Dirjen Penjaga Negeri Bahari
Widi Agoes Pratikto
[DIREKTORI] Guru Besar Fakultas Teknologi Kelautan (FTK) Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, ini bertugas sebagai penjaga negeri bahari dalam jabatan Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K), Departemen Kelautan dan Perikanan RI sejak 2002. Pria bernama lengkap Prof Ir Widi Agoes Pratikto, MSc, PhD, kelahiran Surakarta, 16 Agustus 1953 ini seorang ilmuwan dan birokrat bersahaja yang juga rajin menulis.
Menurut Doctor of Philosophy (Ph.D) in Civil Engineering (Ocean/Coastal Engineering), dari North Carolina State University, Raleigh, NC – USA, 1992, ini kekuatan laut tidak berarti tentara dan angkatan perang an sich. Penguasaan kegiatan ekonomi di wilayah laut dan pulau-pulau kecil lebih menentukan tetap tegak-utuhnya NKRI sebagai negeri bahari.
Sarjana Teknik Perkapalan (Ir) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, 1979, ini sudah menjadi Guru Besar (Profesor) sejak 1 September 1999. Di tengah kesibukannya, dia tetap rajin menulis artikel, bahan presentasi, diktat kuliah, buku, dan memberikan ceramah di berbagai seminar.
Master of Science (M.Sc.) in Civil Engineering (Ocean/Coastal Engineering), dari The George Washington University, USA, 1983, ini seorang tokoh yang bergaya hidup bersahaja. Sebagaimana tujuan terpenting dari seorang kaum cerdik cendekia, Widi, yang beruntung memperoleh kesempatan pencerahan secara akademis hingga jenjang tertinggi, bertekad untuk mengangkat harkat hidup dan martabat masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir laut dan pulau-pulau kecil supaya menjadi lebih baik.
Kejujuran dan ketulusan, ciri yang juga yang inheren dalam diri setiap ilmuwan, turut memberi inspirasi kepada Mahasiswa Teladan ITS Tahun 1977 ini untuk membulatkan pilihan filosofi hidup. Bahwa, ketika tangan kanan melakukan perbuatan yang baik, maka tangan kiri jangan sampai sekali-kali turut mengetahui.
Sarjana Teknik Perkapalan yang, begitu lulus tahun 1979 dari ITS segera mengabdi sebagai dosen di alamater, karena memiliki filosofi hidup sederhana tak mudah menemukan literatur tentangnya di media massa, maupun di situs internet dalam dan luar negeri yang menceritakan keberhasilan berikut kisah suksesnya sebagai birokrat. Termasuk menemukan biografi atau biodata singkat tentangnya.
Nama para direktur sebagai anak buahnya justru lebih sering terangkat ke permukaan, dan menjadi nara sumber tetap di sejumlah media massa. Padahal sebagai Dirjen, anggota sejumlah organisasi profesi bertaraf nasional dan internasional ini lebih bertanggungjawab dalam banyak hal. Dia bahkan telah berbuat banyak untuk mengangkat harkat hidup dan martabat masyarakat pesisir, serta mereka yang bermukim di pulau-pulau kecil terlebih pulau yang posisinya terluar.
Pernah, sekali waktu, seorang anak buah terdekatnya terheran-heran sehingga dengan singkat jujur mengatakan “Tumben, Pak Widi mau diwawancara,” tatkala majalah Berita Indonesia berhasil memasuki ruangan dan mewawancarai peraih gelar Master of Science (M.Sc) in Civil Engineering (Ocean/Coastal Engineering), dari The George Washington University (1983), dan gelar Doctor of Philosophy (Ph.D) in Civil Engineering (Ocean/Coastal Engineering), dari North Carolina University Raleigh, NC (1992), keduanya di Amerika Serikat.
Widi memang lebih suka mempromosikan anak buah sementara dia sibuk berkutat dengan sejumlah pemikiran besar. Ia sangat tak ingin menonjol-nonjolkan diri. Sebab, kalau saya yang berbicara kepada wartawan pastilah akan mengatakan kecap nomor satu melulu. Biarlah masyarakat yang menilai apa-apa yang saya kerjakan. Saya lebih baik bekerja daripada berbicara, dan sikap ini supaya bisa ditiru oleh para birokrat lain,” ujar peraih dua kali penghargaan Dosen Teladan FTK ITS (tahun 1984 dan 1986) ini. Ia memang sangat ingin menyumbangkan kandungan ilmu yang dimiliki, hanya untuk mensejahterakan masyarakat banyak.
Tanggungjawab Bertambah
Sepanjang ini, Widi, sesungguhnya, telah melakukan tugas-tugasnya selaku birokrat secara bertanggungjawab. Bahkan, belum lama ini tanggungjawab itu mengalami perluasan setelah keluar Perpres No. 78/2005 Tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar.
Peraturan Presiden tersebut memberikan payung hukum yang efektif bagi Widi untuk mengubahkan wajah pulau-pulau yang selama ini kusam, dan tak tersentuh oleh mesin-mesin ekonomi, industri dan pariwisata menjadi pulau-pulau yang menjanjikan bagi penghuni sekaligus menjamin tetap tegak-utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kepada ke-92 pulau yang dikategorikan sebagai terluar Widi, selaku Ketua Tim Kerja I Tim Koordinasi Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, bertanggungjawab mengisi pulau-pulau dengan berbagai aktivitas manusia di bidang ekonomi, industri, pariwisata serta sosial dan budaya sehingga layak disebut sebagai milik abadi Indonesia.
Indonesia yang pernah kehilangan pulau Sipadan dan Ligitan di tahun 2002, telah membuat rasa nasionalisme Widi bangkit, sehingga dengan sekuat tenaga berupaya untuk bisa menyatukan negara kepulauan Indonesia melalui sebuah rencana induk berupa rencana aksi pengelolaan pulau-pulau kecil terluar.
Di tingkat pusat Widi sudah berhasil memperjuangkan disetujuinya program-program pengelolaan pulau-pulau kecil terluar, tentu berikut anggaran pelaksanaannya, yang untuk permulaan tahun 2007 ditaksir mencapai hampir satu triliun rupiah.
Widi, dalam rencana besarnya akan mendelegasikan sejumlah kewenangan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar ke para aparat di pusat secara horisontal seperti ke para direktur dan pejabat eselon di bawahnya, serta secara vertikal ke para pejabat pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kotamadya. Aparat itulah yang bertugas menjalankan program-program sesuai desain besar yang sudah digariskan. Tim Kerja I yang dipimpin Widi akan melibatkan 20 departemen dan lembaga di tingkat pusat, ditambah 20 pemerintahan provinsi dan 38 pemerintahan kabupaten/kotamadya.
Berdayakan Masyarakat Pesisir
Jika untuk mengelola 92 pulau kecil terluar Widi sudah memiliki payung hukum yang kuat, sehingga dapat dengan lincah dan elegan bertindak cepat untuk memajukan kesejahteraan masyarakat di sana, khusus untuk pengelolaan wilayah pesisir masih menunggu selesainya pembahasan rancangan Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir (UU-PWP).
Namun tanpa UU itu pun sebelum ini Widi sudah berbuat banyak mensejahterakan masyarakat nelayan yang bermukim di wilayah pesisir. Masyarakat pesisir selama ini seolah-olah hidup sangat eksklusif dari dunia luar. Dunia daratan khususnya perkotaan dan pegunungan sepertinya hal yang aneh buat masyarakat pesisir. Demikian pula sebaliknya, masyarakat pesisir hanya sesekali disentuh oleh masyarakat perkotaan tatkala datang melancong mengeksploitasi pasir, pantai, karang, laut dan pulau.
Bagi Widi menjual wilayah pesisir memerlukan keindahan dan keberaturan. Pemeliharaan, preservasi, konservasi dan perbaikan kualitas ekosistem termasuk mitigasi bencana merupakan langkah operasional pengejawantahan program terpadu. Demikian pula penyadaran masyarakat melalui sosialisasi dan kampanye, seperti bersih pantai dan laut akan menuai hasil positif dalam pengembangan konservasi laut di daerah.
Transplantasi karang adalah cara lain Widi memberdayakan masyarakat pesisir untuk wisata bahari yang sekaligus bagian dari pengembangan konservasi laut daerah. Suatu ketika di bulan April, misalnya, Pemda Provinsi Bali pernah mengundang Widi untuk turut hadir ke “Pulau Dewata” melakukan transplantasi karang. Kontan Widi menawarkan untuk sekalian saja mengundang Pak Menteri.
Maka jadilah Freddy Numberi turut terbang ke Bali di akhir pekan itu, melakukan transplantasi karang bersama-sama nelayan dan masyarakat pesisir di Pantai Sanur. Pemanfaatan sumber daya alam laut yang ramah lingkungan belakangan ini semakin gencar digalakkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan supaya kelestariannya dapat terjaga.
Widi melakukan pemberdayaan komunitas nelayan dengan berangkat pada kultur setempat (local content). Titik beratnya pada peningkatan kesadaran akan masalah dan potensi di dalam dan sekitar komunitas. Dukungan dari luar komunitas akan menjadi stimulan peningkatan kesadaran nelayan.
Pada aspek sosial dan budaya Widi telah berhasil mendobrak lemahnya akses modal dan tiadanya kultur kewirausahaan masyarakat nelayan. Program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir pun digelar. Misalnya, dia menginisiasi Program Mitra Bahari (sea partnership program), meniru model North Carolina Sea Grant Program yang dilakukan almamaternya North Carolina State University, serta Program Pengelolaan Lingkungan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat (PLBPM), dimana program ini memfokuskan upaya perbaikan lingkungan permukiman nelayan.
Kemudian, sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) yang khusus untuk mendistribusikan bahan bakar solar (BBM) bersubsidi, banyak didirikan di lingkungan masyarakat nelayan. Sampai-sampai harus keluar Keppres untuk memberi kepastian nelayan memperoleh BBM dengan harga khusus. Saat ini, kapal-kapal nelayan kecil sedang dalam proses sertifikasi oleh Surveyor Indonesia (SI) untuk memperoleh kelayakan untuk diagunkan guna memperoleh modal usaha untuk melaut.
Widi sangat paham laut Indonesia adalah harta karun yang bisa memberikan kontibusi besar terhadap perekonomian nasional. Laut Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati, berisikan 2.000 jenis spesies ikan dan baru 400 spesies yang sudah dimanfaatkan secara ekonomis. Laut Indonesia juga mengandung jenis crustacean lebih 1.502 spesies, termasuk 83 jenis udang suku penaidae (jenis untuk konsumsi).
Sebanyak 17% genus karang dunia berada di perairan Indonesia, 18% terumbu karang, 30% mangrove, dan padang lamun (sea grass) terluas serta jumlah kimia (giant clam) terbanyak. Sebanyak 70% produksi minyak dan gas Indonesia dihasilkan dari keberadaan 40 cekungan minyak dan gas total jumlahnya 106,2 miliar barrel, 57,3 miliar barrel diantaranya di lepas pantai dan 32,8 miliar barrel di laut dalam.
Keberadaan benda muatan kapal tenggelam (BMKT) dan maraknya transportasi laut dunia merupakan konsekuensi lain dari posisi strategis Indonesia, yang semuanya dapat dimanfaatkan secara ekonomis.
BMKT merupakan benda-benda berharga yang berasal dari semua kapal yang tenggelam di wilayah teritorial Indonesia, yang mempunyai nilai sejarah, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan ekonomi yang tinggi sehingga perlu dikelola secara terpadu. Terdapat ribuan kapal yang pernah tenggelam di Indonesia, berasal dari abad-X hingga abad-XIX, tersebar di 463 titik lokasi dan baru 46 titik yang sudah dimanfaatkan.
Widi A. Pratikto sejak tahun 2005 adalah Sekretaris Panitia Nasional (Pannas) Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Yang Tenggelam. Widi ingin Indonesia dapat membangun kekuatan ekonomi di laut demi menjaga “Negeri Bahari” Indonesia. e-ti/ht