Ingin Menjadi Hamba

Neno Warisman
 
0
616
Neno Warisman
Neno Warisman | Tokoh.ID

[SELEBRITI] Sejak hengkang dari dunia tarik suara dan akting yang pernah melambungkan namanya, peraih penghargaan Inspiring Woman PKS Award 2008 ini lebih banyak bergelut di bidang sosial, pendidikan, dan keagamaan khususnya pendidikan anak dan orang tua. Menurutnya, anak-anak tak hanya dituntut cerdas secara intelektual, tapi juga cerdas moral dan spiritual.

Titi Widoretno Warisman atau yang lebih dikenal sebagai Neno Warisman lahir di Banyuwangi pada 21 Juni 1964. Sejak kecil ia telah menunjukkan minatnya pada dunia sastra terutama puisi dan deklamasi. Di tahun 1978, Neno yang saat itu masih berusia 14 tahun berhasil terpilih sebagai Juara Baca Puisi se-Jakarta. Namun kemudian, ia beralih ke dunia tarik suara.

Pada 1982, nama Neno Warisman mulai mencuat sebagai penyanyi setelah mempopulerkan tembang Matahariku. Lima tahun berselang, sinar kebintangannya bertambah terang setelah berduet dengan musisi ternama Fariz RM dalam lagu Nada Kasih. Di samping dua tembang tadi, lagu berjudul Asmara karya Guruh Soekarno Putra juga ikut melejitkan namanya.

Setelah cukup dikenal sebagai penyanyi, Neno kemudian berkiprah di dunia seni peran. Debut aktingnya diawali dengan berperan sebagai Sayekti di film arahan sutradara Irwinsyah yang pernah tayang di TVRI berjudul Sayekti dan Hanafi. Judul film layar lebar lain yang pernah dibintanginya adalah Semua Sayang Kamu. Film yang rilis tahun 1989 itu bahkan mengantarkan Neno masuk dalam nominasi Aktris Terbaik Festival Film Indonesia (FFI).

Dua tahun kemudian, Neno melakukan perubahan pada penampilannya. Ia memutuskan untuk menutup auratnya dan mulai membiasakan diri tampil dengan busana muslimah lengkap dengan jilbabnya. Tak hanya soal penampilan, istri dari Ahmad Widiono Doni Wiratmoko ini juga mulai mengurangi kegiatannya di dunia hiburan. Ia memilih menghabiskan lebih banyak waktunya untuk kegiatan sosial, agama dan pendidikan khususnya yang berkaitan dengan anak-anak.

Dalam menekuni kegiatan barunya itu, Neno berujar, walaupun dirinya bukan lulusan dari jenjang tinggi bidang pendidikan, tapi ia banyak berguru kepada pakar dan ahli, berusaha banyak membaca, serta terus menerus menggali potensi dari dalam diri dan nuraninya sendiri. Jam terbang yang terus bertambah membuat Neno sering mendapat undangan untuk berbagi ilmu dan wawasan di berbagai seminar kaum ibu. Keluasan pengetahuan ibu tiga anak ini terlihat tatkala dengan fasihnya ia berbicara tentang pengasuhan anak yang benar, pendidikan, keagamaan, kesehatan, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan dunia anak.

Petuah dan nasihat bijak Neno untuk para orangtua tak hanya disampaikannya secara lisan lewat seminar tapi juga melalui media buku. Pada 21 Juni 2004, tepat di hari ulang tahunnya yang ke-40, Neno meluncurkan buku berjudul Izinkan Aku Bertutur terbitan Syaamil. Dua tahun setelah itu, masih dengan penerbit yang sama, ia meluncurkan buku terbarunya yang berjudul Matahari Odi Bersinar Karena Maghfi. Buku pertama dari trilogi opera keluarga ini adalah sebuah refleksi batin yang tulus dan amat mendalam dari seorang Neno Warisman tentang keajaiban jiwa yang ia alami dan saksikan dari ketiga anaknya Giffari, Maghfira, dan Raudya.

Ia mengaku, hubungan dengan ketiga anaknya cukup mesra. Bahkan, hubungan tersebut ia gambarkan seperti “tidak ada dusta di antara kita” karena ia menerapkan prinsip saling membuka jiwa masing-masing di mana pun dan kapan pun waktunya. Dari ketiga anaknya pula, ia belajar menyelami dunia anak. Bagi Neno Warisman, dunia anak itu ajaib. Ia merasa seperti menelusuri panorama yang teramat indah. Sejak proses kehamilannya yang pertama, semakin ia tahu bahwa pola asuh anak Indonesia selama ini amat memprihatinkan. Orang tua sering kasar serta tidak menghargai pendapat dan dan perasaan anak-anaknya. Itu sebabnya, pada tahun 1998, bersama psikolog dan pemerhati masalah anak, Elly Risman Musa, Neno mendirikan Yayasan Kita dan Buah Hati (YKBH), sebagai wadah bagi mereka yang peduli terhadap dunia parenting (orang tua).

YKBH mengadakan berbagai bentuk pelatihan pendidikan anak secara Islami, advokasi dan berbagi pengalaman guna mencari kiat menanamkan moral dan akhlak yang mulia kepada anak. Tidak sulit, namun juga tidak mudah. Terlebih di zaman yang serba canggih seperti sekarang ini dimana teknologi kian memudahkan manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan informasi. Jika tidak mendapat pengawasan yang baik, anak-anak bisa terjerumus pada hal-hal yang belum pantas untuk mereka konsumsi. Kaum ibu yang sedianya menjadi pendidik paling utama kini juga banyak diserap dunia kerja. Anak pun menjadi kehilangan figur, tak sedikit dari mereka yang kemudian menjadi salah melangkah. Menurutnya, setiap ibu adalah bintang karena dalam diri seorang bunda terdapat inspirasi, semangat, perjuangan, pengorbanan, penerimaan, cinta dan kasih sayang.

Selain rajin mengisi seminar dan menulis buku tentang bagaimana menjadi orangtua yang baik, Neno berancang-ancang mewujudkan mimpinya yang lain. Bersama Sigma Parenting Community (SPC) yang akan diluncurkan di tahun 2011, Neno tengah menyiapkan kader aktivis yang diharapkan dapat menjadi pembicara mengenai parenting. “Mimpi saya yang paling dekat menyiapkan pengkaderan. Insya Allah tahun ini, ada sekitar 50 sampai 100 kader parenting yang bisa diturunkan ke masyarakat, harapannya bisa menjangkau tingkat grassroot juga.”

Seorang ayah pun mempunyai peran yang amat penting, seperti yang diungkapkan Neno berikut ini, “Seorang ayah bukan hanya bertugas mencari nafkah tapi dia juga memiliki peran besar dalam urusan pendidikan untuk anaknya. Jadi, bukan hanya ibu tapi ayah juga berperan makanya harus seimbang,” terang aktris pendukung film Ketika Cinta Bertasbih itu.

Advertisement

Yang tak kalah penting dalam mendidik anak adalah bagaimana pemahaman mereka tentang Sang Khaliq. Anak-anak tak hanya dituntut cerdas secara intelektual, tapi juga cerdas moral dan spiritual. Neno membagikan tipsnya yaitu dengan menanamkan pengertian bahwa Allah selalu bersama dia. Bimbinglah shalat dan mengaji dengan tutur kata yang lembut, tatapan mata yang teduh, belaian yang penuh kasih sayang sehingga anak-anak gembira melakukannya. Insya Allah, anak-anak akan suka kepada Allah, suka kepada Al-Qur’an dan cinta kepada rasulullah.

Setiap kali menyampaikan pesan, ia memang selalu berusaha meneladani Nabi Muhammad SAW yang menitikberatkan bukan pada pencapaian materi atau ilmu lebih dahulu, melainkan pendidikan yang mendahulukan kesejahteraan, keselamatan ruhani, dan iman sebagai panglimanya. Hasil didikan jaman itu, kata Neno bisa terlihat dari orang-orangnya yang secara duniawi sangat mapan tetapi mereka bertaqwa penuh pada Allah SWT.

Bandingkan dengan sistem pendididikan (baca: sekolah) dewasa ini. Yang dikejar adalah angka. Ini melahirkan banyak kepalsuan dan kemunafikan. Yang dikejar adalah titel kesarjanaan sehingga yang dihasilkan adalah pengangguran dan tindak kriminalitas kerah putih yang dahsyat. Yang menjadi tujuan hanyalah memenuhi nafsu duniawi. Maka benar firman Allah, kalau tujuan kamu dunia, yang kamu dapat celaka. Tapi tujukan pada dunia dan akhir, pasti akan mendapat kebahagiaan dan keselamatan.

Selain rajin mengisi seminar dan menulis buku tentang bagaimana menjadi orangtua yang baik, Neno berancang-ancang mewujudkan mimpinya yang lain. Bersama Sigma Parenting Community (SPC) yang akan diluncurkan di tahun 2011, Neno tengah menyiapkan kader aktivis yang diharapkan dapat menjadi pembicara mengenai parenting. “Mimpi saya yang paling dekat menyiapkan pengkaderan. Insya Allah tahun ini, ada sekitar 50 sampai 100 kader parenting yang bisa diturunkan ke masyarakat, harapannya bisa menjangkau tingkat grassroot juga,” terangnya seperti dikutip dari situs solopos. Apa yang ia lakukan tidak terlepas dari keinginannya untuk melihat perubahan nyata di masyarakat khususnya tentang pengasuhan dan pendidikan anak.

Bercita-cita Menjadi Hamba

Sejak kecil, Neno mengaku sudah punya beragam cita-cita. Ganti-ganti terus, mau jadi nabi, lalu jadi dokter, jadi pesenam, jadi orang kaya, lalu jadi guru tuna rungu, jadi pengembara, jadi ibu yang hebat, jadi penulis, dst…dst…terakhir, ingin jadi hamba,” kata alumni SMA Tarakanita I ini.

Untuk mewujudkan cita-citanya, ia mengatakan tidak terlepas dari peran kedua orang tuanya yang selalu menanamkan sikap kesederhanaan. Keluarganya, kata Neno, bukan orang kaya, tapi miskin sekali juga tidak.

Dulu, neneknya punya tanah yang cukup luas di segitiga emas. Rumah neneknya itu banyak didatangi orang. Sementara ibunya adalah anak sulung yang dididik bertanggung jawab terhadap adik-adiknya yang banyak. Oleh sebab itu, setelah berkeluarga, pekerjaan mengurus 6 orang buah hatinya, bukanlah hal yang baru buat beliau. Bagi Neno, ibu adalah orang yang paling berpengaruh dalam hidupnya, tapi bukan berarti bapaknya yang bekerja sebagai karyawan Bank tidak memiliki peran yang penting. Meski tidak pandai berkomunikasi, bapak Neno mewariskan tiga hal penting untuk hidup, yakni kejujuran, kerja keras dan berserah diri pada Allah secara kaffah.

Masih lekat di ingatannya betapa sang bapak amat bangga padanya setelah mengetahui Neno selalu berpihak pada orang miskin dan dhuafa. “Bapak namakan saya pejuang dan sangat mendukung saya. Saya tidak pernah melihat bapak menangis, sampai suatu hari saya melihat beliau mbrebes mili dan mengungkapkan isi hatinya, bapak memberikan wasiat penting, untuk bertakzim pada rakyat. Entahlah, apakah cita-cita terakhir saya untuk jadi hamba itu sekaligus dapat memenuhi harapan bapak? Allahualam,” ujarnya bangga.

Neno juga berkisah, bahwa ibunya tidak mendidik dirinya dan saudara-saudaranya dengan paksaan, termasuk dalam menentukan cita-cita. Walaupun bukan sarjana tapi ibu sangat ahli berkomunikasi. Ibunya berprinsip, mendidik anak dengan mengembangkan bakat sejak dini, dan ternyata prinsip itu terbukti dalam diri Neno.

“Mama telaten menemani saya ikut kegiatan apa saja. Mulai menari, senam, teater, nyanyi, puisi…dst… Tidak tahu siapa yang mengajari mama pengetahuan itu, bahwa jika bakat dan minat anak disalurkan, dikembangkan, dia dengan cepat akan jadi bintang, dan dia dapat keterampilan hidup jika ia kelak dewasa. Mama hebat. Karena mama demikian ngemong kepada bakat saya, maka saya pun merasa santai dalam belajar,” ungkapnya.

Kedua orang tuanya, lanjut Neno menginginkan anak-anaknya lebih dari mereka. Ada satu peristiwa besar yang tidak akan pernah dilupakan Neno, yaitu ketika bapaknya memutuskan untuk tidak bersedia dipindah-pindah sebagai syarat untuk naik pangkat, dengan alasan agar anak-anaknya dapat sekolah dengan tenang.

“Itu pengorbanan yang luar biasa untuk kami. Maka benarlah, tidak perlu kata-kata apapun juga kecuali keteladanan sikap dari orang tua pada anak-anaknya, kami sekarang mau berkorban apa saja untuk orang tua karena paham, ngerti orang tua dulu selalu berkorban untuk kami,” ceritanya dengan haru. eti | muli, red

Data Singkat
Neno Warisman, Aktivis pendidikan, pemerhati masalah anak / Ingin Menjadi Hamba | Selebriti | Penyanyi, aktivis pendidikan, pemerhati masalah anak

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini