Kontrak Politik, YES

 
0
31
Majalah Berita Indonesia Edisi 26
Majalah Berita Indonesia Edisi 26

VISI BERITA (Komisi Negara Melilit Pemerintah, 7 Desember 2006) – Amandemen UUD 1945 telah mengubah secara fundamental pola hubungan kerja antara DPR dan pemerintah. Telah terjadi pembagian kekuasaan di antara kedua lembaga negara tersebut, dalam banyak hal mengekang gerak langkah pemerintah, khususnya para menteri, untuk menggolkan atau melaksanakan program yang membutuhkan persetujuan DPR. Pola hubungan ini mau tidak mau menyeret presiden untuk lebih banyak melobi dan menggalang dukungan di parlemen.

Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 26 | Basic HTML

Bisa dibayangkan rumitnya pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang harus membangun koalisi di antara tujuh partai: Demokrat, Golkar, PPP, PKS, PAN, PKB, PBB, dan PKPI, yang memiliki platform politik yang berbeda-beda. SBY memang meraih dukungan politik sangat besar – 403 dari 550 suara DPR. Namun, lebih banyak hanya di atas kertas, berwujud jadi kenyataan jika pemerintah memberikan konsesi-konsesi kepada partai-partai tersebut, kecuali Demokrat dan Golkar yang dipimpin oleh duet SBY-JK.

Wewenang DPR tidak lagi semata-mata menyangkut fungsi legislasi, kontrol, dan menyetujui atau menolak APBN, tetapi telah masuk jauh ke dalam fungsi eksekutif – mengatur rincian program dan alur anggaran pemerintah. Sedangkan publik hanya menjatuhkan vonis kelambatan pelaksanaan suatu program kepada presiden atau menteri yang terkait. Padahal kelambatan itu lebih banyak disebabkan oleh panjangnya mata rantai birokrasi politis dan administratif DPR.

Kerumitan lain yang menghadang SBY menyangkut pola hubungannya dengan wakil presiden. Sebenarnya secara konstitusional sudah diatur oleh Pasal 4 UUD 1945, antara lain, bahwa wakil presiden adalah pembantu presiden dan hanya bisa menggantikan posisi presiden bilamana presiden berhalangan tetap.

Namun, semangat dan jiwa hubungan konstitusional presiden dan wakil presiden telah teralienasi oleh perubahan sistem pemilihan presiden, dari tidak langsung menjadi langsung. Maka lahirlah semacam gentleman’s agreement antara presiden dan wakil presiden ketika menjalin kemitraan dan kesepakatan untuk terjun bersama di dalam kontes pemilihan langsung. Faktor inilah yang lebih banyak menentukan pasang surut hubungan SBY dan JK.

SBY, baik secara terbuka maupun tertutup, membenarkan bahwa dia menempatkan JK sebagai mitra, bukan excluded (di luar) tetapi included (di dalam) tugas-tugas presiden. Kesepakatan di antara keduanya memang tidak dipaparkan secara rinci kepada publik, tetapi pernah dijelaskan oleh JK bahwa dia ditugasi SBY untuk mengkoordinasikan tugas-tugas Menko Perekonomian dan menteri-menteri di bidang ekonomi. Jadi, penilaian terhadap hubungan kerja antara SBY dan JK tidak bisa semata-mata ditilik dari sudut konstitusi, juga harus difahami dari segi gentleman’s agreement antara mereka. Dalam praktik, bobot kesepakatan bahkan lebih berat ketimbang bobot konstitusional. Namun bagi rakyat, yang paling penting keharmonisan hubungan mereka benar-benar memberi manfaat bagi perbaikan kesejahteraan.

SBY masih dihadapkan pada kerumitan lain. Amandemen UUD juga telah memberi angin bagi tumbuhnya komisi-komisi negara, bak jamur di musim hujan. Hasil kajian Lembaga Administrasi Negara terhadap 48 komisi negara akan segera disampaikan ke Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Tetapi kajian yang kental dengan keluhan tumpang tindihnya fungsi komisi tersebut akan menjadi tumpukan dokumen, karena sulitnya membubarkan sebuah komisi yang dibentuk berdasarkan undang-undang. Membubarkan sebuah komisi sama artinya mengamandemen undang-undang, suatu pekerjaan yang memakan banyak dana, energi, dan waktu.

Di antara 48 komisi, paling-paling yang dikenal publik hanya 13 komisi; Komisi Hukum Nasional, Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional Perlindungan Anak, Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Pemilihan Umum, Komisi Yudisial, dan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi. Sudah tentu untuk operasionalisasi komisi-komisi tersebut memerlukan dukungan anggaran negara. Persoalannya, semua komisi tersebut harus didukung oleh anggaran negara yang sangat terbatas. Fungsi komisi akhirnya hanya sebagai pipa penyalur keluhan dan protes.

Rekomendasi-rekomendasi yang mereka hasilkan juga hanya merupakan dokumen yang menumpuk dari waktu ke waktu. Tidak banyak yang bisa ditindaklanjuti karena kurangnya bukti, jadi perlu ditelusuri lebih lanjut. Ini artinya memerlukan konsistensi, sementara komisi yang bersangkutan kekurangan personil dan anggaran.

Advertisement

Kehadiran komisi-komisi tersebut akhirnya menjadi sebuah kemubaziran. Hanya melilit ruang gerak pemerintah, khususnya presiden, yang sudah dihadapkan dengan segudang masalah. Mungkin, di antara 48 komisi, hanya beberapa yang punya peran penting, seperti Komnas HAM, KPU, dan KPK. Tetapi ada yang tumpang tindih, misalnya KHN, KON, dan KY. Inilah yang sedang ditangani oleh LAN dan Kantor Menpan.

Tugas-tugas pemerintah, khususnya presiden, menjadi tidak fokus pada masalah-masalah fundamental; pemulihan ekonomi, pengentasan kemiskinan dan pengangguran, bilamana terlalu memprioritaskan tuntutan setiap komisi yang ingin diberi prioritas, baik perlakuan maupun anggaran. Sedangkan permasalahan fundamental tersebut bisa beralih menjadi “bom waktu” bilamana tidak segera ditangani secara konsisten, dan tidak didukung oleh anggaran yang memadai. Belum lagi berbagai masalah yang tidak kalah mendesak, seperti pendidikan dan kesehatan masyarakat.

Gertakan penarikan dukungan yang acapkali dilontarkan oleh dua pendukung penting pemerintah – Golkar dan PKS – acapkali menyita perhatian SBY. Juga polemik yang berlarut-larut, seperti tentang UKP3R, lebih banyak membenturkan SBY dan JK, ketimbang memberi solusi bagi masalah-masalah fundamental bangsa.

Jadi, sudah saatnya semua pihak membangun kedewasaan berpikir, berbicara, bersikap, dan bertindak, jika bangsa ini ingin segera keluar dari semua persoalan yang melilitnya. (red/BeritaIndonesia)

Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 26

Dari Redaksi

Surat Komentar

Highlight

Berita Terdepan

Visi Berita

Berita Utama

Berita Khas

Berita Tokoh

Berita Feature

Lentera

Berita Ekonomi

Berita Publik

Berita Nasional

Berita Daerah

Berita Hankam

Berita Hukum

Berita Politik

Berita Mancanegara

Lintas Media

Lintas Tajuk

Berita Lingkungan

Berita Kesehatan

Berita Olahraga

Berita Perempuan

Berita Budaya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini