Bukan Kacang Lupa Kulit

Sofyan A. Djalil
 
0
366
Sofyan Djalil
Sofyan Djalil | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Tidak banyak orang mengenal Sofyan Djalil sebelum dia diangkat menjadi Menkominfo (2004-2007) dan Menneg BUMN (2007-2009). Dia mulai dikenal setelah aktif sebagai relawan Lembang 9 (tim sukses JK) yang kemudian bergabung dalam tim sukses SBY-JK dalam Pilpres 2004. Ketika itu, TokohIndonesia.com menyebutnya sebagai mutiara yang masih terpendam.
Sebagai Menkominfo dia dinilai sukses sehingga diangkat menjadi Menneg BUMN pada reshuffle Kabinet Indonesia Bersatu 2007.Tidak tanggung-tanggung, dia pun segera merencanakan merger dan privatisasi 100 BUMN. Namun rencana ini tak pernah terwujud. Selama menjabat BUMN, dia lebih banyak meneruskan kebijakan menteri pendahulunya. Publik tidak banyak mengetahui apa yang dilakukannya, selain melihat kultur dan kinerja BUMN tetap seperti sediakala.

Kemudian dalam Pilpres 2009, Sofyan Djalil tidak terlibat langsung lagi sebagai tim sukses Capres. Hal ini bisa dimaklumi karena Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) bersaing dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Ketika Pilpres 2009 usai, di mana Jusuf Kalla kalah dan SBY menang, beredar berita bahwa beberapa menteri menjauhi Wapres JK, termasuk Sofyan Djalil. Berbagai kalangan yang mengetahui kedekatannya dengan JK menudingnya sebagai orang yang lupa kacang akan kulitnya.

Namun, tudingan ini dibantah, bahkan isterinya Ratna Megawangi turun tangan, memberi penjelasan bahwa tidak benar Sofyan Djalil menjauhi JK. Dalam beberapa kunjungan Wapres JK, Sofyan Djalil memang tidak hadir karena memang sedang mengurus sekolah anak ke Amerika. Intinya, Sofyan Djalil bukanlah orang bertipe kacang yang lupa kulitnya. Bukan pula orang yang gila jabatan. Dijelaskan, keluarganya adalah berkarakter baik dan menjunjung tinggi etika moral.

Entah ada kaitannya, Menteri BUMN Sofyan A Djalil pun beberapa waktu kemudian mengutarakan tengah mempersiapkan diri untuk tidak menjadi menteri pada masa Kabinet SBY-Boediono 2009-2014. “Saya menyiapkan diri untuk tidak menjadi menteri. Untuk itu, semua program untuk menteri selanjutnya akan saya persiapkan. Jadi menteri yang akan datang tinggal menjalankannya,” kata Sofyan kepada para wartawan ketika ingin memasuki lift di Gedung Kementerian BUMN, Rabu (2/9/2009). Namun, “Jika terpilih lagi Alhamdullilah. Semuanya itu terantung hak preogratif presiden,” ujarnya berharap sembari menutup pintu lift.

Lalu, kebetulan, tak lama berselang, gempa dengan kekuatan 7,3 SR berpusat di laut sekitar 140 km dari Tasikmalaya, mengguncang pulau Jawa, termasuk Gedung BUMN. Semua, pegawai BUMN berhamburan ke luar gedung. Tetapi Sofyan Djalil dan pengawalnya tidak terlihat ikut berhamburan, dia bertahan di ruang kerjanya. Lalu, berselang beberapa menit, dia dan pengawalnya melambaikan tangan dari jendela kantornya.

Dekat dengan Jusuf Kalla
Sofyan Djalil belum banyak dikenal orang sebelum diangkat menjadi Menkominfo (2004-2007) dan Menneg BUMN (2007-2009). Isterinya, Ratna Megawangi, justru lebih dikenal publik karena sering menulis di koran. Sofyan Djalil mulai dikenal publik setelah dekat dengan Jusuf Kalla di Lembang 9. Lembang 9 adalah tim sukses Jusuf Kalla ketika mengikuti konvensi Capres Partai Golkar 2004 yang berkantor di Jalam Lembang No.9, Menteng, Jakarta Pusat.

Kemudian, setelah JK dilamar SBY menjadi Cawapres, Tim Lembang 9 bergabung dalam tim sukses SBY-JK pada Pilpres 2004. Sofyan Djalil ikut di dalamnya sebagai relawan. Dalam kesempatan itu, TokohIndonesia.com mulai mengenalnya selepas wawancara dengan JK, karena JK menugaskannya berhubungan dengan TokohIndonesia.com.

Ternyata, dia sudah pernah menjabat Staf Ahli Menteri Negara Pendayagunaan BUMN bidang Komunikasi dan Pengembangan SDM/Asisten Kepala Badan Pembina BUMN Bidang Komunikasi dan Pengembangan SDM (Juni 1998-Februari 2000).

Pria kelahiran Perlak, Aceh 23 September 1953, ini juga lulusan Doctor of Philosophy (Ph.D), The Fletcher School of Law and Diplomacy, Tufts University, Medford, Massachussets, AS, bidang studi International Financial and Capital Market Law and Policy, tahun 1993. Dia juga seorang peneliti dan konsultan.

Setelah mengetahui berbagai latar belakangnya, wartawan TokohIndonesia.com mewawancarai dan menulis biografinya dengan judul: Mutiara Terpendam dari Aceh. Kemudian, setelah dia diangkat menjadi menteri diperbaharui menjadi: Mutiara Bangsa dari Aceh.

Advertisement

Lead artikel itu berbunyi demikian: “Kisah hidup anak petani ini pantas dijadikan inspirasi bagi penimba pengalaman. Mantan Asisten Kepala Badan Pembina BUMN/ Staf Ahli Meneg BUMN, ini bak mutiara yang masih terpendam sebelum diangkat menjadi Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika) kemudian menjadi Menteri Negara BUMN Kabinet Indonesia Bersatu. Dia mutiara bangsa (berjiwa kebangsaan dan negarawan) dari Aceh.

Suami Ratna Megawangi ini seorang profesional, dosen dan konsultan spesialisasi implementasi good corporate governance dan corporate communication. Dia berobsesi, di mana pun berada, dapat memberikan nilai tambah (added value) sebagai amal soleh.

Sangat diyakini, kedekatan Sofyan dengan JK telah memungkinkan dia dipercaya menjadi Menkominfo, setelah SBY – JK memenangi Pilpres 2004. Selain memang karena kapasitasnya, sebagaimana digambarkan dalam biografinya di TokohIndonesia,com, dia memang terbilang menonjol dalam kegiatan Tim Sukses SBY-JK. Walaupun pasti disadari bahwa banyak orang punya kapasitas lebih dari dia, tetapi tidak punya kesempatan jadi menteri.

Kepada TokohIndonesia.com, Sofyan sendiri mengaku sebelum dipanggil ke Cikeas, awal Oktober 2004, dalam rangka penyusunan kabinet SBY-JK, dia belum pernah ketemu (empat mata, serius) dengan SBY. Namun, pada saat itu, JK sudah mempercayakannya mengurusi beberapa hal. Kedekatan JK dengan Sofyan Djalil makin tertangkap publik ketika proses penyelesaian masalah Aceh Merdeka.

Ketika TokohIndonesia.com wawancara kembali dengan Jusuf Kalla setelah tiga setengah tahun menjabat Wakil Presiden, termasuk mempercakapkan bagaimana kinerja Sofyan Djalil sebagai Menkominfo dan Menneg BUMN. Wapres menyatakan cukup bagus.

Sofyan Djalil memang tampak selalu mendampingi Wapres Jusuf Kalla dalam berbagai kunjungan, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Nama Sofyan Djalil pun semakin melambung dikenal publik dalam jabatannya sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (2004-2007). Dia dinilai berhasil memimpin Depkominfo. Walaupun ada kebijakannya yang mengundang kegelian ketika melarang tayangan televisi lewat tengah malam demi penghematan, serta penolakannya atas penggunaan open source software. Namun, secara umum, dia dianggap cukup berhasil meneruskan sebagian apa yang sudah digariskan dan diprogramkan Menkominfo pendahulunya Syamsul Muarif tentang Grand Strategy Telematika Indonesia.

Bahkan, menurut pengakuan Sofyan sendiri, Presiden juga menyatakan cukup puas atas kinerjanya sebagai Menkominfo selama dua setengah tahun, dilihat dari indikator kepastian regulasi frekuensi dan penerimaan negara. Presiden merasa puas dengan terobosan yang dibuat Sofyan berupa transparannya manajemen ferekuensi sehingga komunikasi dan informatika kembali kepada rule based.

Sofyan mengungkapkan hal itu ketika dipanggil SBY ke Cikeas, dalam rangka pergantian dan rotasi anggota KIB. Dalam pergantian menteri itu Sofyan dipindahposisikan menjadi Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN), 7 Mei 2007.

Beberapa pengamat meyakini pula, pengangkatan Sofyan menjadi Menneg BUMN, selain karena keberhasilnnya sebagai Menkominfo, juga lebih karena kedekatannya dengan Jusuf Kalla. Sehingga ketika tersebar kabar berita, Sofyan Djalil ikut menjauhi Jusuf Kalla setelah kalah dalam Pilpres 2009, cukup mengejutkan. Untunglah isterinya Ratna Megawangi segera menjelaskan bahwa Sofyan tidak benar menjauhi Jusuf Kalla. Rupanya, dia bukan orang bertipe kacang lupa kulitnya.

Dijelaskan, Sofyan dan keluarganya sangat menjunjung tinggi etika moral. Perjalanan hidup Sofyan sendiri sesungguhnya cukup menggambarkan betapa dia telah melampaui perjuangan sejak kanak-kanak, menjadi pejaga mesjid hingga digelari “James” sampai menjadi menteri.

Kendati dalam bahasa Aceh sangat sulit mencari kata asli (Aceh) untuk menyatakan terimakasih, Sofyan bukanlah tipe orang yang tidak tahu berterimakasih. Jika tidak salah, sebagai putera bangsa, dia adalah orang yang sering berterimakasih. Bahkan selalu bersyukur atas apa yang diperolehnya.

Namun, sebagaimana digambarkan Yudiantoro, seorang yang pernah bekerja untuk Sofyan Djalil dari tahun 2001-2005, Sofyan Djalil bukan tanpa kelemahan, salah satunya adalah (penilaian pribadi) ketidakmampuan beliau untuk merubah secara drastis kebijakan-kebijakan Kementrian Negara BUMN. “Beliau juga termasuk orang yang sangat susah untuk mempercayai orang (bahkan dalam satu kesempatan, beliau pernah berkata bahwa beliau tidak punya sahabat karib), sehingga perputaran kebijakan berada dalam lingkaran yang sangat kecil dan sulit diukur akuntabilitasnya.” tulis Yudiantoro.

Janjikan 100 BUMN Merger dan Privatisasi
Situs resmi pemerintah (indonesia.go.id) pada 21-08-2007, merilis pernyataan Menteri Negara BUMN, Sofyan Djalil, bahwa pemerintah secara bertahap akan melakukan revitalisasi dan merger terhadap sekitar 100 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk efisiensi.

Kita sudah siapkan sejumlah BUMN yang akan dimerger dengan tujuan agar lebih efektif dan efisien pengelolaannya,” katanya kepada wartawan di lokasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Jeneponto di Dusun Punagaya, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, Minggu (21/8/2007).

Pernyataan ini dikemukakannya berulang kali. Walaupun kemudian rencananya makin diciutkan dari sebelum 100 BUMN menjadi 37 BUMN yang akan dimerger dan diprivatisasi.

BUMN yang akan diprivatisasi itu antara lain: Kawasan Industri Medan, Kawasan Industri Makassar, Kawasan Industri Wijaya Kusuma, BNI Persero, Adhi Karya, PT Asuransi Jasa Indonesia, BTN, Jakarta Lloyd, Krakatau Steel, Industri Sandang, PT Inti, Rukindo, dan Bahtera Adi Guna, Kemudian, PT Perkebunan Nusantara III, PT Perkebunan Nusantara IV, PT Perkebunan Nusantara VII, dan Sarana Karya, Semen Batu Raya, Waskita Karya, Sucofindo, Surveyor Indonesia, Kawasan Berikat Nusantara, Pembangunan Perumahan (melalui IPO), Kawasan Industri Surabaya, dan Rekayasa Industri. Yodya Karya, Kimia Farma dan Indo Farma (keduanya mau merger), PT Kraft Aceh, PT Dirgantara Industri, Boma Vista, PT Barata, PT Inka, Dok Perkapalan Surabaya, Dok Perkapalan Koja Bahari, Biramaya Karya, dan Industri Kapal Indonesia (Kominfo Newsroom, 21/1/2008).

Namun, rencana ini mengundang kontroversi. Bahkan ada yang mengulasnya sebagai fakta dan kebohongan privatisasi di Indonesia. Sehingga sampai dia mengakhiri tugas sebagai Menneg BUMN rencana itu belum terwujud.

Maka, sehubungan dengan pernyataannya telah mempersiapkan diri untuk tidak menjadi menteri lagi, dia diharapkan untuk membenahi dulu semua permasalahan yang terjadi di sejumlah BUMN, khususnya di BUMN strategis, agar menteri yang menjabat nanti tidak mendapat warisan masalah. TI/CRS

***TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

02 | Mutiara Bangsa dari Aceh

Kisah hidup anak petani ini pantas dijadikan inspirasi bagi penimba pengalaman. Mantan Asisten Kepala Badan Pembina BUMN/ Staf Ahli Meneg BUMN, ini bak mutiara yang masih terpendam sebelum diangkat menjadi Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika) kemudian menjadi Menteri Negara BUMN Kabinet Indonesia Bersatu. Dia mutiara bangsa (berjiwa kebangsaan dan negarawan) dari Aceh.

Suami Ratna Megawangi ini seorang profesional, dosen dan konsultan spesialisasi implementasi good corporate governance dan corporate communication. Dia berobsesi, di mana pun berada, dapat memberikan nilai tambah (added value) sebagai amal soleh.

Kunci keberhasilannya adalah belajar dan bekerja keras serta menerima apa adanya. Putera bangsa kelahiran Perlak, Aceh, 23 September 1953, ini mewarisi kebersahajaan dan kecerdasan otak dari kedua orang tuanya, terutama Sang Ibunda. Dia berpendidikan akademis luar negeri, berpengalaman luas, bersih dan berdedikasi tinggi. Dia menguasai hukum bisnis, kebijakan publik, pasar modal dan tentang pengelolaan perusahaan yang baik dan bersih.

Namanya sempat mengemuka tatkala Tanri Abeng mengangkatnya sebagai Asisten Kepala Badan Pembina BUMN/ Staf Ahli Menteri Negara Pendayagunaan BUMN, bidang Komunikasi dan Pengembangan SDM, Juni 1998. Tugas pertama doktor lulusan The Fletcher School of Law and Diplomacy, Tufts University, Massachussets, Amerika Serikat (1993) bidang studi International Financial and Capital Market Law and Policy, ketika itu terbilang unik.

Ia diminta menghadapi sejumlah demonstran yang menolak rencana privatisasi BUMN. Privatisasi adalah ide besar baru namun masih sangat tak populer ketika itu, sebab dianggap sebagai mengobral aset-aset negara. Demonstrasi aksi penolakan berkali-kali dialamatkan ke kantor Menteri BUMN.

Tanri yang murni profesional, tak punya pengalaman dan latar belakang politik, tak bisa bekerja dengan baik sebab selalu merasa terganggu oleh kehadiran para demonstran yang dibumbui opini dari para partisan politik. Beberapa pakar ekonomi dan politisi, di antaranya Didik J Rachbini dan Eky Sjachrudin, menyarankan agar Tanri mencari seorang asisten khusus mengatasi persoalan komunikasi.

Nama yang direkomendasikan adalah Dr Sofyan A. Djalil, SH, MA, MALD, profesional muda, berpengalaman luas, berpendidikan akademis lulusan dari luar negeri yang dikenal bersih dan berdedikasi tinggi. Dia disamping mengerti seluk beluk hukum bisnis, kebijakan publik, pasar modal, dan lain-lain, adalah juga mantan aktifis.

Lalu, dalam sebuah undangan makan siang Tanri dan Sofyan Djalil bertemu untuk pertama kali dan berbicara serius. Tanri mengutarakan sedang membutuhkan seorang asisten khusus untuk urusan pengembangan SDM dan komunikasi. Sofyan lalu menyerahkan curriculum vitae-nya untuk dibaca. Dari mulut Tanri langsung terucap kata “Oke, silakan datang hari Senin depan.”

Belum ada kejelasan jabatan, pekerjaan, apalagi SK pengangkatan pada hari pertama, Sofyan bekerja langsung berbicara menghadapi para demonstran. Sebuah pekerjaan yang bagi mantan aktivis pergerakan ini tak begitu sulit sebab ia sangat menguasai betul permasalahan BUMN. Ia tergolong pemberani namun luwes berbicara. Ia paham tentang BUMN sebab ketika bekerja sebagai associate fellow di lembaga penelitian CPIS (Center for Policy and Implementation Studies, tahun 1993-1997), ia pernah duduk sebagai ketua tim studi tentang peningkatan efisiensi BUMN. Persis sebelum ditunjuk pun, selama beberapa bulan (Maret-Juni 1998) ia adalah Kepala Divisi Riset dan Pengembangan PT Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Bukan cuma berhasil secara persuasif menangani para demonstran penolak kebijakan privatisasi BUMN, mantan aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) ini turut serta aktif mendinamisir kementerian BUMN untuk langsung berjalan dengan baik walaupun lembaga ini baru seumur jagung.. Sebuah prestasi baik bagi sebuah kementerian yang baru dibentuk.

Sebagai Asisten Kepala Badan/Staf Ahli Menneg BUMN bidang Komunikasi dan Pengembangan SDM, nama Sofyan Djalil seringkali menghiasi halaman demi halaman suratkabar. Demikian pula wajah dan pernyataannya kerap muncul di media televisi berbicara lugas menjelaskan visi dan misi kementerian BUMN termasuk menjelasakan philosofi dan cara melakukan privatisasi yang transparan dan akuntabel. Ia lancar mengomunikasikan kebijakan memberdayakan BUMN sebagai salah satu soko guru perekonomian nasional.

Staf inti Tanri ketika itu merupakan kombinasi unsur birokrat dan swasta, yang dalam waktu singkat mampu menciptakan banyak hal berupa perbaikan dan penambahan pengembangan institusi. Mereka juga merencanakan banyak hal, yang didasarkan pada pemetaan kondisi BUMN yang kemudian disetujui oleh Presiden Habibie yakni apa yang disebut dengan program profitisasi, restrukturisasi dan privatisasi BUMN. Blue print BUMN yang disiapkan pada priode tersebut dinilai oleh para pengamat sebagai yang paling komprehensif dan realistis. Namun perencanaan dan program tersebut memang tak sempat dijalankan hingga tuntas, sebab usia kabinet Habibie tidak cukup panjang.

Ganti pemerintahan, sejak Februari 2000, Sofyan Djalil kembali tekun sebagai profesional swasta dengan mengantongi segudang pengalaman berharga yang luar biasa bermanfaat. Selama menjabat sebagai asisten menteri, ia berkesempatan banyak belajar tentang berbagai hal baru. Misalnya, ia pernah ditugaskan menjadi komisaris di BUMN PT Pelindo III (1998-Mei 2001) dan PT PLN (1999-Juni 2002). Selain itu, dipercayakan tugas komisaris utama PT Pupuk Iskandar Muda (1999-Juli 2004), dan komisaris independen PT Kimia Farma Tbk (sejak Mei 2003-sekarang). Sebuah kepercayaan yang didasarkan pada kompetensi, kapabilitas, kredibilitas, serta integritas seorang profesional.

Sebagai sarjana hukum bidang hukum bisnis lulusan UI Jakarta (1984), menggondol dua gelar master di bidang kebijakan publik (MA, 1989) dan hubungan ekonomi internasional (MALD, 1991), bahkan doktor bidang studi international financial and capital market law and policy (PhD, 1993), ia mengaku awalnya tidak tahu apa-apa tentang pelabuhan dan kelistrikan. Belajar segera tentang pelabuhan dan kelistrikan dalam dua tiga bulan menjadi tahu berbagai permasalahan bisnis di kedua bidang itu. Pengalaman sangat berharga lain, ia menjadi cukup memahami permasalahan dan implementasi good corporate governance dan beragam persoalan hukum perusahaan yang terjadi dalam praktek.

Pengalaman itu berharga sebab dia mampu mengelola dan menciptakannya menjadi sebuah nilai tambah (added value) baru. Sofyan Djalil selalu berprinsip menciptakan nilai tambah harus selalu dilakukan, dimanapun berada, sebagai bentuk ibadah beramal soleh.

Sofyan yang profesional, mendirikan perusahaan jasa konsultan khusus bidang implementasi good corporate governance dan corporate communication, namanya “Sofyan Djalil & Partners” (SDP). Ia duduk sebagai managing partner. Kantor konsultan ini memiliki sejumlah klien BUMN dan perusahaan swasta terkemuka yang ingin menerapkan konsep good corporate governance untuk meningkatkan efisiensi perusahaan, maupun yang membutuhkan jasa komunikasi perusahaan.

Tercatat beberapa nama yang menjadi kliennya, misalnya, PT Perusahaan Gas Negara (PGN), PT Elnusa, PT Jamsostek, PT Waskita Karya, PT Surveyor Indonesia, PT Pupuk Kujang, PT Pembangkitan Jawa Bali, PT Pelabuhan Indonesia III, Perum Pegadaian, PT Indonesia Power, PT Pupuk Sriwijaya, PT Citra Marga Nusaphala Tbk, PT Caltex Pacific Indonesia, PT PLN, dan lain-lain.

Profesional yang berpengalaman dalam persoalan hukum perusahaan, ini pun aktif sebagai anggota Badan Arbitrasi Pasar Modal Indonesia (BAPMI, 2003-sekarang), anggota tim ahli Komisi Nasional Good Corporate Governance (2001-sekarang), dan anggota tim pakar Departemen Kehakiman dan HAM RI (2001-sekarang).

Sofyan tak pelit berbagi ilmu, pengalaman dan gagasan. Mengajar dianggapnya sebagai share idea dan amal soleh. Mengajar tidaklah sulit sebab dahulu semasa tinggal di Aceh, lulusan Pendidikan Guru Agama (PGA) ini pernah sebagai guru selama dua tahun. Mengajar sama mudahnya dengan menyampaikan khotbah dan ceramah siraman rohani kepada ummat, sebagai buah masa pendidikan panjang di madrasah.

Pengalaman dan pendidikan masa lalu, ternyata menjadi sangat berguna di kemudian hari. Ia mengajar sebagai dosen di berbagai fakultas hukum, di beberapa program pasca sarjana, dan di lembaga pendidikan tinggi manajemen bergengsi lainnya sambil sesekali berkhotbah.

Sofyan adalah dosen pada Fakultas Ekonomi dan Program Magister Manajemen Universitas Indonesia (FE-UI dan MM-UI), sejak tahun 1993. Juga dosen pada Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH-UI) sejak tahun 2000 dan pada Pasca Sarjana FH Universitas Padjadjaran, Bandung (2001-sekarang). Sebelumnya, ia dosen pada Diklat Manajemen LPPM Jakarta (1997), dosen pada Diklat Pengembangan Kepemimpinan Profesional (DPKP) BUMN Departemen Keuangan (1997), dosen pada Program Magister Manajemen Universitas Sahid dan LPPM (1994-1995), serta dosen pada Lembaga Manajemen Keuangan dan Akuntansi (LMKA), pada Yayasan Pengembangan Insan Pasar Modal (Yuppies), LM-Gika, dan pada Equitas Institute (1994-1995)

Sebagai seorang lulusan pendidikan tinggi dan berkarir di lingkungan akademis, melengkapi aktivitas sehari-hari sebagai profesional, Sofyan aktif menulis artikel di berbagai media massa dan menyajikan makalah di beberapa seminar. Ia menulis berbagai tulisan, memo kebijakan, artikel maupun kolom, makalah seminar, jurnal, bahan pelatihan dan publikasi.

Kesenangan menulis ini klop dengan kesenangan dan kebiasaan istrinya yang telah memberinya tiga orang anak, Ratna Megawangi yang sehari-hari aktif mengajar sebagai dosen di IPB Bogor dan seorang kontributor tetap harian “Suara Pembaruan” Jakarta yang juga bergelar doktor Ph.D dari kampus sama Tufts University, Massachussets, Amerika Serikat.

Nilai Luhur
Sofyan Djalil bersama Ratna Megawangi, aktif dalam kegiatan sosial kemanusiaan. Keduanya bersama beberapa teman mendirikan Yayasan Nilai Luhur Indonesia (The Indonesia Heritage Foundation) yang bergerak dalam pengembangan pendidikan berbasis karakter. Yayasan ini telah menelurkan model pendidikan holistic berbasis karakter lengkap dengan kurikulum dan modul sampai saat ini masih pada tingkat Taman Kanak (TK). Sedangkan untuk tingkat SD masih dalam priode uji coba (pilot project).

Di samping mengelola TK Karakter, yang juga berfungsi sebagai laboratorium pendidikan yang tepat dan menyenangkan (appropriate and joyful education). Yayasan Nilai Luhur juga memfalitasi sekolah TK berbiaya murah sebagai bentuk pengembangan komunitas bagi masyarakat yang tak mampu yang disebut dengan Semai Benih Bangsa (SBB). Tempat belajar SBB tidak terlalu penting, bisa di halaman rumah, garasi, teras masjid, di kolong menasah (Aceh) atau dimana saja. Yang paling penting adalah guru, modul, dan proses belajar yang menyenangkan. SBB ini umumnya dimiliki oleh masyarakat, sebagai bentuk tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. Hasil didikan pola SBB sangat menggembirakan. Menurut studi independen yang dilakukan terhadap lulusan yang sekarang tersebar di berbagai SD ciri karakter mereka adalah sangat jelas, yang berbeda dengan teman-teman sebaya, dalam hal disiplin, rajin, toleran, dll sesuai dengan nilai karakter yang ditanamkan.

Program SBB sekarang sudah mulai berkembang dan diadopsi sebagai bagian dari program Community Development beberapa perusahaan minyak, seperti Exxon Mobil, Star Energy, Conoco dan lain-lain. Sofyan bersama isteri sangat gembira bahwa benih yang mereka tanam mulai menunjukkan hasil. Saat ini jumlah SBB yang tersebar di berbagai daerah hampir mencapai angka 100 buah.

Yayasan Nilai Luhur Indonesia yang didirikan Sofyan dan Isteri dengan sebuah misi yang jelas. Walaupun yayasan ini masih sangat kecil, yayasan telah menerapkan standar pengelolaan berdasarkan nilai etika yang paling tinggi. Tiap tahun yayasan diaudit oleh akuntan publik dan laporan keuangannya dapat diberikan kepada siapa saja yang meminta, baik donatur ataupun bukan. Kebiasaan yang baik ini, menurut Sofyan, seharusnya diikuti oleh segenap institusi yang dipercayakan dana oleh masyarakat. Audit dan transparansi sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada semua pihak yang terlibat dengan Yayasan.

Di samping program SBB, Yayasan Nilai Luhur Indonesia juga mengelola sebuah model Taman Kanak-Kanak (TK) Karakter di Jakarta. Sesuai dengan namanya, TK dan SBB yang didirikan dan dikelola pasangan Sofyan Djalil dan Ratna Megawangi ini adalah produk nilai lulur bangsa serta sekaligus untuk membangkitkan kembali nilai-nilai luhur Indonesia yang belakangan semakin tenggelam oleh hedonisme, pragmatisme, ingin sukses secara instan dengan mengabaikan semangat kerja keras dan penghormatan terhadap nilai-nilai luhur, moral dan etika.

Spesialisasi pengelolaan TK menanamkan pembentukan karakter sejak dini, ini ditempuhl Sofyan Djalil dan Ratna Megawangi sebab mengetahui keberhasilan seseorang dalam hidup ternyata bukan ditentukan oleh otak saja. Menurutnya, ada penelitian terhadap orang-orang yang sukses dalam berbagai bidang, mereka umumnya memiliki 13 faktor untuk bisa sukses, 10 di antaranya menyangkut watak atau karakter dan hanya tiga yang menyangkut kemampuan otak. Karakter yang dibutuhkan seperti, pekerja keras, pantang menyerah, jujur, dapat dipercaya, toleran, dapat bekerja sama adalah ciri-ciri yang umumnya ditemukan pada orang-orang yang sukses.

Warisan Kecerdasan
Pulang dari Amerika menggondol gelar bergengsi Ph.D, Sofyan lantas menekuni banyak hal di antaranya peneliti di CPIS, mengajar, memberikan jasa konsultansi, menekuni organisasi profesi, bergelut di pasar modal, dan macam-macam profesi lain. Beragam peluang terbuka baginya asal, sekali lagi mau bekerja keras, berpinsip menciptakan nilai tambah, dan semua adalah ibadah amal soleh. Di manapun berada ia selalu berprinsip melakukan yang terbaik. Dia tak pernah mencari pekerjaan. Tetapi setiap kali ada pekerjaan ia akan melakukan dengan sebaik-baiknya. Katanya, “I do my best.”

Sepulang dari Amerika membuatnya “kaget” lain. Ibunya yang tak berpendidikan, yang tahun 1960-an mengikuti Program Pemberantasan Buta Huruf (PBH), itu dilihatnya sudah bisa menafsirkan ayat-ayat suci Al-Qur’an langsung dari Al-Qur’an. Ibunya tak lagi memerlukan buku teks. Itu, hasil belajar yang luar biasa bagi ibunya yang sudah berumur di atas 60 tahun yang didapatkan dari pengajian. Kemampuan yang demikian dari yang sebelumnya buta huruf, semakin membuat Sofyan Djalil yakin dan bangga bahwa belajar dan bekerja keras bisa membawa keberhasilan kepada siapapun.

“Berarti, ibu saya walaupun tidak berpendidikan otaknya pintar sekali. Saya mungkin termasuk orang yang mendapatkan keturunan yang baik dari genetika otak, walaupun saya lahir jauh nun di gunung sana, dari sekolah agama bisa sekolah ke Amerika di universitas yang terbaik pula dan sukses,” kata Djalil, tak bertendensi menyombongkan diri, tetapi untuk memberi inspirasi kepada semua orang bahwa siapa pun bisa sukses dan berhasil jika mau belajar dan bekerja keras.

Dipanggil “James”
Prinsip hidup sederhana selalu beramal soleh dengan menciptakan nilai tambah, diakui Sofyan diperoleh sebagai hasil proses pendidikan dan pengasuhan orangtua, yang dahulu berjuang keras sekuat tenaga menyekolahkannya.

Jika melihat deretan gelar akademis, aktivitas bisnis, profesionalisme, kehidupan sosial dan hingar bingar politik yang ditekuni akhir-akhir ini, rasanya tak akan mengira kalau Sofyan berasal dari sebuah keluarga yang sangat sederhana, tinggal di sebuah desa pedalaman gunungan terpencil di Perlak, Aceh. Orang tuanya adalah petani biasa yang hanya memiliki setengah hektar sawah untuk menghidupi keluarga. Untuk membutuhi keperluan keluarga, ayahnya juga berprofesi tukang pangkas di desa, dan ibu memelihara beberapa ekor bebek.

Telur-telur bebek peliharaan ibunya inilah yang tiap hari dikumpulkan, dijual ke pasar untuk membiayai sekolah Sofyan di madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, hingga Pendidikan Guru Agama (PGA). Ia bisa besar dan bersekolah tak lain karena telur bebek, ditambah doa dan perjuangan ekstra keras sang Ibunda. Begitu lulus PGA, selama dua tahun mengajar sebagai guru agama di Aceh. Karena tak kunjung diangkat menjadi pegawai negeri, Djalil memutuskan keluar lalu menekuni profesi baru bekerja di sebuah pabrik karet selama dua tahun, juga di Aceh.

Tahun 1976, ia pindah ke Jakarta untuk mengubah nasib. Kedatangannya ke Jakarta terkait dengan keikutsertaan sebagai delegasi Aceh dalam Muktamar Nasional Pelajar Islam Indonesia (PII), tahun 1976. Selama sekolah di madrasah, Djalil adalah aktivis PII Aceh membuatnya memiliki kelebihan dibanding siswa lain. Dengan aktif di PII ia berhasil membuka horison berpikir dan cara pandang terhadap dunia. Usai mukhtamar Djalil bukannya pulang ke kampung. Tetapi, justru tinggal menetap di Jakarta.

Di Jakarta, oleh kawan-kawannya ia dijuluki “James”, artinya Penjaga Mesjid, sebab saban hari hanya berkutat hidup dan tidur di lingkungan mesjid Menteng Raya, Jakarta Pusat persis dekat kantor pusat PII.

Setahun menganggur hanya tidur di mesjid sebagai “James”, tahun 1977 Sofyan memperoleh pekerjaan di Kejaksaan Agung RI. Pekerjaan bantu-bantu mengurus mesjid di Pusdiklat Kejaksaan Agung. Setahun kemudian, tahun 1978, usai bekerja di sore hari ia kuliah melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH-UI), mengambil bidang studi hukum bisnis dan tamat tahun 1983.

Setamat kuliah, dia segera meninggalkan Kejaksaan Agung. Ia menjadi peneliti pada CPIS (Center for Policy and Implementation Studies), Departemen Keuangan. Ia, antara lain, berkesempatan ikut terlibat dalam berbagai proyek penelitian seperti Kupedes dan Simpedes dari BRI, masalah Keluarga Berencana, Evaluasi Sekolah Dasar Inpres, Program Restrukturisasi BUMN, Perdagangan Internasional dan Kerjasama Regional dan lain-lain.

Ketika tahun 1985 CPIS berencana menyekolahkan beberapa orang penelitinya ke luar negeri, namanya ikut terpilih dari sekian banyak peminat. Diantara syarat sekolah ke luar negeri, Djalil terlebih dahulu mengikuti Graduate Record Examination (GRE), untuk itu ia harus dan belajar matematika. Pada usia sudah menginjak 31 tahun pertamakali ia bersentuhan dengan matematika.

“Baru setelah saya belajar matematika, tahu kalau minus kali minus jadi plus, karena background pendidikan saya adalah guru agama,” tutur Sofyan Djalil, jujur. Namun karena mau belajar dan bekerja keras, kendati di baru berkesempatan belajar dasar-dasar matematika di usia 31 tahun, ia bangga bisa mengambil kuliah di Tufts University, sebuah universitas terkemuka yang orang Amerika pun tidak mudah masuk ke situ. Ia menamatkannya tahun 1993. Dia adalah pantas dibanggakan sebagai doktor pertama dari The Fletcher School of Law and Diplomacy – Tufts University yang berasal dari Indonesia.

Tentang keberhasilan hidupnya, ia berprinsip di mana ada kemauan di situ pasti ada jalan, where there is a will there is a way, asal mau saja dan bekerja keras. Prinsip ini diinspirasi oleh guru bahasa Inggrisnya semasa PGA, Danil Syarief yang selalu menyebutkan where is a will there is a way berkali-kali untuk menyemangati setiap siswa.

Dari berbagai pengalaman yang dipetik dan dilakoninya, dia pun berpikir, kalau suatu saat jadi orang, maka ia akan menulis biografi yang bisa memberikan inspirasi kepada banyak orang kecil, yang berguna dan pantas untuk di-share dengan orang lain.

Indonesian Dream
Baginya hidup di bumi Indonesia adalah hal yang menarik dan patut disyukuri. Negeri ini tak sekalipun memperlakukan tindakan diskriminatif kepada warganya. Semua warga mempunyai kesempatan sama untuk maju dan berkembang, asal mau belajar dan bekerja keras. Tidak ada sekelompok aristokrasi yang menghambat, sehingga tidak relevan istilah kelompok mayoritas atau minoritas. Siapapun bisa naik ke pentas nasional melalui jalur pendidikan. Dicontohkannya nama Rokhmin Dahuri, Menteri Kelautan dan Perikanan anak seorang nelayan kecil dari Desa Gebang, Kecamatan Babakan, Cirebon, Jawa Barat.

Demikian pula mantan bosnya Tanri Abeng, yang kampungnya pernah dikunjungi Sofyan di pegunungan di Sulawesi Selatan. Sofyan yang merasakan kehidupan semasa kecilnya miskin, ternyata masa kecil manajer terkemuka Tanri ternyata tidak jauh berbeda dari dirinya.

Kemauan belajar dan bekerja keras, kata Djalil, bisa melahirkan Indonesian Dream sebagai kunci sukses keberhasilan hidup, sebagaimana bangsa Amerika memiliki jargon American Dream. “Kalau kita kerja keras kita bisa,” kata Djalil.

Nilai Tambah
Sebagai tipikal pekerja keras yang mau belajar dan hidup bersemangat tinggi, menjelang pemilihan umum presiden 2004, Sofyan menambah aktivitas. Ia terlibat sebagai relawan aktif di kubu pasangan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan wakil presiden Muhammad Jusuf Kalla. Pilihan dijatuhkan kepada pasangan ini sebab percaya tim ini lebih baik.

Ia menyerahkan segenap waktu dan tenaga membantu pemenanganan pasangan ini. Sebab dalam pandangannya, bangsa Indonesia membutuhkan perubahan besar sesegera mungkin agar tidak terpuruk lebih dalam menjadi negara miskin total. Sofyan mengaku membantu SB Yudhoyono murni sebagai profesional, bukan partisan partai politik. Karenanya, ia tak mengharapkan pamrih apa-apa.

Kalaupun diberikan kesempatan untuk menciptakan nilai tambah di suatu tempat di mana pun itu, ia berjanji akan melakukan yang terbaik. “I will do my best,” katanya, sebab itu adalah amal soleh. Sikapnya ini sama persis dengan apa selalu dicamkan di negera demokrasi terbesar dunia, Amerika Serikat. Di tempatnya dahulu kuliah, itu seseorang menjadi presiden, gubernur, atau bupati karena mempunyai ide memperbaiki bangsa. Jabatan politik diraih untuk pengabdian bukan untuk mencari duit. “Kita, mungkin belum sampai ke sana,” aku Sofyan Djalil.

Besar serta luasnya aktivitas dan keterlibatan selalu dia maksudkan untuk menciptakan nilai tambah sebagai amal soleh. Sebuah prinsip hidup yang sangat sederhana dan bersahaja. Ia menyebut diri sebagai seorang yang tak pernah mempunyai cita-cita sejak kecil mau menjadi apa. Ia membiarkan hidupnya mengalir begitu saja. Hidup ini adalah ibarat orang sedang tercepur ke sungai, maka, tugasnya adalah mengepakkan tangan dan kaki mengikuti arus air sungai agar tak tenggelam dan terbawa arus. Hingga tiba saatnya nanti, ia tersangkut di suatu tempat.

Begitu tersangkut bekerja di suatu tempat, maka, adalah tugas dan kewajiban amal soleh untuk menciptakan nilai tambah di situ. Hingga tiba saatnya, kembali datang ombak besar atau air bah yang menghayutkannya. Setiap tersangkut di tempat manapun Sofyan selalu berusaha menciptakan nilai tambah sebagai amal soleh.

Ia sangat bangga jika mampu menciptakan nilai tambah. Seperti, tercapai efisiensi di lingkungan perusahaan klien. Ia akan senang memperoleh upah dari jasa konsultansinya itu. Menurut Sofyan jika seseorang kaya karena menciptakan nilai tambah yang membawa manfaat kepada orang banyak, maka kekayaan itu adalah rahmat Tuhan. Namun menurutnya adalah dosa tujuh turunan jika seseorang memperoleh kekayaan dengan cara menghancurkan orang lain, atau merusak lingkungan dan merusak sistem baik yang ada.

Rasa tidak sesuai dengan hati nurani salah satu penyebab ia tak mau membuka firma hukum, walau kredibel dan sangat berkapasitas untuk itu. “Karena, kalau saya bikin law firm ada banyak sekali grey area di situ,” kata Djalil.

Sofyan Djalil merasa bersyukur mempunyai kantor kecil yang telah mempekerjakan 17 orang. Secara financial kehidupan rumah tangganya sudah independen. Bersama istri Ratna Megawangi, keduanya sepakat agar selalu membuat sesuatu yang bermanfaat. Tangan di atas “memberi” jauh lebih baik dibanding jika di bawah “menerima”. Sofyan percaya betul, Tuhan pasti menolong jika kita menolong orang lain. “Saya percaya betul, bahwa semua urusan akan mudah kalau kita pihak yang benar”.

Berkaitan dengan jabatan publik, Sofyan percaya itu adalah sebuah amanah, “trust” kata orang Inggris yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan orang banyak. Janganlah dengan jabatan publik digunakan untuk memperkaya diri sendiri sebab itu tak akan pernah cukup,” kata Djalil. Ia menyederhanakan hidupnya, yang penting anak-anak bisa besar, independen, hidup mandiri, baginya itu sudah alhamdulillah. “Jadi, itu prinsip-prinsip hidup saya.” < ht-mlp

***TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

03 | Menkofinfo Jadi Meneg BUMN

Cukup sukses sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Dr Sofyan A. Djalil, SH, MA, MALD dipindahposisikan menjadi Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Meneg BUMN). Presiden SBY langsung mengumumkan hal itu, di Istana Merdeka, Senin 7 Mei 2007. Sofyan Djalil sebelumnya pernah menjabat Asisten Kepala Badan Pembina BUMN/ Staf Ahli Meneg BUMN (Juni 1998-Februari 2000). Selain Sofyan Djalil ada 6 lagi menteri yang diganti.

Sebelumnya Presiden SBY memanggil Sofyan Djalil ke Puri Cikeas, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (5/5). Seusai bertemu presiden lebih kurang satu jam, Sofyan A. Djalil menyatakan dirinya diminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menempati posisi baru. “Posisi apa itu, terserah Presiden karena itu hak prerogatif,” ujarnya kepada wartawan.

Menurut Sofyan, Presiden juga menyatakan cukup puas atas kinerjanya sebagai Menkominfo selama dua setengah tahun ini dilihat dari indikator kepastian regulasi frekuensi dan penerimaan negara. Presiden merasa puas dengan terobosan yang dibuat Sofyan berupa transparannya manajemen ferekuensi sehingga komunikasi dan informasi kembali kepada rule based. “Industri terkait juga merasa puas dan dekat dengan Departemen Komunikasi dan Informatika,” ujarnya.

Selama dua setengah tahun memimpin Depkominfo, Sofyan Djalil telah mengeluarkan 24 regulasi dalam menajemen frekuensi. 36 regulasi lain rencananya akan dikeluarkan tahun ini. Sementara untuk pendapatan negara bukan pajak yang dihasilkan Menkominfo juga terus meningkat dari Rp1,1 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp3,9 triliun pada 2006.

Sofyan Djalil juga mengungkapkan tidak keberatan apapun posisi baru yang akan ditempatinya. “Bagi saya, selama saya bisa berbuat baik untuk orang banyak, InsyaAllah akan saya laksanakan sesuai kemampuan saya,” katanya.

Sofyan benjanji untuk mengerjakan amanat yang diberikan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan dirinya. “Kalau Presiden menganggap saya bisa memberikan nilai tambah dan berbuat kebaikan buat orang banyak, itu akan saya kerjakan sebaik-baiknya,” kata Sofyan.

Ketika ditanya apakah pos baru yang akan ditempatinya adalah Kementerian Pemberdayaan BUMN seperti yang santer dibicarakan belakangan ini, Sofyan mengatakan belum bisa mengetahui karena itu merupakan hak prerogatif Presiden.

Selain Sofyan Djalil, di Puri Cikeas juga tampak Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan Pelaksana Tugas Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (JAM Pidsus) Hendarman Supanji. Menurut kabar, Hendarman disebut-sebut akan menjadi Jaksa Agung menggantikan Abdul Rahman Saleh. mlp

Data Singkat
Sofyan Djalil, Menteri PPN/Kepala Bappenas, 2015-2019 / Bukan Kacang Lupa Kulit | Direktori | Menteri, BUMN, Kacang, Lupa Kulit

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini