Dipecat dari Militer
Prabowo Subianto
[DIREKTORI] Dipecat (diberhentikan) dari dinas militer, Prabowo beralih menjadi pengusaha. Ia mengabdi pada dua dunia. Nama mantan Pangkostrad dan Komjen Kopassus yang sering dikaitkan kasus pelanggaran HAM ini kembali mencuat, menyusul keikutsertaannya dalam konvensi calon presiden Partai Golkar. Kemudian dalam Musyawarah Nasional (Munas) VI Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan Kongres V Petani 5 Desember 2004 di Jakarta, dia terpilih menjadi Ketua Umum HKTI periode 2004-2009 menggantikan Siswono Yudo Husodo dengan memperoleh 309 suara, mengalahkan Sekjen HKTI Agusdin Pulungan, yang hanya meraih 15 suara dan satu abstein dari total 325 suara.
Putera begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo ini telah kembali ke ladang pengabdian negerinya. Tak berlebihan untuk mengatakannya demikian. Maklum, kendati sudah hampir tiga tahun pulang ke tanah air – setelah sempat menetap di Amman, Yordania – Prabowo praktis tak pernah muncul di depan publik. Apalagi, ikut nimbrung dalam hiruk-pikuk perpolitikan yang sarat dengan adu-kepentingan segelintir elite.
Mantan menantu Soeharto ini lebih memilih diam, sembari menekuni kesibukan baru sebagai pengusaha. “Kalau bukan karena dorongan teman-teman dan panggilan nurani untuk ikut memulihkan negara dari kondisi keterpurukan, ingin rasanya saya tetap mengabdi di jalur bisnis. Saya ingin jadi petani,” ucap Prabowo.
Diakui, keikutsertaannya dalam konvensi Partai Golkar bukan dilatarbelakangi oleh hasrat, apalagi ambisi untuk berkuasa. Seperti sering diucapkan, bahkan sejak masih aktif dalam dinas militer, dirinya telah bersumpah hendak mengisi hidupnya untuk mengabdi kepada bangsa dan rakyat Indonesia.
Prabowo sangat mafhum, menjadi capres – apalagi kemudian terpilih sebagai presiden – bukan pilihan enak. Karena, siapa pun nanti yang dipilih rakyat untuk memimpin republik niscaya bakal menghadapi tugas yang maha berat. “Karenanya, Pemilu 2004 merupakan momentum yang sangat strategis untuk memilih pemimpin bangsa yang tidak saja bertaqwa, tapi juga bermoral, punya leadership kuat dan visi yang jelas untuk memperbaiki bangsa,” tambahnya.
Bagi sebagian orang, rasanya aneh menyaksikan sosok Prabowo Subianto tanpa seragam militer. Tampil rapi dengan setelan PDH warna kelabu, lelaki 52 tahun itu memang terlihat lebih rileks jika dibandingkan semasa masih dinas aktif dulu. Senyumnya mengembang dan tak sungkan berbaur dengan masyarakat – utamanya kader-kader Partai Golkar – yang antusias menyambut kedatangannya di beberapa kota.
Dalam setiap orasi selama mengikuti tahapan konvensi calon presiden Partai Golkar, Prabowo bahkan amat fasih bertutur tentang kesulitan yang mengimpit para petani dan nelayan, serta beraneka problem riil di masyarakat yang kian mengenaskan. “Situasi ini harus cepat diakhiri. Kita harus bangkit dari kondisi keterpurukan dan membangun kembali Indonesia yang sejahtera,” ujarnya di atas podium.
Lahan Pengabdian
Pengabdian memang tak mengenal ruang dan waktu. Yang penting, bagi Prabowo, pengabdian harus dilandasi oleh komitmen dan kesungguhan untuk menjadi yang terbaik. Tentang ini, perjalanan hidup Prabowo – yang hampir separonya diabdikan sebagai prajurit TNI AD – memberi kesaksian penting ihwal bagaimana pengabdian dilakukan. Juga, bagaimana menyikapi risiko dari sebuah keputusan. Jika dicermati, perjalanan hidup Prabowo memang penuh mozaik dan sarat dengan cerita mengharu biru. Suatu perjalanan yang membuatnya lekat dengan pujian, sekaligus cercaan.
Sejarah mencatat, pengabdian 24 tahun Prabowo dalam dinas militer tidak sekadar mengantarkannya menjadi jenderal berbintang tiga. Namun, sekaligus meneguhkan reputasi pribadinya, hingga tercatat sebagai salah seorang tokoh yang berperan dan menjadi saksi penting dalam sejarah republik. Sebagai perwira TNI AD, reputasi alumnus Akabri Magelang (1974) ini memang membanggakan. Karier militernya – yang banyak diisi dengan penugasan di satuan tempur – terhitung lempang.
Pada masanya, Prabowo bahkan sempat dikenal sebagai the brightest star, bintang paling bersinar di jajaran militer Indonesia. Dialah jenderal termuda yang meraih tiga bintang pada usia 46 tahun. Ia juga dikenal cerdas dan berpengaruh, seiring dengan penempatannya sebagai penyandang tongkat komando di pos-pos strategis TNI AD.
Nama Prabowo mulai diperhitungkan, terutama sejak ia menjabat Komandan Jenderal Kopassus (1996) dan aktif memelopori pemekaran satuan baret merah itu. Dua tahun kemudian, ayah satu anak ini dipromosikan menjadi Panglima Kostrad. Posisi strategis yang, sayangnya, tidak lebih dari dua bulan ia tempati. Karier gemilang Prabowo memang kemudian meredup seketika. Sehari setelah Presiden Soeharto mundur dari kekuasaan, 21 Mei 1998, Prabowo – yang ketika itu menantu Soeharto – ikut digusur. Ia dimutasikan menjadi Komandan Sesko ABRI, sebelum akhirnya pensiun dini. Berbarengan dengan itu, bintang di pentas militer itu lantas diberondong dengan aneka rumor. Publik seolah digiring pada stigma serba negatif yang amat memojokkan sang jenderal.
Mulai dari tudingan bahwa dialah dalang (mastermind) dari serangkaian aksi penculikan para aktivis, penembakan mahasiswa Trisakti, penyulut kerusuhan Mei 1998, hingga menerabas ke isu seputar klik dan intrik di kalangan elite ABRI. Mulai dari tudingan adanya “pertemuan konspirasi” di Markas Kostrad pada 14 Mei 1998, tuduhan hendak melakukan kudeta yang dikaitkan dengan isu “pengepungan” kediaman Presiden B.J. Habibie oleh pasukan Kostrad dan Kopassus, sampai ke pembeberan sifat-sifat pribadinya
Lebih mengenaskan lagi, hampir semua kekacauan di tanah air sebelum dan sesudah Mei 1998 nyaris selalu dipertautkan dengan Prabowo.
Setelah hiruk-pikuk 1998 berlalu, yang berujung dengan berakhirnya masa dinas militernya, Prabowo kemudian terbang ke Inggris, sebelum bermukim di Yordania. Dari sinilah, ia mulai merintis karier sebagai pengusaha. Sebagai putra dari keluarga begawan ekonomi Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Prabowo sebenarnya tak terlalu asing dengan dunia usaha. Apalagi, selain ayahnya, anggota keluarga yang lain umumnya juga menekuni dunia bisnis.
Tak berbeda dengan di militer, karier Prabowo di dunia usaha pun melesat cepat. Selain karena kesungguhan dan kerja keras, ia juga tergolong cepat belajar. Kini, lima tahun setelah pensiun, ia telah memimpin armada bisnis di bawah payung Nusantara Group. Wilayah usahanya terentang dari Kalimantan Timur hingga Kazakhstan. Dari kelapa sawit, perikanan, pertanian, bubur kertas (pulp) hingga minyak dan pertambangan. “Militer dan bisnis sama saja. Sama-sama lahan untuk mengabdi, dan sama-sama banyak tantangan yang mesti dihadapi,” tutur Prabowo, yang gigih menawarkan konsep ekonomi kerakyatan dalam visi-misinya sebagai capres Partai Golkar. (Ondy
Pengurus HKTI 2004 -2009:
Ketua Umum:
Prabowo Subianto
Ketua Harian:
Benny Pasaribu
Ketua:
– Usman Hasan
– Syarifuddin Karama
– Winarno Tohir
– Agusdin Pulungan
– Mindo Sianipar
– Ny Ony Djafar Hafsah
– Lucky Londong
– Rahayu Abdullah
– Abdul Wahid
– Nasrun Arbain
– Soepriyatno
– Fadli Zon
– Sutrisno Iwantono
Sekjen:
Rachmat Pambudy
Bendahara Umum:
Hengky Ticoalu.
Capres Partai Gerindra
Ketua Umum HKTI dan mantan Pangkostrad dan Komjen Kopassus ini resmi dicalonkan Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) dalam Kongres Luar Biasa (KLB), di Jakarta Selasa (14/10/2008). Putera begawan ekonomi Sumitro Djojohadikusumo, dan mantan menantu Presiden Soeharto, kelahiran Jakarta, 17 Oktober 1951, itu juga menyatakan kesiapannya dicalonkan.
Prabowo yang dalam beberapa bulan terakhir gencar meningkatkan pencitraan diri lewat iklan-iklan di televisi dan media cetak itu dalam hasil survei nasional bulan September yang dilakukan National Leadership Center (NLC) bersama Taylor Nelson Sofress (TNS) Indonesia menduduki peringkat ketiga tokoh yang diinginkan responden menjadi presiden.
Menurut dosen ilmu manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Taufik Bahaudin, yang juga Presiden Direktur National Leadership Center (NLC), dalam jumpa pers, Kamis (9/10/2008), iklan yang menampilkan realitas kehidupan yang ditampilkan Prabowo, mampu menarik perhatian masyarakat.
Taufik memperkuat pendapatnya dengan hasil polling terhadap 2.000 orang yang diambil secara random di 200 kecamatan di 30 provinsi bersama lembaga riset Taylor Nelson Sofress (TNS) dalam dua tahap, Juli dan September.
Hasil polling September 2008, Prabowo Subianto dipilih 15 persen responden. Ia berada di urutan ketiga di bawah Susilo Bambang Yudhoyono 34 persen dan Megawati Soekarnoputri 22 persen. Disusul Sultan Hamengku Buwono X dan Wiranto masing-masing 4 persen.
Sementara untuk lima besar di partai, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan mendapat 25 persen, Partai Demokrat (24 persen), Partai Gerindra (13 persen), Partai Golkar (11 persen), dan 5 persen untuk Partai Keadilan Sejahtera.
Namun, menurut Taufik, hasil polling tersebut belum menunjukkan arah Pemilu 2009. Walaupun, ia mengaku terkejut dengan munculnya nama Prabowo Subianto bersama Partai Gerindra diminati responden. Padahal, partai tersebut masih baru dan pertama kali bertanding pada pemilu tahun depan.
***
Koalisi Pilpres:
Megawati-Prabowo Bervisi Kerakyatan
Setelah melalui proses alot dan panjang, pasangan Calon Presiden (Capres) Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum DPP PDIP) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) Prabowo Subianto (Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Gerindra) akhirnya disepakati dan diumumkan, di Rumah Perjuangan Jalan Teuku Umar, Jakarta, tengah malam Jumat 15 Mei 2009.
Mega bersyukur, di penghujung waktu batas akhir pendaftaran pasangan calon, akhirnya proses panjang berakhir dengan kesepakatan. Kesepakatan pasangan Capres-Cawapres yang diusung PDI Perjuangan dan Gerindra, ini ternyata tidak lagi hanya melahirkan suatu kesatuan visi-misi melainkan sudah sampai pada pembagian tugas yang akan diemban jika memenangkan pertarungan dan menjadi pemimpin negeri ini.
“Insya Allah kalau mendapat dukungan dari rakyat dan Allah SWT, maka kalau saya terpilih menjadi Presiden RI kembali dan Bapak Prabowo sebagai wapres saya, dalam penugasan yang akan ada pada Beliau, Beliau akan melaksanakan tugas yang berkaitan dengan ekonomi kerakyatan,” ujar Capres Megawati dalam jumpa pers (pengumuman) di Rumah Perjuangan Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Jumat ( 15/5 ) tengah malam.
Megawati mengatakan, kami ingin berjuang bersama dalam rangka menegakkan NKRI, Pancasila dan menyejahterakan rakyat Indonesia melalui ekonomi kerakyatan yang berdasarkan penugasan dan di dalam rangka menjalankan apa yang telah diinginkan founding fathers kita, Bung Karno, untuk bisa berdiri di atas kaki sendiri.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto menyatakan merasa terhormat dipilih menjadi Cawapres yang akan mendampingi Capres PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri. Ia menyatakan menerima posisi pendamping Megawati, sebagai sebuah kehormatan dan rasa tanggung jawab kepada rakyat Indonesia.
“Saya mendapat kehormatan yang besar diajak Ibu Mega untuk mendampingi Beliau dalam rangka meraih mandat dari rakyat Indonesia sebagai Wapres Beliau untuk memimpin perubahan, memimpin perbaikan kehidupan bangsa dan ekonomi bangsa,” ujar mantan Pangkostrad itu.
Menurut Prabowo, dari sisi nilai-nilai yang diperjuangkan, Prabowo merasa ada kecocokan dengan PDI Perjuangan. “Nilai-nilai yang diperjuangkan PDI Perjuangan dan Ibu Mega, sama dengan yang dianut Gerindra. Kedua partai mempunyai komitmen besar pada Pancasila, kedulatan ekonomi, berpihak pada wong cilik, petani, nelayan, guru, pedagang kecil, dan mereka yang sampai saat ini masih dalam keadaaan susah,” Prabowo.
Sekjen PDIP Pramono Anung mengatakan pendaftaran pasangan ini akan dilakukan pukul 13.00 Sabtu 16 Mei 2009. Lalu, pendeklarasian pasangan Mega-Pro ini akan dilakukan di di tengah perkampungan masyarakat kecil yang identik dengan pertanian atau perkampungan nelayan, hari Senin atau Selasa pekan mendatang.
Proses pinang-meminang pasangan ini berlangsung paling alot. Pasangan ini sudah saling melirik jauh hari sebelum Pemilu Legislatif. Namun keduanya sudah ditetapkan partai masing-masing sebagai Capres untuk dapat berjuang dan mengabdi secara optimal sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2009-2014.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sudah menobatkan Megawati sebagai Capres secara internal dalam Kongres PDIP di Bali (2005), yang juga semakin dimatangkan dalam dua kali Rakernas dan Rapimnas. Dalam Rakernas dan Rapimnas PDIP ini pun sudah mulai disebut-sebut beberapa nama Cawapres pendamping Megawati (sebagai hasil penjaringan melalui survei dan internal partai), di antaranya Prabowo. Bahkan dalam Rapimnas terakhir, 25 April 2009, nama Prabowo menduduki peringkat teratas sebagai kandidat Cawapres. Prabowo sendiri didaulat memberi sambutan pada Rapimnas tersebut.
Prabowo, mantan Pangkostrad berpangkat jenderal berbintang tiga, itu juga tampak memberi reaksi merasa terhormat masuk nominasi PDIP sebagai Cawapres. Namun, dalam rangka optimalisasi pengabdian, militer yang kemudian sukses sebagai pengusaha ini lebih berobsesi menjadi presiden, RI-1.
Untuk bisa memenuhi hal itu, putera begawan ekonomi Prof. Soemitro Djojohadikusumo ini sudah ‘mendirikan’ Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan dideklarasikan Kamis 17 April 2008. Namun, awalnya Prabowo masih berada (memimpin) ‘dari luar’ Gerindra. Ia masih menjabat Anggota Dewan Penasihat DPP Partai Golkar, di mana ia pernah masuk dalam lima besar kandidat Capres Pemilu 2004.
Setelah Gerindra lolos seleksi sebagai partai peserta Pemilu 2009 oleh KPU, ia pun pamit dari Golkar dan kemudian secara resmi (formal) menjadi Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Gerindra. Posisi, kewenangan dan pengaruhnya tak ubahnya seperti Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Partai Demokrat. Partai Gerindra pun dalam Rapimnas menetapkannya sebagai Capres pada Pilpres 2009. Prabowo tampil sebagai personifikasi Partai Gerindra. Ia bergerak dengan cekatan sehingga Partai Gerindra berhasil lolos parliamentary threshold dengan meraih 4.646.406 (4,46 persen) suara atau 26 kursi DPR dalam Pemilu Legislatif 9 April 2009. Dengan posisi ini, Prabowo pun berupaya menggalang koalisi untuk bersatu mengusungnya sebagai Capres. rbh (13/05/09)