Rapor Merah Pemberantasan Korupsi

 
0
17
Majalah Berita Indonesia Edisi 74
Majalah Berita Indonesia Edisi 74 - Rapor Merah Pemberantasan Korupsi

VISI BERITA (Pemimpin Pemberantas Korupsi, Februari 2010) – Publik berharap, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan selalu tampil sebagai pemimpin pemberantasan korupsi. Sebagai pemimpin, diharapkan Presiden SBY punya komitmen, melebihi komitmen pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memberantas korupsi yang masih merajalela di Indonesia.

Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 74 | Basic HTML

Ekspektasi publik ini bukan tanpa alasan. Sebab, SBY sendiri, dalam berbagai kesempatan terutama saat kampanye, menjadikan pemberantasan korupsi sebagai ikon, prioritas utama. Baik dalam kampanye Pilpres 2004 maupun Pilpres 2009, rakyat masih mengingat kata-kata SBY bahwa pemerintahannya akan menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi, dan upaya itu akan dipimpinnya sendiri.

Dalam kampanye Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2009, juga ditampilkan iklan yang mengampanyekan keberhasilan pemerintahan SBY memberantas korupsi di Indonesia. Di iklan itu ditampilkan video maupun slide berupa gedung KPK dan Pengadilan Tipikor, lengkap dengan grafik Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia, dari 2 pada tahun 2004 menjadi 2,8 tahun 2009, yang menggambarkan penurunan kasus korupsi selama pemerintahan SBY.

Namun, setelah terungkapnya kasus kriminalisasi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan upaya-upaya pelemahan KPK serta kasus Bank Century, publik mulai merasakan bertolak belakangnya janji dengan aksi. Publik mulai mempertanyakan janji, komitmen dan prestasi pemerintahan SBY dalam pemberantasan korupsi. Publik, tampaknya mulai risau dan ragu. Apalagi setelah memahami bahwa Presiden SBY tidak sepatutnya mengklaim prestasi KPK sebagai keberhasilan pemerintahannya dalam memberantas korupsi. Sebab, KPK adalah lembaga negara yang independen, bebas dari kekuasaan manapun, termasuk Presiden (eksekutif). Prestasi KPK bukanlah prestasi pemerintah atau Presiden. Apalagi, sebagaimana diungkap ICW bahwa dari 500 izin pemeriksaan yang diajukan kepada Presiden, baru sekitar 134 yang disetujui.

Selama ini, bagi masyarakat awam (yang tidak mengetahui eksistensi KPK sebagai lembaga negara yang independen, bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun, termasuk Presiden) klaim itu ditelan bulat-bulat. Belakangan, mulai banyak rakyat yang memahami bahwa ketidaktahuan masyarakat awam ini pulalah yang dimanfaatkan untuk pencitraan (tebar pesona) demi kepentingan politik melanggengkan kekuasaan.

Ketidaktahuan yang membuat masyarakat terkesima, bahkan mengamini hal ini sebagai etika politik yang santun. Ketidaktahuan yang selama ini telah menutup penglihatan bahwa hal itu suatu rangkaian dari proses pembodohan, melengkapi politik bantuan langsung tunai yang menggerus semangat kemandirian rakyat dan bangsa.

Namun, politik pencitraan, tebar pesona, yang memanfaatkan ketidaktahuan (untuk tidak disebut kebodohan) masyarakat, seperti itu, pasti ada batasnya. Sepandai-pandai tupai meloncat pasti akan jatuh ke tanah jua. Rilis beberapa LSM antikorupsi seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia (TII), Indonesia Budget Center (IBC), dan YAPIKA secara bersama sebagai Kado Hari Anti Korupsi, 9 Desember 2009 bertajuk Politik Pelemahan KPK di Era Presiden SBY, tampaknya telah mencelikkan mata publik.

Menurut mereka, di era pemerintahan SBY, tercatat sejumlah upaya pelemahan KPK oleh berbagai pihak. Namun mereka menyatakan: “Kita tentu tidak bisa terlalu cepat mengatakan otoritas politik ikut dalam upaya pelemahan tersebut. Namun, fenomena pelemahan yang terkesan dibiarkan ini, dinilai sangat paradoks sekaligus aneh, karena Presiden SBY sendiri dari awal naik dan didukung oleh pemilihnya karena isu antikorupsi. Bahkan janji-janji politik SBY adalah janji tentang pemerintahan yang bersih dan pemberantasan korupsi. Bagaimana mungkin, KPK sebagai aktor yang memberi harapan dalam pemberantasan korupsi, di tengah kegagalan dan potret buram Kepolisian dan Kejaksaan, KPK justru didelegitimasi dan dilemahkan?”

Kita sependapat dengan pernyataan keempat LSM antikorupsi ini. Walaupun, tak terbantahkan, bahwa kita juga sudah mulai meragukan komitmen kuat Presiden untuk memberantas korupsi, tetapi kita masih menyimpan harapan bahwa otoritas politik, apalagi Presiden SBY, tidak ikut terlibat dalam upaya pelemahan KPK, juga dalam kasus rekayasa pengucuran dana talangan Bank Century.

Advertisement

Kita berharap, Presiden SBY akan mendorong secara sungguh-sungguh pengungkapan kriminalisasi dan pelemahan KPK, terutama pengungkapan secara tuntas dan terang benderang kasus Bank Century, baik mengenai kebijakannya maupun kucuran dananya. Sehingga kepercayaan publik dapat pulih kembali, bahwa Presiden SBY adalah seorang pemimpin terdepan dalam pemberantasan korupsi. Tak masalah, apakah itu dilakukan oleh lembaga independen KPK atau dilakukan Kepolisian dan Kejaksaan yang berada di bawah otoritas Presiden. (red/BeritaIndonesia)

Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 74

Dari Redaksi

Visi Berita

Berita Terdepan

Bung Warto

Highlight/Karikatur Berita

Berita Utama

Berita Khas

Berita Nasional

Lentera

Berita Nasional

Berita Tokoh

Berita Hukum

Berita Publik

Berita Daerah

Berita Mancanegara

Berita Iptek

Berita Kesehatan

Berita Olahraga

Berita Hiburan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini