Tokoh Pers yang Terlupakan

Tirto Adhi Soerjo
 
1
1472
Tirto Adhi Soerjo
Tirto Adhi Soerjo

Raden Mas Tirto Adhi Soerjo adalah pelopor di bidang pers pribumi di Hindia Belanda. Ia mendirikan Medan Prijaji, surat kabar nasional pertama yang menggunakan bahasa Melayu dan seluruh pekerjanya adalah pribumi. Dia juga keturunan bangsawan Jawa pertama yang mendirikan perusahaan dagang berbentuk NV dan turut mendirikan Serikat Dagang Islamiyah (SDI). Namun, kiprah Pahlawan Nasional ini sebagai pelopor pers nasional malah tidak begitu dikenal di kalangan pers.

Tirto Adhi Soerjo lahir tahun 1880 di Blora sebagai ningrat sejati. Ia berada di garis ke-4 dari Keraton Solo, derajat ke-4 dari Panembahan Madura terakhir, dan derajat ke-4 dari Bupati Blora R.M.A.A. Tjokronegoro. Ayahnya bernama R. Ng. Haji Chan Tirtodipuro, pegawai kantor pajak atau collecteur. Sedangkan siapa ibunya, tidak ada informasi yang jelas.

Pilihan Tirto Adhi Soerjo untuk meneruskan pendidikan di sekolah kedokteran di STOVIA (sekolah dokter jawa di Batavia), dianggap sebagai sesuatu hal yang luar biasa pada masa itu. Karena ketika itu kebanyakan kaum bangsawan atau keturunan priyayi lebih memilih bekerja sebagai pegawai negeri. Pekerjaan yang dipandang sebagai suatu pekerjaan yang dapat memerintah. Kala itu profesi dokter dipandang sebagai pekerjaan pengabdian sehingga jarang sekali orang-orang yang berasal dari golongan ningrat mau melanjutkan pendidikan ke sekolah dokter.

Di sela-sela kegiatan belajar di STOVIA, Tirto Adhi Soerjo rajin menulis. Tulisannya dimuat di berbagai surat kabar terbitan Betawi dalam bahasa Belanda atau Jawa. Karena fokus pada dunia tulis menulis, kuliahnya menjadi terbengkalai bahkan putus di tengah jalan.

Pada tahun 1888, ia mulai berkecimpung dalam dunia jurnalistik ketika membantu suratkabar Chabar Hindia Olanda hingga tahun 1897. Terhitung mulai tahun 1884, ia juga membantu di Pembrita Betawi, di sana ia bekerja selama 32 tahun. Ia juga sempat menjadi tenaga tetap di Pewarta Priangan terbitan Bandung, namun tak berumur panjang, maka ia pun memutuskan untuk kembali bekerja di Pembrita Betawi.

Tirto Adhi Soerjo yang namanya sering disingkat T.A.S, kemudian menjual harta bendanya di Batavia lalu dengan tambahan modal dari Bupati Cianjur, ia mendirikan suratkabar mingguan Soenda Berita pada Februari 1903, terbit setiap hari Minggu. Inilah pers pribumi pertama yang terbit di Cianjur. Keputusannya untuk mendirikan Soenda Berita karena dilatarbelakangi ketidakpuasan menjadi penulis di suratkabar yang dimiliki orang Belanda. Karena itulah kemudian Tirto Adhi Soerjo dipandang sebagai pelopor pers pribumi.

Dengan modal yang berasal dari kalangan pribumi, khususnya para pedagang bumiputera dari Sumatera Barat dan juga pedagang keturunan Arab, Tirto Adhi Soerjo kemudian mendirikan surat kabar Medan Prijaji. Surat kabar yang terbit di Bandung pada tahun 1907 ini merupakan koran nasional pertama yang menggunakan bahasa Melayu. Para pedagang yang memberikan modal untuk mendirikan Medan Prijaji itu tergabung dalam organisasi “Jamiyat Khair” yang dibentuk pada tahun 1905.

Dengan memasyarakatkan istilah “anak Hindia”, ia memperkenalkan cikal bakal nasionalisme lewat penerbitan koran itu. Medan Prijaji menyajikan berita-berita yang secara keras mengkritik kebijakan serta perlakuan kolonial kepada masyarakat pribumi. Bahkan kadang menelanjangi sepak terjang orang-orang pribumi yang menjadi antek kolonial. Dengan tulisan-tulisannya, Tirto Adhi Soerjo mencoba menggugah kesadaran masyarakat Indonesia tentang hakikat penjajahan yang sangat merugikan bangsa. Tulisan-tulisannya di Medan Prijaji inilah yang membuat Tirto Adhi Soerjo memiliki banyak musuh di kalangan kolonial Belanda dan antek-antek pribuminya. Bahkan, kegiatannya dalam menyuarakan pentingnya perlawanan terhadap penjajah, membuat dia harus mendekam di penjara. Tak hanya itu, ia pernah dibuang sebanyak dua kali yaitu dibuang ke Teluk Betung dan Ambon atas perintah gubernur jenderal Hindia Belanda.

Pada tahun 1973, ia dinyatakan sebagai Perintis Pers Indonesia oleh Dewan Pers RI.

Usaha koran Medan Prijaji mengalami kemajuan pesat hingga akhirnya memiliki percetakan sendiri, membangun hotel, dan usaha perdagangan lewat NV Medan Prijaji. Namun dalam perjalanan selanjutnya, tekanan politik yang terus menerus dilancarkan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Idenburg serta para pesaing bisnis, membuat usaha penerbitan yang didirikannya mengalami kesulitan. Akhirnya Tirto Adhi Soerjo memprakarsai berdirinya Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia pada tahun 1909 dan Sarekat Dagang Islam di Bogor dua tahun kemudian. Pendirian kedua organisasi tersebut dimaksudkan sebagai wadah berkumpulnya para warga merdeka atau “Kaoem Mardika” (Vrije Burgers) di Hindia Belanda.

Karena Sarekat Dagang Islamiyah dibentuk di Batavia, Bogor, dan Surakarta secara sendiri-sendiri, maka ia mendirikan Sarekat Islam di Surakarta yang sekaligus merupakan badan koordinasi pusat atau yang pada waktu itu disebut Komisi Pusat (Centrale Commissie). Komisi tersebut diketuai H. Samanhudi, Djojomargoso yang merupakan pejabat kepatihan menjabat sebagai Sekretaris I Organisasi, sedangkan Hardjosoemarto yang merupakan bekas pegawai magang di kantor Kecamatan Lawean, Surakarta bertindak sebagai Sekretaris II, posisi Bendahara dipercayakan kepada seorang pedagang batik bernama Kartowihardjo.

Advertisement

Tirto Adhi Soerjo sendiri menjabat sebagai penasehat H. Samanhudi. Keduanya kemudian menjalin kerjasama dalam menerbitkan koran organisasi yang diberi nama Sarotomo. Pemilihan nama tersebut diambil dari nama senjata panah Arjuna dalam cerita pewayangan. Sarekat Islam, sebuah organisasi perjuangan untuk bangsa Indonesia mengalami perkembangan pesat dengan jumlah anggota hampir menembus angka dua juta orang yang berasal dari berbagai pelosok Nusantara.

Tirto Adhi Soerjo menghembuskan nafas terakhirnya di Jakarta pada 7 Desember 1918 dan dimakamkan di sebuah pekuburan di Manggadua, Jakarta, kemudian dipindahkan ke Bogor pada tahun 1973. Ironisnya, tak satu pun surat kabar di negara ini yang memuat berita kematiannya.

Pada tahun 1973, ia dinyatakan sebagai Perintis Pers Indonesia oleh Dewan Pers RI. Lewat keteladanan hidup Tirto Adhi Soerjo, surat kabar bisa menjadi sarana mencerdaskan masyarakat dan membangun karakter bangsa.

Atas jasa-jasanya pada negara, RM Tirto Adhi Soerjo diberi gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Maha Putra Adipradana berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 085/TK/Tahun 2006, tanggal 3 November 2006. Bio TokohIndonesia.com | cid, red

Data Singkat
RM Tirto Adhi Soerjo, Pahlawan Nasional, Perintis Pers Indonesia / Tokoh Pers yang Terlupakan | 1875 – 7 Desember 1918 | Pahlawan | T | Laki-laki, Islam, Blora, pahlawan, pers, wartawan, perintis, surat kabar

1 KOMENTAR

  1. Tahu pahlawan tokoh pers ini dari bumi manusia ternyata terlupakan sangat miris ya padahal perannya sangat enting pada zaman kemerdekaan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini