Ibu Dangdut Indonesia

Ellya Khadam
 
0
1576
Ellya Khadam
Ellya Khadam | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Lagu ciptaannya, Boneka dari India, menjadi penanda awal masuknya elemen India ke dalam musik yang kini dikenal sebagai dangdut. Sejak tahun 1950-an, peraih penghargaan Anugerah Dangdut TPI 2000 ini sudah merekam sedikitnya 400 lagu dangdut. Selain menyanyi, ia juga dikenal sebagai aktris yang telah membintangi puluhan judul film layar lebar.

Ellya Khadam lahir dengan nama Siti Alya Husnah di Jakarta pada 23 Oktober 1938. Agar terdengar lebih komersil, nama itu kemudian diganti oleh produsernya menjadi Ellya. Nama Khadam yang melekat sampai akhir hayatnya adalah nama mantan suaminya, Khadam Ali. Selain Khadam, Ellya juga pernah dikenal sebagai Ellya Agus dan Ellya M Haris.

Perempuan berdarah Betawi ini menghabiskan masa kecilnya di Jl. Kawi, sebuah daerah dekat Pasar Rumput, Jakarta Selatan. Seperti kebanyakan anak gadis di jaman itu, Ellya juga mengakhiri masa lajangnya di usia yang amat belia. Di usianya yang baru menginjak 14 tahun, Ellya dinikahkan dengan seorang pria yang belum ia kenal sebelumnya. Pernikahan itu tak bertahan lama, Ellya memutuskan berpisah dari suaminya setelah mempunyai dua anak yang kini telah memberinya 14 cucu.

Menjanda di usia yang relatif muda memang bukan perkara mudah. Namun di tengah peliknya masalah hidup yang membelitnya, Ellya justru mulai menemukan peruntungannya di dunia tarik suara. Kebetulan saat itu ia bertetangga dengan penyanyi Melayu Deli bernama Dian Seruni. Secara diam-diam, Ellya serius mendengarkan suara merdu Dian kala berlatih bernyanyi. Setelah “berguru” dari jarak jauh, lama kelamaan Ellya mulai piawai bersenandung. “Hebatnya, Dian Seruni belum bisa menyanyikannya, saya malah sudah bisa,” tuturnya bangga seperti dikutip dari situs kompas.com.

Memasuki usia senja, Ellya perlahan mundur dari dunia musik yang pernah membesarkan namanya. Biduan perintis musik dangdut ini masih mempertahankan ciri khasnya, berbusana ala India. Meski menyandang nama besar, jangan bayangkan Ellya tinggal di rumah megah nan mewah. Perempuan dengan logat Betawi kental ini masih tinggal di gang sempit di kawasan Depok, Jawa Barat. Menurut Ellya, dalam sebulan setidaknya ada 2-3 tawaran manggung di TV maupun radio. Jika sedang sepi job, ia mengisi waktunya dengan menjadi perias pengantin Betawi. Berkat pola hidup sederhana yang diterapkannya, Ellya mengaku tidak pernah merasakan kesulitan keuangan

Sejak itu, Ellya berniat menjadi seorang penyanyi, meski pada awalnya ia harus menghadapi tentangan orang tuanya lantaran statusnya sebagai janda. Kendati tak mendapat persetujuan, ia nekat menyanyi hingga pada akhirnya diajak tampil pada sebuah acara perkawinan. Dari situ Ellya mulai kebanjiran job menyanyi dari kampung ke kampung. Bakat dan kemampuannya dalam bernyanyi pada akhirnya membawanya singgah ke dalam beberapa grup musik di masanya, diantaranya “Cahaya Muda” pimpinan Sarbini.

Ellya pernah berkolaborasi dengan Munif Bahasoan, Muchsin Alatas, serta Mansyur S yang ketika itu menjadi pimpinan OM Rhadesa. Ellya juga pernah tampil bernyanyi bersama Titiek Puspa dan Aminah Banowati dalam sebuah pertunjukan di lapangan Monas yang dulu dikenal dengan sebutan stadion Ikada. Seiring berjalannya waktu, kesibukannya sebagai biduan secara perlahan membuat Ellya mulai melupakan kegagalan perkawinannya.

Karirnya semakin menunjukkan kemajuan setelah ia didaulat Orkes Sinar Muda sebagai bintang tamu. Pada tahun 1956, bersama orkes ini, Ellya tampil dalam sebuah acara temu kelompok orkes di kawasan yang sekarang ini dikenal sebagai kompleks Hotel Indonesia. Dalam acara tersebut, Ellya bertemu dengan tokoh-tokoh musik Melayu ternama seperti Husein Bawafie, Munif Bahasoan, dan Ali Atamimi.

Bahkan Husein Bawafie langsung kepincut begitu mendengar cengkok unik milik Ellya. Husein kemudian memperkenalkan Ellya kepada Adi Karso yang lantas mengajaknya untuk masuk dapur rekaman. Pada 1957, suara Ellya untuk pertama kalinya direkam di piringan hitam. Lagu berjudul Sinar Mesra ciptaan Husein Bawafie menandai debutnya sebagai penyanyi profesional. Dengan iringan Orkes Melayu Siar Kemala pimpinan A. Kadir, Ellya menjalani proses rekaman yang kala itu dilakukan di Surabaya oleh Bustari, suami aktris film era tahun 50-an, Titin Sumarni.

Nama Ellya baru benar-benar meroket di tahun 1962 setelah membawakan lagu ciptaannya sendiri, Boneka dari India. Lagu tersebut direkam di studio Irama milik Mas Yos, dengan iringan Orkes Melayu Kelana Ria pimpinan Adi Karso dan Munif Bahasoan. Musisi pendukung lainnya antara lain Husein Bawafie (akordeon), Mat Syabi (mandolin), dan Adi Karso (marakas). Dengan dibantu para musisi pendukung tadi, Ellya mulai mengutarakan idenya untuk memasukkan elemen India ke dalam lagu ciptaannya. Benar saja, lagu itu mendapat sambutan meriah dari publik. Setiap mendapat undangan manggung, Boneka dari India seperti menjadi lagu wajib yang harus dinyanyikan.

Lagu berirama riang dengan liriknya yang sederhana itu muncul sebagai reaksi atas kejenuhan Ellya menyanyikan lagu-lagu sebelumnya. Secara spontan, ia kemudian melantun-lantunkan lagu mirip lagu India yang kemudian bernama “Boneka dari India” itu. Pilihan pada India bukan tanpa alasan. Ellya memang termasuk penggemar berat film India dan kebetulan rumahnya tak jauh dari bioskop Ratna yang pada eranya banyak memutar film India. Kecintaannya pada segala sesuatu berbau India itulah yang kemudian dituangkannya dalam lagu Boneka dari India.

Advertisement

Selain mampu bernyanyi dan berjoget, Ellya Khadam juga pandai membuat lirik. Remy Sylado, pengamat musik yang menjadi saksi telinga popularitas lagu tersebut menuturkan bahwa di tahun 60-an hampir setiap hari radio-radio di Bandung memutar lagu Boneka dari India. Bahkan menurut penulis ensiklopedi musik itu, ketenaran lagu itu hampir menyaingi lagu Patah Hati milik Rahmat Kartolo. Embrio dangdut, demikian Remy memberi julukan pada lagu tersebut. Pasalnya, bukan hanya populer karena lirik dan iramanya yang unik, lagu Boneka dari India ciptaan Ellya juga merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah lahirnya musik dangdut.

Menurut Remy, elemen bunyi dangdut yang ada dalam lagu tersebut belum pernah dipakai tokoh musik Melayu seperti Said Effendi sekalipun. “Ellya Khadamlah yang menyebarkan wabah itu, jadi bukan Elvy (Sukaesih) atau yang lain,” demikian kata Remy. Majalah Tempo edisi Juni 1976 pernah menulis, Ellya Khadam merupakan salah satu peletak dasar menyanyi dangdut wanita, yang mengkombinasikan unsur-unsur India. Sementara, tokoh musik Melayu, Munif Bahasoan mencatat, lagu yang diciptakan Ellya pada tahun 1957 itu menandai peralihan dari zaman musik Melayu Deli ke era Melayu bernuansa India.

Kesuksesan lagu yang juga dinikmati komunitas di luar musik Melayu itu kian memacu kreativitas Ellya Khadam. Hingga terciptalah sederet judul lain yang juga meledak di pasaran, antara lain Kau Pergi Tanpa Pesan, Termenung, dan Pengertian yang kemudian dinyanyikan kembali oleh Emilia Contessa. Sama seperti Boneka dari India, semua lagu itu masih bernuansa India. Warna vokalnya pun makin mengindia, meski menurut pengakuan si empunya suara, cengkok vokalnya memang demikian adanya.

Seiring waktu, Boneka dari India bukan lagi sebatas lagu yang pernah dipopulerkannya, tapi juga mulai menjelma dalam tampilan fisik Ellya Khadam. Ia mulai tampil dengan gaya berbusana khas perempuan India, kain sari lengkap dengan sindoor di tengah dahi. Tampilan unik itu bertambah lengkap dengan kepiawaiannya menari India. Maka tak heran, setelah sekian lama tampil dengan gaya uniknya itu, Ellya Khadam malah jadi gamang sendiri jika tampil tanpa gaya Indianya. “Rasanya, saya jadi tak mengenal diri saya,” akunya.

Sekitar tahun 1970-an, Ellya mendirikan grup musik sendiri bernama El Sitara. Kemudian bersama salah seorang anggotanya, Rudy Anand, ia juga membuat grup musik Orkes Melayu Anamika yang anggotanya antara lain Titin Satiri, Eva Yusuf, Munief Bahasoan dan Ahmad Alatas. REMACO Record, perusahaan rekaman ternama Indonesia saat itu, pernah merekam suara khas Ellya Khadam bersama grupnya, El Sitara dalam satu album bersama dengan grup musik SONETA pimpinan Rhoma Irama. Di album tersebut, ia menyumbangkan delapan lagu andalan hasil ciptaan dirinya sendiri. Sedangkan untuk lagu-lagu yang dibawakannya di album tersebut antara lain berjudul Le Olang, Sakit Hati, Kucing Kurus, Senyum dan Rayu, Tiap Senja, Periangan, Jiwa Bersemi, dan Pujian. Sementara sisanya dinyanyikan personil El Sitara lainnya yang juga diplot sebagai vokalis, yakni Munief dan M Kelana.

Masih di tahun 70-an, industri musik dangdut Indonesia mulai dibanjiri nama-nama baru antara lain Rhoma Irama dan Elvy Sukaesih. Dua dedengkot dangdut yang di kemudian hari mendapat julukan sebagai Raja dan Ratu Dangdut itu membawa pembaruan di musik dangdut. Padahal waktu itu, dangdut masih dianggap musik kelas dua yang ditandai dengan adanya perseteruan dengan beberapa musisi rock. Meski mulai dikuasai pendatang baru, posisi Ellya Khadam tetap tak tergoyahkan. Ia seperti telah memiliki singgasananya sendiri, lagu-lagunya yang berirama Negeri Hindustan seakan terlanjur menyihir para penggila karya-karyanya. Bersama Titiek Puspa dan Lilies Suryani, nama Ellya Khadam termasuk dalam jajaran penyanyi tenar 1970-an yang penampilannya di panggung selalu energik, humoris dan selalu ceria.

Nama besar Ellya di dunia tarik suara juga berkibar di negara tetangga, Malaysia. Saking terkenalnya, diva pop sekaliber Siti Nurhaliza pernah mencomot salah satu lagu ciptaan Ellya yang bertajuk Janji untuk dinyanyikan dalam albumnya. Penyanyi berbeda generasi dan negara itu bahkan pernah tampil berkolaborasi di salah satu televisi swasta.

Selain menyanyi, Ellya Khadam juga piawai berakting di depan kamera. Puluhan judul film yang kebanyakan bergenre komedi telah dibintanginya. Aktingnya yang paling memikat adalah saat menjadi lawan main Benyamin S dalam film Biang Kerok (1972) dan Buaye Gile (1974). Perannya sebagai perawan tua atau janda pemarah kerap mengundang tawa penonton. Apalagi saat beradu akting dengan Benyamin S yang memang dikenal dengan kekonyolannya.

Memasuki usia senja, Ellya perlahan mundur dari dunia musik yang pernah membesarkan namanya. Biduan perintis musik dangdut ini masih mempertahankan ciri khasnya, berbusana ala India. Meski menyandang nama besar, jangan bayangkan Ellya tinggal di rumah megah nan mewah. Perempuan dengan logat Betawi kental ini masih tinggal di gang sempit di kawasan Depok, Jawa Barat. Menurut Ellya, dalam sebulan setidaknya ada 2-3 tawaran manggung di TV maupun radio. Jika sedang sepi job, ia mengisi waktunya dengan menjadi perias pengantin Betawi. Berkat pola hidup sederhana yang diterapkannya, Ellya mengaku tidak pernah merasakan kesulitan keuangan.

Meski tawaran tak sebanyak saat masa jayanya, Ellya tetap berkarya termasuk menciptakan lagu. Saking cintanya pada profesi, peraih penghargaan Anugerah Dangdut TPI 2000 ini bahkan tak peduli jika nantinya tak ada yang berminat memproduseri albumnya. Ia juga masih sangat bersemangat kalau diajak berbincang soal musik dangdut. Kalaupun popularitasnya sudah memudar, minimal Ellya bangga melihat dangdut, genre musik yang dulu selalu dicap kampungan kini mulai menunjukkan kelasnya. Belum lagi alirannya yang kian beragam, artisnya pun cantik-cantik dan didukung kualitas vokal yang baik.

Sesepuh musik dangdut ini berpulang ke rahmatullah di usia 81 tahun, tepatnya pada 2 November 2009 pukul 20.15 WIB akibat penyakit diabetes yang hampir setahun dideritanya. Puluhan penyanyi dan musisi dangdut datang melayat ke rumah duka dan ikut mengantar jenasah Ellya Khadam menuju peristirahatannya yang terakhir di TPU Menteng Pulo, Jakarta Selatan.

Para pelayat yang datang antara lain Ketua PAMMI Rhoma Irama, Mansyur S, H. Jaja Mihardja, Rita Sugiarto, dan Ikke Nurjanah. Setelah memimpin pembacaan doa, Rhoma Irama yang sudah menganggap sosok Ellya layaknya saudara sendiri juga memberikan tausyiah singkat.

Para seniman dangdut memandang kepergian Ellya sebagai suatu kehilangan besar jagad musik dangdut. “Dia itu Ibu Dangdut Indonesia. Kalau nggak ada Ellya maka nggak ada dangdut,” ucap Jaja Mihardja seperti dikutip dari situs poskota. Dedikasi dan kerja kerasnya mempopulerkan dangdut juga diakui Mansyur S yang pernah menimba ilmu menyanyi pada Ellya sekitar tahun 60-an. Mansyur mengenang sosok nenek belasan cucu itu sebagai figur yang hangat dan tak sungkan memberikan wejangan pada para juniornya.

Menurut Mansyur, sifat-sifat baik itulah yang membuat Ellya terlihat awet muda hingga tutup usia. “Sosok Ellya akan terus dikenang dengan segala kemampuan dan totalitasnya di dunia musik Melayu dan dangdut Indonesia,” tegas Mansyur. Ratu Dangdut, Elvy Sukesih juga pernah menyebut Ellya sebagai salah satu penyanyi yang sangat dikaguminya. Untuk urusan royalti, pihak PAMMI selaku lembaga yang menaungi para artis melayu akan mengurus dan memberikan hak Ellya, juga memberikan santunan kepada keluarga yang ditinggalkan. muli, red

Data Singkat
Ellya Khadam, Penyanyi dangdut, aktris / Ibu Dangdut Indonesia | Direktori | Pencipta Lagu, Penyanyi, melayu, dangdut, pelopor, aktris

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini