istri Hari Puji Lestari dan dua anak, Amir Harrry Wibowo (22) dan Handayani Amalia Isnaini (21)

Sebelum menjabat Panglima Kodam IV/Diponegoro pada 13 Maret 2003, ia menjabat Panglima Kodam VII/Wirabuana pada tahun 2002. Sebelumnya menjabat Danjen Kopassus pada tahun 2000, Komandan Pusat Intelijen Angkatan Darat pada tahun 1998 dan Komandan Komando Resor Militer (Korem) 071/Wijayakusuma, Purwokerto, tahun 1996.

Dalam korps baret merah, ia pernah menjalani sejumlah penugasan, antara lain sebagai Komandan Satuan Tugas Intel Aceh pada tahun 1993 dan sebagai Satuan Tugas Cendrawasih Irian Jaya pada tahun 1996. Sementara penugasan ke luar negeri antara lain penugasan ke Hawaii, Filipina, dan Singapura.

Advertisement

Ia telah dianugerahi lima tanda jasa yakni Bintang Kartika Eka Paksi Nararya III/Prestasi, Satya Lencana Seroja, Satya Lencana Seroja (Ulangan II, Satya Lencana GOM IX/Raksaka Dharma dan Satya Lencana GOM VII (Aceh).

Ia seorang prajurit yang selalu mengedepankan disiplin dan profesionalisme. Amirul menghabiskan waktu belasan tahun di Korps Baret Merah, mulai dari letnan sampai kolonel. Setelah itu dia dimutasikan menjadi Komandan Korem 071/WK di Kodam IV/Diponegoro. Kebutuhan Mabes TNI AD akan seorang perwira bintang-satu, menarik Amirul kembali ke Jakarta. Dia dipromosikan sebagai Komandan Pusat Intelijen Angkatan Darat.

Usai itu, Amirul dipercayakan menjadi Wakil Asisten Pengamanan Kasad, masih bintang satu. Dia kembali ke Cijantung untuk memimpin Korps Baret Merah/Kopassus 4 Juli 2000 menggantikan Mayjen Syahrir MS. Pangkatnya pun naik menjadi bintang-dua.

Ada hal yang menarik baginya mengapa memilih profesi tentara. Salah satunya adalah sifat patriotisme dan disiplin. Dunia militer merupakan wahana yang tepat baginya untuk mengabdikan diri kepada negara dan bangsa Indonesia.

Sebagai perwira pasukan khusus, ia termasuk kenyang makan asam garam pertempuran. Boleh dibilang semua daerah konflik di dalam negeri, yang memerlukan kehadiran pasukan Kopassus, sudah dilaluinya. Penugasan di luar negeri, antara lain Filipina, Taiwan, Singapura dan Hawaii.

Dalam karier militernya, satu hal yang paling mengesankan baginya adalah, manakala dapat menyelesaikan tugas bersama anak buahnya sesuai perintah oleh atasan.

Saat menjabat Danjen Kopassus, ia bertekad mengembalikan citra kors baret merah ini. Saat itu, Kopassus mengalami pasang surut.

Pemberantasan pemberontakan G-30-S/PKI melambungkan korps ini yang ketika itu bernama RPKAD, demikian pula ketika pembebasan sandera di Bandara Don Muang tahun 1981 dan Mapaduma, Irian Jaya tahun 1996.

Pada dua peristiwa itu nama RPKAD berubah menjadi Kopassandha dan Kopassus. Sebetulnya masih banyak lagi peristiwa di dalam negeri yang mengharumkan nama pasukan khusus ini. Kiprahnya di Timtim, Aceh dan daerah-daerah lainnya.

Namun tidak selamanya aroma wewangian meliputi Korps Baret Merah. Ada saat dimana Kopassus secara institusi dituding berada di balik satu peristiwa yang memalukan, padahal hanya dilakukan beberapa oknum. Misalnya penculikan beberapa mahasiswa dan aktifis di tahun 1998. Gara-gara Tim Mawar nama Kopassus jeblok. Korban penculikan yang sudah menghirup udara bebas, sempat mengoceh kesana kemari. Sungguh, Kopassus kerepotan membersihkan nama baiknya waktu itu.

Sejak itulah, Kopassus menurut istilah Amirul ‘tidak dipake’. Artinya hampir di semua penugasan, satuan Kopassus seperti ditinggalkan, prajurit-prajurit pilihan itu kembali ke basis-basis mereka dengan kepala tertunduk. Masyarakat pun mungkin alergi mendengar nama Kopassus.

Tahun-tahun kepemimpinan Letjen Prabowo Subianto berlalu. Digantikan Mayjen Muchdi kemudian Mayjen Sjahrir MS. Adalah Gus Dur ketika Kopassus dipimpin Sjahrir mengunjungi markas satuan elite ini di Cijantung, pada tanggal 21 Januari 2000. Dengan segala keterbatasan fisiknya, Gus Dur ingin membangunkan kembali semangat para prajurit Baret Merah.

Bagi Kopassus kujungan resmi itu memiliki nilai dan makna tersendiri, karena merupakan kunjungan kerja pertama kalinya seorang presiden ke kesatuan Kopassus. Presiden-presiden sebelumnya datang ke markas Kopassus dalam rangka upacara korps ini.

Diberi kepercayaan
Waktu berganti, perubahan pun terjadi. Kini Kopassus mulai diberi kepercayaan kembali dalam operasi-operasi militer. Meskipun demikian, kepercayaan itu tampaknya belum penuh. Sebab dalam operasi-operasi itu Kopassus bergabung dengan satuan lain pada batalyon gabungan seperti di Ambon dan Aceh. Di Ambon batalyon gabungan terdiri dari Kopassus, Marinir dan Paskhas. Kemudian di Aceh bersama Kostrad tergabung dalam Den Cakra. Tim Rajawali yang dikirim ke Aceh terdiri dari Kopassus, Kostrad, Marinir dan Paskhas. Operasi gabungan itu, yang terdiri dari satuan-satuan khusus guna mengatasi konflik.

Mulanya memang agak sulit, artinya prajurit Kopassus yang selama ini biasa bergerak sendiri, kini harus bergerak dalam operasi gabungan. Namanya pun khusus sehingga mereka berada di atas rata-rata prajurit biasa. Mungkin juga terselip di hampir semua prajurit Kopassus rasa ekslusifisme, sehingga mereka enggan bergabung dalam operasi dengan satuan lain.

Upaya mengembalikan citra Kopassus ditempuh melalui disiplin dan profesionalisme. “Sebetulnya kalau prajurit disiplin dan profesional, citra itu akan datang sendiri tidak usah dicari,” kata Amirul kepada Garda, di sela-sela kesibukannya menjelang HUT Kopassus.

Disiplin dan profesionalisme bisa diukur dari kemampuan dan keterampilan prajurit Kopassus menembak, yang diimplementasi dalam suatu pertempuran.

Mengembalikan citra itu memerlukan waktu yang relatif tidak sebentar. Di tengah upaya itu, kembali nama Kopassus terbawa-bawa dalam kasus tewasnya Theys. Meski jauh-jauh hari pimpinan TNI AD dan Kopassus menolak adanya keterlibatan pasukan elite itu, namun penyelidikan yang dilakukan polisi, polisi militer, dan Komisi Penyelidik Nasional mengarah ke Kopassus.

Atau adakah upaya pembusukan di dalam tubuh pasukan komando ini? Amirul menegaskan tidak. Jika terjadi pembusukan maka yang rusak bukan saja oknum yang terlibat tapi juga Kopassus secara keseluruhan.

Seperti yang di tengarai sejumlah pengamat, mungkin saja ada upaya pembusukan oleh beberapa oknum perwira tinggi angkatan darat, yang tujuannya untuk merusak nama baik Kopassus. Misalnya dalam kasus penembakan mahasiswa Universitas Trisakti empat tahun lalu, dan kematian Theys.

Menurut Amirul, pimpinan Kopassus akan segera mengetahui jika usaha seperti itu. “Jangankan pembusukan, jika melihat prajurit meletakkan senjata kemudian merokok, sakit gigi kita dibuatnya,” tegas Danjen.

Sebagai Danjen Kopassus, jenderal bintang dua ini mempunyai visi ke depan untuk menjadikan Kopassus sebagai prajurit yang disiplin dan profesional. hal itu sejalan dengan kebijakan pimpinan TNI dan TNI AD. Untuk mewujudkan itu, disiplin tinggi dan latihan yang selama ini sudah menjadi bagian dari kehidupan prajurit Kopassus, harus tetap dipertahankan dan ditingkatkan.

Amirul minta kepada seluruh prajurit Kopassus yang sedang bertugas dimana saja; Irian, Ambon, Aceh, atau di tempat lain sesuai dengan permintaan bangsa dan negara, untuk tetap tegar dan menjaga disiplin dan profesionalisme dalam melaksanakan tugas. e-ti-dari berbagai sumber

Data Singkat
Amirul Isnaini, Mayjen, Panglima Kodam IV Diponegoro, 2003 / Seorang Intelijen Terbaik | Ensiklopedi | TNI, angkatan darat

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini