Maestro Seni Bersemangat Nasionalisme
Guruh Soekarnoputra
[DIREKTORI] Kiprahnya sebagai seniman banyak dikenal lewat aksi koreografernya dengan GSP Production. Lewat karya seninya, putra proklamator kemerdekaan RI ini ingin mengobarkan semangat nasionalisme dan cinta Tanah Air kepada generasi muda. Di balik sosoknya yang lembut, anggota DPR RI (1992-2009) ini juga dikenal idealis dan tak segan mengkritik PDI-Perjuangan, pimpinan Megawati Soekarnoputri.
Sejak kecil, Guruh Soekarno Putra sudah tertarik dengan dunia seni. Saat berusia lima tahun, anak bungsu pasangan Ir Soekarno dan Fatmawati ini sudah belajar menari Jawa, Sunda, Bali dan mementaskan tariannya di atas panggung. Ia juga membentuk band bocah dan bermain piano. Saat beranjak remaja, Guruh membentuk band The Beat – G pada tahun 1965. Guruh kemudian merilis album perdananya pada tahun 1975 dengan musik yang berirama paduan gamelan Bali bersama para musisi terkenal lainnya seperti Keenan Nasution, Abadi Soesman dan Chrisye. Semangatnya dalam menciptakan sebuah karya terus meningkat dan Guruh mulai melebarkan sayapnya ke seni tari dengan mendirikan Swara Mahardhika pada tahun 1977. Namun Guruh memutuskan untuk menghentikan seluruh kegiatan sanggar tarinya tersebut menjadi sebuah yayasan kesenian pada tahun 1987.
Pada tahun 1989 saat krisis ekonomi menghantam Indonesia, laki-laki yang jago melukis ini membentuk sebuah badan usaha yang bergerak di bidang penyelenggara acara (event organizer). Bisnis keseniannya itu diberi nama PT. Kinarya GSP. Namun banyak orang salah mengartikan GSP yang dianggap sebagai singkatan dari nama Guruh. GSP merupakan kepanjangan dari Gencar Semarak Perkasa yang kemudian dibubuhkan kata Kinarya di depannya sebagai ganti dari istilah production house. Bukan tanpa alasan jika Guruh menggunakan istilah tersebut. Ia ingin menunjukkan rasa nasionalismenya terhadap bangsa lewat istilah dalam Bahasa Indonesia dan bukan istilah asing. Pekerjaan mengorganisir penari dalam jumlah massal dan ditampilkan dengan paduan musik menjadi keahlian Guruh yang patut dibanggakan.
Kepiawaian Guruh dalam mengekspresikan seni ditunjukkan dalam Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno Putra I pada 1979. Pagelaran tersebut berlangsung sukses dan menjadi modal utamanya untuk kembali mengadakan Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno Putra II dengan tajuk Untukmu Indonesiaku yang kemudian difilmkan dalam bentuk semi-dokumenter (1980) dan disusul kemudian dengan Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno Putra III hingga ke Singapura dengan mengusung tema Cinta Indonesia Pagelaran Jakarta Week (1984) serta Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno IV : Gilang Indonesia Gemilang (1986).
Kreativitas seni Guruh terus tertuang dalam berbagai bentuk. Misalnya pagelaran pertunjukan kolosal “JakJakJakJak Jakarta” dalam rangka ulang tahun Jakarta ke-462 tahun atau pagelaran kolosal: Gempita Swara Mahardhika dalam rangka 10 tahun Swara Mahardika (1987). Ia pun menjajal dunia layar lebar dengan menjadi ilustrator musik dalam film. Film pertama yang digarap adalah Ali Topan Anak Jalanan. Tidak puas hanya duduk di belakang layar, Guruh mempertontonkan kebolehannya sebagai pemain lewat perannya sebagai Sunan Muria dalam film Sembilan Wali tahun 1985.
Berkat kerja keras dan kreativitasnya, Guruh mengukir banyak prestasi dan mendapat berbagai penghargaan. Ia pernah memenangkan hadiah pertama untuk komposisi lagu berjudul Renjana dalam Festival Lagu Populer Tingkat Nasional (1976), pernah mewakili Indonesia di World Popular Song Festival di Tokyo Jepang (1987) dan meraih Kawakami Award dan Audience Selection Award dengan kembalikan Baliku dan pernah mendapat penghargaan ilustrasi musik dalam Festival film Indonesia di Ujung Pandang (1978).
Kepiawaian Guruh dalam mengekspresikan seni ditunjukkan dalam Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno Putra I pada 1979. Pagelaran tersebut berlangsung sukses dan menjadi modal utamanya untuk kembali mengadakan Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno Putra II dengan tajuk Untukmu Indonesiaku yang kemudian difilmkan dalam bentuk semi-dokumenter (1980) dan disusul kemudian dengan Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno Putra III hingga ke Singapura dengan mengusung tema Cinta Indonesia Pagelaran Jakarta Week (1984) serta Pagelaran Karya Cipta Guruh Soekarno IV : Gilang Indonesia Gemilang (1986).
Di penghujung 2011, Guruh kembali mengadakan pagelaran akbar bertema ‘Beta Cinta Indonesia’. Acara yang berisi belasan lagu ciptaannya mulai dari tahun 1976-1989 itu merupakan bukti dedikasinya di bidang seni selama empat dekade. “Saya merasa senang bisa melihat apresiasi dan ekspresi dari penonton dan ini yang membuat saya malam ini gembira. Panutan bagi saya, seluruh warga Indonesia harus dibentuk menjadi nasionalis,” ujar Guruh seperti dikutip dari vivanews.com.
Bicara mengenai semangat nasionalisme, pria kelahiran Jakarta 13 Januari 1953 ini sangat gencar dalam mengobarkan semangat cinta bangsa dan negara kepada para generasi muda. Ia pun mengkritik keras soal pelajaran sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah yang masih banyak dibelokkan sehingga siswa tidak memperoleh sejarah yang baik, benar dan utuh. “Masih ada sejarah yang dibelokkan sehingga siswa menerimanya tidak lurus lagi,” jelasnya.
Menurutnya, anak Indonesia terutama yang dilahirkan sejak era Orde Baru hingga sekarang juga tidak mengenal Indonesia dan keindonesiaan secara utuh. Kondisi tersebut, lanjut Guruh, seharusnya menjadi keprihatinan semua pihak dan harus dipikirkan jalan keluarnya oleh penyelenggara negara, misalnya melalui kurikulum pendidikan. Ia menyontohkan, lagu-lagu yang dibawakan oleh sebuah kelompok musik saat menyambut kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelum membuka secara resmi Taman Pintar yang sebagian besar adalah lagu-lagu Barat. “Kenapa tidak dimainkan lagu-lagu dari Indonesia yang sangat banyak,” tegasnya.
Mungkin dengan alasan itu pula, mengapa akhirnya mantan suami Gusyenova Sabina Padmavati ini ikutan terjun ke dalam dunia politik mengikuti jejak dua kakak perempuannya, Megawati Soekarnoputri dan Rachmawati Soekarnoputri, yang telah terlebih dulu maju sebagai ketua sebuah partai politik. Menurutnya, semua profesi harus tahu dunia politik, termasuk seniman, agar tidak ditipu politikus. “Budayawan dan seniman harus melek politik. Kalau budayawan dan seniman atau profesi lainnya tidak melek politik, serasa ada yang kurang dan akan dibodohi politikus,” tuturnya sebagaimana dikutip dari gatra.com.
Kiprah di dunia politik ia jalani saat menjadi anggota DPR tahun 1992-2009. Nyalinya dalam berpolitik juga dianggap cukup berani mengingat dirinya pernah mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PDIP tahun 2010. Alasannya saat itu adalah ingin melanjutkan tongkat estafet perjuangan ayahandanya Ir Soekarno. “Ini kan mirip zaman Pak Harto saat akan diajukan sebagai presiden tahun 1997 yang akhirnya lengser di tengah jalan. Lebih baik Mba Mega istirahat, saya sebagai adik biologis dan ideologis siap menggantikan posisi beliau,” terang Guruh saat itu. Namun niatnya itu kandas di tengah jalan karena kurang mendapat dukungan.
Belum hilang kegusarannya terhadap sang kakak yang kembali berhasil memimpin PDI-P, Guruh juga menilai soal dukungan untuk memasukkan Puan Maharani sebagai kandidat penerus Megawati Soekarnoputri. Hal ini akan menjadikan PDI Perjuangan menjelma bukan lagi sebagai partai melainkan untuk trah Soekarno. Menurut Guruh, “Puan selayaknya tidak dipaksakan untuk menduduki wakil ketua umum (waketum). Harus ada regenerasi alamiah tapi bukan nepotisme,” katanya menunjuk sejumlah reklame yang menghiasi arena kongres di Hotel Inna Grand Bali Beach dengan gambar Ketua Umum Megawati Soekarnoputri disandingkan dengan Puan, sebagaimana dikutip dari kompas.com. Penyandingan tersebut dianggap tidak sehat mengingat seharusnya Puan tidak ditunjuk oleh Mega atau siapa saja sebagai pihak yang akan menjadi Ketua Umum pada masa yang akan datang. bety, red