Walikota Terbaik Dunia

Tri Rismaharini
 
0
415
Tri Rismaharini
Tri Rismaharini | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Ir. Tri Rismaharini, MT, akrab dipanggil Risma, kelahiran Kediri, Jawa Timur, Senin, 20 November 1961. Seorang walikota, pemimpin perempuan, yang fenomenal. Perempuan pertama yang menjabat Walikota Surabaya (2010-2015) itu tidak hanya mengagumkan bagi warga Surabaya dan rakyat Indonesia, tetapi juga diapresiasi dunia (The City Mayors Foundation – Citymayors.com) sebagai walikota terbaik dunia 2014.

Sebelumnya, Risma menjabat Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya, semasa kepemimpinan Walikota Bambang Dwi Hartono (2002-2005 dan 2005-2010) yang juga dikenal sebagai walikota visioner. Berhubung Bambang Dwi Hartono sudah dua periode menjabat walikota, dan sesuai ketentuan tidak bisa lagi mencalonkan diri untuk periode ketiga, maka Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang berusaha tetap memimpin Surabaya mengusung Tri Rismaharini sebagai Cawali berpasangan dengan Bambang Dwi Hartono sebagai Cawawali.

Kedua nama ini, tampaknya menjadi pilihan utama PDIP untuk kembali meraih kemenangan di Surabaya. Pasangan ini pun memenangi Pilkada Kota Surabaya dengan 358.187 suara (38,53 persen) dan dilantik pada 28 September 2010. Kemudian, 14 Juni 2013, Bambang Dwi Hartono mengundurkan diri dari jabatan Wakil Walikota karena maju sebagai calon Gubernur Jawa Timur.

Kinerja Tri Rismaharini sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Surabaya menjadi salah satu pertimbangan bagi PDIP untuk mencalonkannya sebagai walikota. Di bawah kepemimpinannya sebagai Kepala DKP terutama setelah menjadi walikota, Surabaya ditata menjadi kota yang bersih dan asri. Dia ingin membangun Surabaya sejajar dengan kota di negara-negara maju di dunia, kendati tidak memiliki keindahan alam atau sumber daya alam seperti kota lainnya.

Itulah Risma dengan kepemimpinan fenomenal, tetapi masih harus mengasah diri untuk menyadari bahwa jabatan mengurus negara itu adalah jabatan politik. Jabatan politik yang mesti diabdikan untuk mengurus rakyat, bangsa dan negara: Negarawan!

Dia turun langsung ke lapangan memimpin pemugaran beberapa taman di Surabaya. Di antaranya, taman Bungkul di Jalan Raya Darmo dengan konsep all-in-one entertainment park, Taman Persahabatan, Taman Skate dan BMX, sertaTaman Flora, taman Undaan, taman Bundaran Dolog, taman Bawean dan di beberapa tempat lainnya.

Juga membangun jalur pedestrian dengan konsep modern di sepanjang jalan Basuki Rahmat, yang dilanjutkan ke jalan Tunjungan, Blauran dan Panglima Sudirman. Saat ini, taman-taman dan jalur pedestrian itu menjadi tempat yang nyaman bagi warga untuk melepas kepenatan. Dia juga mengimpikan Surabaya merdeka dari sampah. Dengan kinerja yang sedemikian hebat itu, Kota Surabaya meraih piala adipura tiga tahun berturut-turut 2011, 2012 dan 2013 untuk kategori kota metropolitan.

Selain meraih adipura, dalam tiga tahun kepemimpinan Risma, Surabaya juga meraih predikat menjadi kota yang terbaik partisipasinya se-Asia Pasifik pada tahun 2012 versi Citynet atas keberhasilan pemerintah kota dan partisipasi rakyat dalam mengelola lingkungan. Selain itu, Oktober 2013, Kota Surabaya juga memeroleh penghargaan tingkat Asia-Pasifik yaitu Future Government Awards 2013 di dua bidang sekaligus yaitu data center dan inklusi digital menyisihkan 800 kota di seluruh Asia-Pasifik.

Dari pantauan Redaksi TokohIndonesia.com, Risma menjadi salah seorang walikota fenomenal setelah Walikota Solo Jokowi (Joko Widodo) yang kemudian menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dengan gayanya sendiri, Risma juga selalu blusukan. Dia mengaku sangat tidak betah bila hanya duduk di kursi ruang kerjanya. Dia walikota yang amat peduli dengan rakyat kecil. Dia selalu memikirkan pemecahan masalah kemiskinan yang menghimpit rakyat kecil. “Mereka yang selalu aku pikirin,” katanya berulang kali.

Dalam melakoni pengabdiannya sebagai walikota, Risma mengaku belajar dari rakyatnya. Itulah salah satu alasan mengapa dia selalu blusukan. Dia selalu ingin tahu apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan warganya. Saat blusukan, dia mengaku selalu menemukan hal baru yang bakal dijadikan dasar kebijakannya. Dengan blusukan, dia secara langsung bisa melihat kondisi rakyatnya yang sengsara, anak-anak jalanan dan terlantar, para PSK, serta melihat kondisi berbagai fasilitas umum, sekaligus menemukan solusinya.

Makanya kebijakannya selalu prorakyat. Antara lain, dia gigih untuk menswasembadakan warganya dengan program pahlawan ekonomi; pelatihan usaha mikro, kecil dan menengah; juga menggiatkan Rumah Bahasa untuk menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) 2015.

Advertisement

Maka tak heran bila Risma amat dikagumi warga Surabaya dan rakyat Indonesia. Bahkan oleh dunia internasional (The City Mayors Foundation) mengapresiasinya sebagai wali kota terbaik dunia untuk bulan Februari 2014 versi Citymayors.com. Risma merupakan walikota terbaik dunia dari Indonesia, setelah sebelumnya diraih Joko Widodo saat menjabat sebagai Walikota Solo.

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini itu terpilih karena dinilai berhasil membawa perubahan signifikan pada perkembangan Kota Surabaya. Antara lain, sebagaimana ditulis situs Citymayors, Jumat, 21 Februari 2014, karena kegigihan Risma mempromosikan kebijakan di bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Risma dinilai terus memperjuangkan pengembangan pelabuhan di Jawa Timur yang sudah tersendat sejak 20 tahun lalu. Sejak Risma menjabat walikota (2010), pengembangan lalu lintas pelabuhan sudah meningkat hingga 200 persen. Citymayors menilai Risma juga berhasil mengembangkan ruang terbuka hijau di Surabaya. Sejak dipimpin Risma, Surabaya kini sudah memiliki beberapa taman dengan tema yang berbeda dan dilengkapi berbagai fasilitas, seperti Wi-Fi, perpustakaan dan fasilitas olahraga.

Citymayors juga mengapresiasi kepedulian Risma terhadap peningkatan kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan masyarakat miskin di Surabaya. Walaupun, Risma juga masih punya pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan. Salah satunya, tulis Citymayors, membenahi sistem dan pengelolaan kebun binatang di Surabaya terkait dengan kematian mendadak sejumlah satwa beberapa waktu lalu.

Pemimpin Perempuan Pemberani

Tri Rismaharini sosok pemimpin perempuan yang amat tegas dan tak kenal kompromi. Dia pemimpin perempuan pemberani, bermental baja. Tidak pernah takut berhadapan dengan siapa pun dalam menjalankan tugasnya. Baik terhadap para elit politik (sipil maupun militer), maupun terhadap tekanan pers dan publik. Termasuk ketika dia mengambil kebijakan yang sangat sensitif di mata masyarakat, seperti penertiban (penataan) pedagang kaki lima dan penutupan lokalisasi yang sering kali dihadang protes berdemo dari warga. Dia sendiri sering menghadapi langsung para pendemo itu. Dia tak pernah kehilangan nyali kendati ketika ada pihak yang mengancam membunuhnya. “Saya enggak pernah takut, semua sudah diatur Tuhan. Saya serahkan semuanya sama Tuhan. Dalam menjalankan tugas, mati pun saya ikhlas,” kata Risma berulangkali.

Dalam kondisi seperti itu, perempuan ini tidak begitu suka bahkan merasa malu memanfaatkan pengawalan pribadi seperti pejabat lainnya. Bagi dia, jabatan sebagai wali kota merupakan tugas dan amanah yang besar, bukan sebagai keistimewaan dengan memanfaatkan pengawal pribadi dan fasilitas keselamatan lainnya.

Dia pun mengaku tak pernah takut untuk melepas jabatannya. Dia menegaskan, dirinya tidak pernah bertindak hanya karena ingin mempertahankan jabatan. “Jangankan jabatan, bila ternyata harus mati dalam proses perjuangan pun saya ikhlas. Entah sebentar atau besok nyawa saya dicabut, saya sudah siap,” kata Risma.

Ketegasan sikapnya sering kali membuat pihak-pihak berkepentingan merasa terusik. Seperti ketika DPRD berusaha untuk melengserkan Risma dari jabatan Walikota Surabaya. Kisahnya, pada 31 Januari 2011, DPRD Surabaya menggunakan hak angketnya untuk menurunkan Risma dari posisinya sebagai walikota. Risma dituduh telah melanggar Permendagri No.16/2006 tentang Prosedur Penyusunan Hukum Daerah dan UU No.32 Tahun 2004 yang telah diubah dengan UU No.12 Tahun 2008. Di mana dia dianggap tidak melibatkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam membahas maupun menyusun Peraturan Walikota Surabaya (Perwali) Nomor 56 tahun 2010 yang mengatur tentang perhitungan nilai sewa reklame serta Perwali Nomor 57 tentang perhitungan nilai sewa reklame terbatas di kawasan khusus kota Surabaya yang menaikkan pajak reklame menjadi 25%. Saat itu, enam dari dari tujuh fraksi politik yang ada di dewan, termasuk PDIP yang mengusungnya, mendukung keputusan ini. Hanya fraksi PKS yang menolak dengan alasan belum cukup bukti dan data.

Tapi Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menolak usulan DPRD Surabaya pemakzulan Risma tersebut karena alasannya dinilai terlalu mengada-ada. Ketika itu, memang beredar kabar bahwa keinginan memakzulkan Risma itu bukan karena alasan formal di atas, tetapi karena banyaknya kalangan, termasuk anggota DPRD Surabaya yang tidak senang atas keputusan Risma yang menolak keras pembangunan tol tengah Kota Surabaya. Risma lebih memilih meneruskan proyek frontage road dan MERR-IIC (Middle East Ring Road) yang akan menghubungkan area industri Rungkut hingga ke Jembatan Suramadu via area timur Surabaya.

Perihal Perwali tentang reklame, Risma menjelaskan, peraturan itu untuk penataan kembali reklame-reklame, terutama yang berukuran besar, agar Surabaya tidak menjadi “hutan reklame”. Di samping itu, kata Risma, keberadaan reklame berukuran raksasa rawan membahayakan keselamatan masyarakat karena berisiko roboh.

Ketegasannya yang tidak mengenal kompromi tampaknya membuat resistensi dari para politikus di DPRD Surabaya begitu kuat. Beberapa anggota DPRD Surabaya beranggapan pola kepemimpinan Risma sangat kaku. Tetapi Risma terlihat tidak gentar. “Saya tidak mencari jabatan. Jadi tidak perlu ada yang saya khawatirkan. Saya hanya memikirkan bagaimana masyarakat Surabaya maju,” tegas Risma, berulangkali. Dalam bekerja, dia mengaku, nothing to lose. “Bahkan,saya sering lupa bahwa saya adalah walikota. Karena sejak dulu yang penting adalah saya bekerja sebaik-baiknya,” ujar Risma.

Integritasnya yang tinggi, kinerja dan ketegasannya yang tanpa kompromi demi keberpihakannya kepada rakyat kecil dan kemajuan Surabaya, membuat nama Risma melejit secara nasional. Bahkan publik mulai meliriknya untuk tampil dalam kepemimpinan nasional. Beberapa elit partai pun mulai menyebut-nyebut namanya pantas diajukan sebagai calon presiden atau calon wakil presiden. Bahkan Partai Demokrat (PD) pernah menawarinya untuk menjadi salah satu peserta Konvensi Capres PD, kendati mereka mengetahui bahwa Risma berada di bawah naungan PDIP.

Galau, Ujian

Belakangan, Risma terlihat amat galau dan dikabarkan akan mundur karena tak setuju dengan prosedur pemilihan dan pelantikan Wisnu Sakti Buana menjadi Wakil Walikota menggantikan Drs. Bambang Dwi Hartono, M.Pd. Hal ini sangat masuk akal karena Wisnu Sakti Buana, saat menjabat Wakil Ketua DPRD Surabaya, adalah salah seorang yang setuju pemakzulan Risma. Kendati Risma tidak pernah secara terbuka menjelaskan alasan keinginannya mengundurkan diri tersebut, tetapi isu yang berkembang adalah karena merasa Risma tak dilibatkan dalam pemilihan Wisnu, Ketua DPC Surabaya PDI-P itu sebagai Wakil Walikota. Isu itu semakin liar, karena Risma tidak menghadiri pelantikan Wisnu (24 Januari 2014), dengan alasan sakit.

Kegalauan ini diperkeruh dan ‘digoreng’ para politikus. Termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang menjabat Ketua Umum Partai Demokrat, yang secara khusus menelepon Risma untuk ‘menenangkan’ Risma agar tidak mundur. Tri Rismaharini menyatakan bahwa Presiden SBY pernah meneleponnya dan mendapat dukungan dari Presiden terkait masalah yang dihadapinya. “Presiden bukan menawarkan jabatan, yang dibicarakan saya tidak boleh mundur. Itu saja,” kata Risma menjawab pertanyaan wartawan di Ruang Kerja Pimpinan DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (20/2/2014). Risma menegaskan bahwa tak ada persetujuan politik terkait pembicaraan telepon tersebut. SBY hanya memberikan dukungan moral.

Di tengah kegalauannya, Risma melakukan safari politik, antara lain menemui Mendagri dan Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso, yang menjadi Caleg DPR-RI dari Partai Golkar di Dapil Surabaya. Priyo dengan cepat menerima kehadiran Risma untuk berkonsultasi masalah pemilihan Wakil Walikota Surabaya tersebut. Bahkan segera mengagendakan pertemuan lanjutan.

Barbagai pihak pun menemui Risma, memberi dukungan untuk tidak mundur. Aroma politik semakin terasa. Mengamati hal itu, Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Hariadi, menilai Walikota Surabaya Tri Rismaharini telah mengalami perubahan yang cukup drastis. “Risma berubah dari pemimpin teknokrat jadi aktor politik,” kata Hariadi kepada Tempo, Sabtu, 22 Februari 2014.

Menurut Hariadi, pada masa awal Risma mengabdi di pemerintah kota, saat menjabat Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan sampai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan hingga awal-awal menjabat Walikota Surabaya, dia tampak mementingkan pekerjaannya. “Selama itu, meski ada masalah Risma jarang mengeluh di depan media dan masyarakat. Dia dikenal pejabat yang bekerja dengan diam,” kata Hariadi.

Namun, kata Hariadi, keadaan berubah ketika Risma mengaku tertekan oleh keadaan politik, salah satunya dari partai pengusungnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang memilih Wisnu Sakti Buana sebagai Wakil Walikota Surabaya, menggantikan Bambang DH yang mengundurkan diri.

Selanjutnya, muncul isu kuat Risma bakal mundur dari jabatannya. Risma pun wara-wiri tampil di pemberitaan. Dia seakan curhat atas tekanan yang dia alami. Ketika Risma menemui Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Priyo Budi Santoso, Hariadi menilai itu sebagai langkah politik. “Sekarang tampak Risma berpolitik, tapi sayang dia tak sehati-hati Joko Widodo,” kata Hariadi.1]

Pendapat senada dikenukakan pengamat politik Universitas Indonesia Andrinof Chaniago mengatakan dalam persoalan isu mundurnya Walikota Surabaya Tri Rismaharini, banyak pihak mencoba memanfaatkan situasi untuk mengambil keuntungan. Hal ini karena sosok Risma yang memang tengah populer dan menarik simpati masyarakat selama menjabat sebagai walikota Surabaya.

Menurut Andrinof, kekecewaan Risma terhadap PDIP terkait pemilihan wakil walikota Surabaya tentu sedikit banyak mempengaruhi Risma. Situasi ini kemudian dimanfaatkan pihak tertentu untuk mencapai tujuan mereka. “Banyak pihak ingin memanfaatkan situasi untuk mendapatkan simpati. Membuat situasi semakin ramai,” ujar Andrinof.

“Ada juga kemungkinan beberapa pihak mendekati Risma dengan tujuan untuk menggandengnya dalam Pilpres mendatang. Selain itu ada juga yang memang menjadikan PDI Perjuangan sebagai sasaran tembak, mengingat popularitas partai berlambang banteng itu unggul di sejumah survei,” ujar Andrinof di kawasan Depok, Minggu (23/2/2014).2]

Guna mencegah semakin liarnya isu dan kegalauan Risma untuk mundur, PDIP mengirimkan Sekjen DPP Tjahjo Kumolo terbang ke Kota Pahlawan tanggal 18 Februari 2014. Seusai pertemuan, Tjahjo memastikan Risma dalam keadaan baik. Kerenggangan akibat pelantikan Whisnu pun dianggap selesai. Tapi, isu Risma akan mundur terus berkembang.

Sampai akhirnya, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri didampingi kadernya yang juga Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo bertemu Risma di Surabaya, Sabtu, 1 Maret 2013. Mega dan Jokowi datang ke Surabaya dalam rangka memenuhi undangan memebri kuliah umum di Universitas Surabaya (Ubaya). Di bandara, Mega dan Jokowi, disambut Risma dan Whisnu. Di situ langsung digelar jumpa pers tentang dukungan PDIP terhadap Risma untuk tetap bertahan sekaligus menggambarkan masalah hubungan dengan Wisnu tidak ada masalah.

Saat mengawali kuliah tamu di Universitas Surabaya (Ubaya), Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri kembali meminta Walikota Tri Rismaharini untuk teguh memimpin Surabaya. Secara berkelakar, Presiden RI ke-5, itu mengatakan Risma cerewet, bahkan lebih cerewet dari dirinya. Namun, menurut Mega, Risma yang selama ini sudah bekerja dengan baik, sekarang menghadapi keprihatinan. “Saya minta Mbak Risma untuk tetap teguh menjadi pimpinan kota surabaya,”tegas Mega disambut aplaus ribuan undangan yang hadir.

Mega meminta Risma bekerja bersama-sama dengan Wakil Walikota Wisnu Sakti Buana. Megawati menilai, kisruh yang terjadi antara Risma dan Wisnu adalah sebuah cobaan di tahun politik. “Ini adalah tahun politik yang sangat menentukan. Jadi apa saja bisa terjadi,” kata Mega, seraya menggambarkan ramainya kisruh ini juga tidak terlepas dari peran media. “Media senangnya goreng. Kalau goreng tempe sih enak. Tetapi ini goreng berita. Itu cari keuntungan bagi dia. Kita yang merana,” katanya.

Megawati mengungkapkan, sesungguhnya masalah ini sudah diklarifikasi ketika dia bertemu dengan Risma di rumahnya beberapa bulan yang lalu. Tetapi di media masa, polemik itu terus berlanjut. “Kalau sekarang sudah ada saya, mbak Risma dan Wisnu, mau digoreng apa lagi. Yo mbuh lah,”kata Mega dengan logat Jawa.

Itulah Risma dengan kepemimpinan fenomenal, tetapi masih harus mengasah diri untuk menyadari bahwa jabatan mengurus negara itu adalah jabatan politik. Jabatan politik yang mesti diabdikan untuk mengurus rakyat, bangsa dan negara: Negarawan! Penulis: Ch. Robin Simanullang | Bio TokohIndonesia.com

Footnote:
1] Transformasi Risma, dari Teknokrat ke Aktor Politik, Minggu 23 Februari 2014; http://www.tempo.co/read/news/2014/02/23/058556726/Transformasi-Risma-dari-Teknokrat-ke-Aktor-Politik

2] Isu Rencana Mundur Risma Banyak Dimanfaatkan Pihak Ketiga, Minggu, 23 Februari 2014; http://www.tribunnews.com/nasional/2014/02/23/isu-rencana-mundur-risma-banyak-dimanfaatkan-pihak-ketiga

Data Singkat
Tri Rismaharini, Wali Kota Surabaya (2010-2020) / Walikota Terbaik Dunia | Ensiklopedi | PDIP, Walikota, Surabaya, Adipura

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini