Kebebalan Moral Pengurus Negeri

 
0
102
Kebebalan Moral Pengurus Negeri
Doni Koesoema | © TokohIndonesia.com | Dok.Pri

[OPINI] – Oleh Doni Koesoema A, STF, MEd | Kebebalan moral para pengurus negeri semakin kentara ketika mereka mempergunakan kekuasaan yang dimiliki, entah itu kekuasaan politik, uang, maupun kewenangan pengambilan kebijakan yang telah bekerja sama dengan makelar politik, dalam rangka mencari pemilih muda potensial 2014. Mereka bebal secara moral karena kepentingan perbaikan dunia pendidikan jangka panjang mereka abaikan.

Belum selesai kasus Gayus dan keluhan gaji presiden, kini muncul buku-buku tentang SBY dalam paket sumbangan buku sekolah. Lebih memprihatinkan lagi, biaya buku menggunakan dana alokasi khusus yang semestinya untuk pengembangan pendidikan. Alih-alih menyediakan buku bermutu, dana rakyat dipakai untuk promosi politik gratis bagi pemilih muda. Pengurus negeri ini sudah benar-benar lupa tugasnya sebagai pelayan rakyat. Ranah penting sekolah pun dirusak demi politik murahan!

Entah sengaja atau tidak, kehadiran buku-buku tentang SBY merusak rasa keadilan masyarakat, melecehkan lembaga pendidikan, dan menunjukkan kebebalan moral pengurus negeri.

Kehadiran buku-buku tersebut merusak rasa keadilan karena di tengah terpuruknya dunia pendidikan, pemerintah atau “oknum” pemerintah lebih suka memancing di air keruh untuk mencari keuntungan bagi diri dan kelompoknya. Sasarannya jelas, anak-anak SMP, khususnya kelas IX, adalah pemilih muda potensial dalam Pemilu 2014.

Ketidakadilan terjadi karena hanya kelompok kepentingan tertentu, yang punya kekuasaan, yang dapat mengobok-obok sekolah. Alasan bahwa buku-buku itu telah lolos sebagai buku pengayaan dari Kementerian Pendidikan Nasional tak dapat jadi pembenaran buku-buku tersebut beredar di sekolah. Alasan-alasan itu mengecilkan arti buku-buku pendidikan lain, seperti ensiklopedia, kamus pengetahuan, seri-seri ilmu pengetahuan, bahkan juga sastra, yang lebih dibutuhkan untuk mengembangkan wawasan anak-anak kita.

Sebaliknya, perhatian pada pengembangan dunia pendidikan jangka panjang diabaikan, seperti kebijakan ujian nasional (UN) yang tidak pernah dipikirkan secara jauh dan visioner. Jika demi kepentingan politik mereka bisa berpikir jauh ke depan, kenapa tidak dalam dunia pendidikan?

Ketidakadilan terjadi karena hanya kelompok kepentingan tertentu, yang punya kekuasaan, yang dapat mengobok-obok sekolah. Alasan bahwa buku-buku itu telah lolos sebagai buku pengayaan dari Kementerian Pendidikan Nasional tak dapat jadi pembenaran buku-buku tersebut beredar di sekolah. Alasan-alasan itu mengecilkan arti buku-buku pendidikan lain, seperti ensiklopedia, kamus pengetahuan, seri-seri ilmu pengetahuan, bahkan juga sastra, yang lebih dibutuhkan untuk mengembangkan wawasan anak-anak kita.

Melecehkan sekolah

Kehadiran buku-buku SBY juga melecehkan lembaga pendidikan karena tidak lagi menganggap lembaga pendidikan sebagai ruang penting bagi pembentukan generasi bangsa yang cerdas, terbuka, dan berhak memperoleh semua informasi penting yang relevan dengan tahap perkembangan pendidikannya. Pengetahuan anak-anak dibatasi dan diarahkan pada gambaran figur tertentu.

Selain itu, lembaga pendidikan tidak ubahnya sebagai sebuah pasar tempat kelompok politik bisa berkampanye secara gratis dengan mempergunakan struktur, kultur, dan kekuasaan yang dimiliki atas lembaga pendidikan. Kampanye terselubung seperti ini membuat lembaga pendidikan tak lagi menjadi lembaga pencerahan, tetapi menjadi lembaga indoktrinasi dengan mengarahkan pengetahuan dan pemahaman tentang kehidupan politik masyarakat pada satu aliran politik tertentu.

Kebebalan moral para pengurus negeri semakin kentara ketika mereka mempergunakan kekuasaan yang dimiliki, entah itu kekuasaan politik, uang, maupun kewenangan pengambilan kebijakan yang telah bekerja sama dengan makelar politik, dalam rangka mencari pemilih muda potensial 2014. Mereka bebal secara moral karena kepentingan perbaikan dunia pendidikan jangka panjang mereka abaikan.

Advertisement

Kita ingat, sampai sekarang sosialisasi peraturan UN saja belum tersebar ke seluruh negeri, sementara UN kian mendekat. Kebijakan UN tak dapat dibuat seperti orang main sulap atau dadu yang tinggal dilempar, lalu tahu angkanya berapa. Kebijakan pendidikan nasional mesti dipikirkan jangka panjang. Bahkan, semestinya sekarang pemerintah sudah memikirkan dan mengeluarkan kebijakan tentang ujian nasional yang akan berlaku pada 2012. Dunia pendidikan bekerja berdasarkan ritme yang pelan, tetapi pasti, dan tidak boleh diobok-obok dengan kebijakan yang dikeluarkan secara mendadak karena akan memengaruhi seluruh dinamika pendidikan dan pengajaran di kelas.

Pemerintah mesti segera memperbaiki citranya dalam dunia pendidikan jika sungguh-sungguh ingin mengadakan perbaikan pendidikan bagi negeri ini. Caranya tak lain adalah merumuskan pendidikan jangka panjang. Yang mendesak adalah kebijakan tentang UN yang masih menjadi duri dalam daging bagi dunia pendidikan. Untuk jangka pendek, pemerintah harus secepatnya bertindak mengusir para pedagang politik yang saat ini memanfaatkan sekolah dan anak didik sebagai tempat dan tujuan mereka memperdagangkan politik.

Buku-buku politik itu sungguh melanggar rasa keadilan masyarakat, melecehkan lembaga pendidikan, dan menjadi tanda kebebalan moral para pemimpin bangsa yang justru memperburuk citra mereka di mata anak-anak muda. Oleh karena itu, buku-buku SBY semestinya segera ditarik dari peredaran di sekolah-sekolah kita! Opini TokohIndonesia.com | rbh

© ENSIKONESIA – ENSIKLOPEDI TOKOH INDONESIA

Doni Koesoema A, STF, Med, Direktur Pendidikan Karakter dan Konsultan Pendidikan

Juga diterbitkan di Harian Kompas, 28 Januari 2011 di bawah judul Kebebalan Moral Penguasa

Tokoh Terkait: Doni Koesoema A, | Kategori: Opini | Tags: Pendidikan, Moral, Karakter

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini