Sosiolog yang Dikira Sombong
Imam Prasodjo
[DIREKTORI] Menjadi pemandu talk show hanya salah satu dari setumpuk kegiatan sehari hari sosiolog tamatan Brown University, Rhode Island, AS ini. Menjadi pembicara di berbagai forum seminar atau menulis kolom, adalah kegiatan lain yang dijalani laki laki kelahiran Purwokerto ini. Pria yang dikira sombong oleh beberapa jurnalis, ini memang orang yang lebih banyak bicara dan seperti mengetahui segalanya.
Ia sempat beberapa bulan harus berbagi waktu di KPU dan mengajar di FISIP UI. Tapi akhirnya ia memilih mundur dari KPU karena anggota KPU diharuskan full time. Bersama FX Mudji Sutrisno, ia memilih lebih baik mengabdi sebagai dosen. Di almamaternya, FISIP UI, ia adalah Ketua Center for Research on Inter group Relations and Conflict Resolution (CERIC). Imam yang gencar mengkampanyekan paradigma Indonesia Baru juga memimpin sejumlah LSM dan yayasan, antara lain Yayasan Nurani Dunia.
Walau super sibuk, Imam tetap memberi perhatian pada mahasiswanya, termasuk mencarikan jalan keluar atas persoalan yang dihadapi para mahasiswanya. Sejak jadi dosen, ia sudah tiga kali ‘melobi’ calon mertua mahasiswanya, karena kekeliruan pandangan akibat stereotyping. Misalnya ada seorang calon mertua yang menolak menantunya asal Padang, karena anggapan orang Padang pelit. “Saya harus memberi penjelasan. Setelah dijelaskan, mereka akhirnya maklum,” ujar Imam.
Tak hanya soal perkawinan, Imam juga sering dilibatkan sebagai penengah dalam konflik antara pengusaha dengan buruh. Ia juga aktif dalam penyusunan conflict resolution disejumlah daerah konflik. Imam belakangan juga larut dalam penanganan soal pengungsi.
Sosiolog muda ini tak hanya kritis dalam menyampaikan kritik serta cemerlang dalam menyampaikan ide atau gagasan. la juga dikenal sebagai pribadi yang memiliki sense of humour tinggi. Dalam setiap forum selalu ada tawa segar karena celetukan, atau cerita cerita nyata yang diungkapkan.
Saat uji kelayakan di DPR, Imam antara lain melontarkan ide agar Pemilu bisa menjadi media efektif untuk menjaring pimpinan negeri ini yang mampu merefleksikan aspirasi yang diwakili. Pemilu harus demokratis, partisipasi rakyat harus dikembangkan dan sentralisasi kekuasaan yang berlebihan harus dihindari. KPU sebagai penyelenggara Pemilu diharapkan mampu mengembangkan prinsip prinsip represen tatif yang sesuai dengan masyarakat Indonesia. e-ti | tsl