Perancang Manajemen Mutu Perikanan
Setia Simangunsong
[ENSIKLOPEDI] Dia seorang dari sedikit PNS yang kreatif dan inovatif serta lebih mengejar prestasi daripada status. Setia Mangunsong, Direktur Standarisasi dan Akreditasi, Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) adalah perancang bangun cetak biru manajemen standar pengawasan mutu industri perikanan nasional.
Kandidat doktor Program Studi Perencanaan Pembangunan dan Kelautan, ini pada peta perjalanan pembentukan regulasi pengawasan mutu hasil perikanan yang dikeluarkan pemerintah, sangat banyak di antaranya merupakan hasil olah pikir pria rendah hati murah senyum yang hidup bersahaja ini.
Ia, kelahiran Medan, 11 Oktober 1949, dikenal sebagai birokrat sejati yang membangun karir dari bawah. Walau sudah memegang jabatan setingkat manajer di sebuah BUMN perikanan, PT (Persero) Karya Mina (1973-1980), dia setia beralih memulai karir (1980) dari bawah di Ditjen Perikanan, Departemen Pertanian. Lalu sejak tahun 1982 statusnya resmi beralih menjadi PNS golongan IIB, ia pun tekun dan bekerja keras meniti karir, seraya terus belajar tak kenal lelah. Sampai ia berhasil mencapai karir menjadi Direktur Standarisasi dan Akreditasi, DKP, sejak Agustus 2005, setelah sebelumnya sejak Maret 2001 sudah dipercaya menjabat Direktur Mutu dan Pengolahan, DKP.
Ia memiliki semangat juang dalam bekerja, rajin belajar untuk menimba ilmu-ilmu baru, dan terbuka menerima setiap masukan demi perbaikan. Lulusan angkatan kelima Akademi Usaha Perikanan (AUP) Jakarta tahun 1972, ini berhasil melanjutkan pendidikan S-1 di STIA-LAN Jakarta (1982-1985), dan S-2 di STIE-IPWI Jakarta (1996-1997) mengambil Program Magister Manajemen Jurusan Pemasaran.
Seolah tak mau berhenti meningkatkan kemampuan teknis dan mengasah intelektualitas pemikiran, ia sejak Oktober 2003 melanjut lagi ke Program Pasca Sarjana (S-3) IPB Bogor, mengambil Program Studi Perencanaan Pembangunan Kelautan dan Perikanan Indonesia.
Program Manajemen Mutu
Ia kerapkali dipercaya mewakili Indonesia untuk menghadiri pelatihan-pelatihan dan seminar mengenai pengawasan mutu ke luar negeri, termasuk mengunjungi pabrik-pabrik pengolahan ikan di sana. Setiap kesempatan kunjungan selalu ia manfaatkan betul untuk melihat dan memelajari langsung bagaimana bentuk dan penerapan manajemen pengawasan mutu di negara-negara maju.
Ayah tiga orang anak, dua laki-laki dan satu perempuan, ini pernah “terbenam” selama 14 tahun menjabat sebagai Kepala Seksi, berlangsung antara 1985-1997, memegang sejumlah pos-pos penting yang terkait semua dengan pengawasan mutu pengolahan hasil-hasil perikanan. Sebuah hikmah muncul di situ.
Ketekunan mendalami bidang pengawasan mutu berbuahkan lahirnya konsep, formula, sistem, dan program pemerintah di bidang pengawasan mutu yang bertujuan agar produk perikanan Indonesia bisa menembus pasar ekspor tanpa harus melalui negara ketiga. Konsep itu menjadi sebuah masterpiece atau maha karya terbesar Setia Manunsong selaku birokrat. Ia memang beruntung, selalu mendapatkan dukungan dari atasan untuk melahirkan ide-ide dan gagasan baru di bidang pengawasan mutu.
Pada awal dekade 1990-an tepatnya sekitar tahun 1992/1993 itulah ia, yang selalu terlibat dalam banyak perundingan mengenai pemasaran perikanan di dunia internasional mewakili delegasi Indonesia, berhasil menelurkan Program Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan (PMMT). Karena masih berupa program, belum memperoleh legitimasi dan kekuatan hukum yang mengikat, pelaksanaan PMMT oleh para pabrikan industri perikanan awalnya bersifat sukarela saja.
Setelah pasar tunggal Uni Eropa pada 1994 mengumumkan sekaligus mensyaratkan standar-standar mutu yang harus dipenuhi oleh setiap negara eksportir perikanan, maka sebagian besar kalangan industrti perikanan mulailah melirik dan memelajari betul konsep yang Setia bangun. Walau demikian mereka belum sepenuhnya bisa percaya.
Barulah setelah Amerika Serikat juga mengumumkan dan mensyaratkan hal serupa 1997, dan Mangunsong akhirnya berhasil pula meyakinkan para pimpinan di lingkungan birokrasi, sehingga pada 1998 keluarlah SK Menteri Pertanian No 41 Tahun 1998. SK Menteri itu menjadi landasan hukum pelaksanaan PMMT secara wajib kepada setiap industri perikanan orientasi ekspor. Bersamaan itu sebutan PMMT berubah pula menjadi Sistem Manajemen Mutu Terpadu (SMMT) Pengolahan Hasil-Hasil Perikanan.
Sejak saat itulah Setia Mangunsong mulai dikenal luas sebagai desainer yang merancang bangun semua cetak biru manajemen standar pengawasan mutu industri perikanan nasional. Termasuk, ketika pada tahun 2004 Indonesia berhasil melahirkan UU No. 31/2004 Tentang Perikanan. Di berbagai peta perjalanan pembentukan regulasi pengawasan mutu yang pernah pemerintah keluarkan, sangat banyak di antaranya merupakan hasil olah pikir pria rendah hati murah senyum, yang hidupnya sangat bersahaja, dan sejak masa muda sudah mendasarkan filosofi hidup pada “Bekerja sambil Berdoa” dan”Bekerja sambil Belajar”, atau “Ora et Labora” dan “Ora et Study. (Selengkapnya baca artikel KISAH ANAK PETANI DARI BALIGE: Pekerja Keras Yang Tekun Belajar dan Berdoa).
Nama Setia Mangunsong lalu melekat sebagai desainer yang merancang-bangun formula Sistem Manajemen Mutu Terpadu Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, yang dimulainya sejak dekade 1990-an itu. Ia memperoleh ilmu dan pemahaman tentang manajemen pengawasan mutu pengolahan hasil-hasil perikanan setelah melakukan berbagai training, disertai kunjungan langsung ke pabrik-pabrik pengolahan perikanan di sejumlah negara maju di luar negeri. (Dua diantaranya baca kisah menarik dalam artikel NUKILAN KISAH UNIK DUA TRAINING).
Hasil dari setiap pelatihan selalu dia diskusikan bersama kolega, dianalisa, dilaporkan kepada atasan, dimintakan saran, lalu menawarkan bentuk solusi dan bagaimana tindak lanjut penerapannya di tanah air. Barulah setelah itu ilmu-ilmu baru ini kemudian ia sebarluaskan ke para pejabat terkait serta pelaku langsung industri perikanan di seluruh tanah air. Ia juga terjun ke pabrik-pabrik pengolahan untuk memberikan pelatihan-pelatihan kepada para karyawan, atau ke kampus-kampus berbicara langsung dengan para ilmuwan dan mahasiswa untuk berbagi ilmu.
Melalui training-training pengawasan mutu berskala internasional, ia juga berkesempatan membangun jaringan pamasaran perikanan yang berdimensi global di luar negeri. Ia rajin bertukar pikiran dengan berbagai kalangan asing hingga akhirnya dapat memahami ke mana arah dan kecenderungan pasar perikanan global. Ia berhasil menemukan jawaban bahwa pasar global masa depan pasti mensyaratkan secara ketat keharusan terpenuhinya standar-standar manajemen mutu pengolahan hasil-hasil perikanan.
Keberhasilan melakukan pengawasan terhadap mutu hasil perikanan di Indonesia, ditandai dengan diijinkannya lembaga yang dia pimpin, di Departemen Kelautan dan Perikanan (dahulu Departemen Pertanian), untuk menjadi competent authority atau lembaga yang berhak memberi label dan register sertifikasi, bahwa produk perikanan Indonesia telah sesuai dan memenuhi standar kualitas mutu yang dipersyaratkan negara tujuan ekspor: Uni Eropa, Amerika, Kanada, dan Jepang.
Dan yang lebih membanggakan, pasar di negara tujuan ekspor telah pula mempercayai sekaligus menerima hasil rancangan Setia Mangunsong, yakni Sistem Manajemen Mutu Terpadu Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, sebagai jaminan sistem yang memberi kepastian bahwa produk ekspor perikanan Indonesia sudah layak memasuki langsung pasar Eropa, Amerika, Kanada, dan Jepang tanpa harus melalui negara ketiga seperti terjadi sebelumnya. Sistem ini telah memenuhi jaminan manajemen mutu, keamanan pangan, dan ketertelusuran produk.
Menjadi Praktisi Perikanan
Dahulu di tahun 1969 setamat SMA Setia Mangunsong pernah mencoba masuk Akabri bagian Kepolisian namun kalah. Gagal masuk Akabri ia putar haluan ke Akademi Usaha Perikanan (AUP), Jakarta, bersaing dengan ribuan peminat lain dan berhasil merebut satu dari 50 kursi yang disediakan bagi mahasiswa angkatan kelima.
Kuliah di AUP, hingga semester pertama janji tentang tahun depan pasti akan diterima masuk Akabri masih saja terngiang-ngiang di kuping Setia. Dengungan ini sampai-sampai mengganggu prestasi belajar, hingga sempat terancam drop out bila saja tidak lulus her atau ujian ulangan. Setia lalu membulatkan tekad akan menggeluti perikanan seutuhnya, melupakan Akabri dengan kejadian ÒsesuatunyaÓ, hingga berhasil menyelesaikan kuliah tahun 1972.
Ia terjun menjadi praktisi perikanan. Di bulan-bulan pertama setelah lulus ia berkiprah di lingkungan swasta, lalu dilanjutkan di sebuah BUMN perikanan PT (Persero) Karya Mina dengan tugas khusus menangani quality control (1973-1975).
Ia sempat memimpin sebagai Kepala Cabang PT (Persero) Karya Mina di Singkep, Riau (1975-1980). Kelahiran sebuah kebijakan baru pemerintah menghapus kapal trawl di tahun 1980-an membuat perusahaan tak lagi dapat beroperasi. Ia kemudian ditarik ke Jakarta, menjabat sebagai Kepala Perwakilan PT (Persero) Karya Mina (1980-1982). Ia kemudian berlabuh menjadi birokrat pemerintah, hingga berkesempatan dan berhasil merancang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan, pada dekade 1990-an.
Walau merupakan mantan karyawan BUMN dengan level sudah setingkat manajer, ia bersedia mengikuti segala aturan dan ketentuan kepegawaian yang berlaku. Ia juga rela menjadi pegawai negeri yang memulai karir, jabatan, pangkat dan golongan dari bawah II-B sesuai ijazah D-3 yang disandang. Bahkan pada awalnya hanya ditempatkan sebagai staf biasa di Ditjen Perikanan, Departemen Pertanian, 1982. Barulah sejak 1985 ia resmi diangkat menjadi pejabat Kepala Seksi Bimbingan Permodalan. (Baca kisah perjalanan karirnya selaku birokrat pada artikel MEMILIKI NALURI BISNIS).
Ia empat belas tahun dengan setia berkutat sebagai Kepala Seksi. Selama itu ia berputar-putar terus di lingkungan itu mendalami manajemen pengawasan mutu perikanan, dengan tugas pokok meningkatkan standar mutu pengolahan hasil-hasil perikanan.
Sempat setahun ditugaskan ke bidang lain, menjabat sebagai Kepala Seksi Data Perizinan Usaha Perikanan (1996-1997). Yang kemudian ia jejakkan di sini tak kalah cemerlang dengan “habitat” lama pengawasan mutu. Dengan mengadaptasi ilmu merancang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Pengolahan Hasil Perikanan, ia lalu merancang sebuah sistem inspeksi langsung ke setiap kapal ikan yang beroperasi di Indonesia. Setiap kapal ikan asing harus diinspeksi untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran surat-surat. Sistem ini masih berlaku hingga sekarang, sebagai warisan lain dari Setia yang juga sangat berharga.
Ia kemudian dipanggil pulang ke pengawasan mutu. Maklum saja, para kolega di dalam dan luar negeri sudah kadung mengenal namanya sebagai identik dengan lembaga yang dipimpinnya, yang berfungsi sebagai competent authority di bidang pengawasan mutu pengolahan hasil perikanan di Indonesia. Lembaga inilah yang diakui dan berhak memberikan label register kepada setiap produk ekspor perikanan Indonesia.
Kepulangannya ke pengawasan mutu di tahun 1997 berbuah manis. Ia diangkat menjadi pejabat eselon tiga, menempati pos Kepala Sub Direktorat Pengolahan Hasil pada Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan Hasil, Ditjen Perikanan, Departemen Pertanian. Ia berada di pos ini hingga Maret 2001, sampai namanya dipromosikan lagi menjadi pejabat eselon dua, sebagai Direktur Mutu dan Pengolahan Hasil, Ditjen Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan RI.
Teguh pada Keyakinan Diri
Kepercayaan dari atasan disebutnya sebagai pendorong utama keberanian melahirkan ide-ide baru yang bersifat transformatif ke arah yang lebih baik, terutama di bidang pengawasan mutu.
Pada dekade 1990-an itu ia berjibaku untuk konsisten mengikuti standar mutu pengolahan hasil perikanan yang sedang, dan pasti akan diberlakukan oleh negara-negara tujuan ekspor Uni Eropa, Amerika, Kanada dan Jepang. Padahal di dalam negeri nyaris semua kalangan justru lebih mengenal standar ISO-9000. Keberanian, atau lebih tepat disebut sebagai kenekatan mengikuti standar di luar ISO-9000, tak kurang membuat banyak tentangan yang datang bertubi-tubi mengarah kepada Setia.
Tetapi ia tetap berpijak kepada visinya yang menjangkau jauh ke depan, melebihi dan melampaui pemikiran banyak orang. Ia bersikap untuk tetap mengikuti standar-standar khusus yang berlaku secara spesifik di bidang makanan, dalam hal ini perikanan.
Kendati hanya merupakan lolongan panjang yang diteriakkan di padang gurun, ketika itu, ia tak mau mengikuti nasihat orang lain untuk berubah. Hanya karena keteguhan dan keyakinan kepada diri sendirilah, yang disertai kemampuan untuk melihat kecenderungan peta perdagangan pasar global di masa depan, maka ia berhasil tetap berdiri kukuh pada prinsip dan tampil sebagai pemenang persaingan di pasar global.
Dengan cerdik dan tekun ia mempelajari setiap perkembangan standar mutu pengolahan hasil perikanan yang berlaku di banyak negara. Ia juga rajin mengikuti pelatihan-pelatihan tentang pengawasan mutu, serta melakukan kunjungan langsung ke pabrik-pabrik pengolahan ikan di luar negeri. Denmark, menyebut standar manajemen mutu perikanan mereka dengan Quality Management, lalu Kanada Quality Management Programme, Uni Eropa Own Check System, dan Amerika Serikat Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP).
Apa yang Setia Mangunsong konsepsikan tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan Indonesia, bahwa perikanan Indonesia harus mengikuti kecenderungan pasar global di bidang pengawasan mutu perikanan, walau berbeda jauh dengan ISO-9000 yang sedang begitu populer di dekade 1990-an, akhirnya memperoleh kepastian kebenaran di tahun 1994.
Tentangan terhadap konsep-konsep yang ia gagas segera berakhir begitu pasar tunggal Eropa tahun 1994 secara resmi mengumumkan syarat-syarat standar mutu produk perikanan yang harus dipenuhi setiap negara eksportir. Standar mutu yang disyaratkan Eropa sama benar dengan apa yang ia rancang. Kalangan pabrikan yang awalnya tidak mudah percaya akan kesahihan formula standar manajemen mutu rancangan Mangunsong, secara perlahan dan bersifat sukarela mulai menjalankan Sistem ini di sejumlah kecil perusahaan pengolahan perikanan.
Syarat yang dikeluarkan Uni Eropa itulah yang membuka pemahaman baru banyak orang di tanah air tentang pengawasan mutu, terlebih setelah Amerika Serikat turut pula memperkuat dengan mensyaratkan ketentuan serupa sejak tahun 1997 mengenai standar mutu pengolahan perikanan.
Setia Mangunsong memformulasi keseluruhan sistem menjadi sebuah sistem yang sama sekali baru dan asli keluaran Indonesia. Departemen Pertanian (ketika itu) kemudian memberinya nama Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan Indonesia (tahun 1998).
Begitu Sistem ini memiliki kekuatan hukum yang sah berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI No. 41/Kpts/IK.210/2/98 tentang Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Dirjen Perikanan dengan mengeluarkan “Petunjuk Pelaksanaan Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan”, tertuang dalam SK Dirjen Perikanan Nop. 1428/Kpts/Ik.120/12/98, maka pemberlakuan standar pengawasan mutu yang awalnya sukarela menjadi wajib sifatnya.
Setia Mangunsong berhasil meyakinkan jajaran pimpinan di pemerintahan, bahwa sistem manajemen mutu terpadu yang dirancangnya benar adanya. Adalah Menteri Pertanian RI yang berani mengambil keputusan penting di tahun 1998 dengan mengeluarkan Surat Keputusan, yang mewajibkan pemberlakuan Sistem Manajemen Mutu Terpadu Hasil Perikanan Indonesia di setiap pabrik pengolahan hasil perikanan.
Tulis, Lakukan, dan Tulis
Mangunsong membuat sistemnya dalam empat modul. Jika dilihat substansi dasarnya, inti ketentuan sistem ini adalah hanya dari bahan baku yang bermutu baik, diolah di pabrik yang baik, ditangani oleh orang-orang yang profesional, dan diyakinkan melalui suatu pengujian yang baik di laboratorium, barulah mutu perikanan dipastikan dapat dikatakan baik.
Setia memasukkan tujuh prinsip dasar dalam formulanya. Di setiap proses, sejak dari awal sudah harus dilihat kemungkinan bahaya terkait dengan mikrobiologi, kimia, dan fisika. Semua kemungkinan dianalisa dan demi efisiensi hanya pada titik-titik yang kritis saja yang perlu dimonitor.
Setiap perusahaan yang menerapkan Sistem ini harus memegang tiga kata kunci. Pertama, harus menuliskan apa yang akan dilakukan. Kedua, lakukan sesuai seperti apa yang dituliskan. Dan ketiga, tuliskan kembali apa yang telah dilakukan. Di semua tulisan harus ada record keeping-nya sehingga apapun kejadiannya, kapanpun itu terjadi, semua akan bisa ditelusuri. Yang dituliskan ini, dalam bahasa sehari-hari adalah apa yang disebut dengan quality manual.
Kalau masing-masing perusahaan sudah mempunyai quality manual, dan dilaksanakan seperti itu, kemudian direkap semua apa-apa yang dilakukan, itu pasti akan bisa menjamin mutu produk. Tentu, setiap apa yang ditulis terkait dengan jaminan mutu dan keamanan pangan. Seperti, bagaimana mendapatkan mutu yang baik, apa syarat-syarat mutu yang baik, bahan baku yang datang sesuai tidak dengan syarat yang dituliskan dalam buku, apa syarat-syarat pabrik yang bagus, ketika mengoperasikan pabrik sudah sesuai tidak dengan syarat, dan lain sebagainya.
Kemudian, pabrik yang baik harus pula dioperasikan oleh orang-orang yang baik. Karena ini makanan, orang yang mengerjakan pabrik harus juga sehat, harus ada surat dari dokter baru boleh kerja, jika tidak sehat jangan bekerja.
Setia Mangunsong berhasil mendesain sistem standar mutu yang mudah diterima pasar Uni Eropa, Amerika, Kanada, dan Jepang sebab merancangnya berdasarkan adaptasi dari sistem-sistem yang berlaku secara global di negara-negara tersebut. Sistem itu dirancang pula dalam perspektif berdimensi ruang dan waktu yang menjangkau jauh ke masa depan, sehingga bisa mengikuti setiap kecenderungan yang terjadi. Sistem ini bersifat scalable. Ketika Eropa baru-baru ini mengeluarkan ketentuan yang lebih baru, sistem yang ia rancang tetap mampu melakukan adaptasi dengan mudah.
Misalnya, dalam melakukan sistem pengawasan terhadap produk ekspor perikanan, apabila selama ini membutuhkan waktu paling tidak empat belas hari untuk memeriksa hingga memberikan nomor register, dengan sistem yang lebih baru hanya butuh waktu satu hari sudah bisa selesai. Sistem ini akan mengakselerasi produk ekspor perikanan Indonesia berdimensi global, karena itu Setia Mangunsong bertekad bulat akan segera menerapkan dan mensosialisasikan Sistem terbaru Uni Eropa ini di tahun 2006 ini juga, demi merebut peluang pasar dunia. (Mengenai peta perjalanan regulasi sistem pengawasan mutu perikanan Indonesia, baca artikel selengkapnya berjudul ROADMAP MANAJEMEN MUTU Hasil PERIKANAN). eti – haposan tampubolon