10 Doktrin Imamat Am Orang Percaya
Pendeta Prof. Dr. Andar Lumban Tobing
Andar Lumban Tobing
Sepuluh simpul (ikhtisar) ajaran Imamat Am Orang Percaya, yang juga bisa disebut sebagai Doktrin Protestantisme, disarikan oleh Pendeta Prof. Dr. Andar Lumban Tobing (1920-1997), seorang pendeta dan guru besar teologi mumpuni, mantan Rektor (Presiden) Universitas HKBP Nommensen, mantan Ketua Rapat Pendeta HKBP, dan mantan Bishop Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI, 1964-1988). Dia ingin menegakkan dan mengimplementasikan doktrin imamat am orang percaya dalam kehidupan gerejawi, yang antara lain menegaskan bahwa pejabat gereja (Ephorus, Pendeta, dll) bukanlah perantara Tuhan dengan umatNya, bukan pula membuat penyandangnya memunyai perbedaan kualitatif dari warga gereja.
Pencetus doktrin ini adalah Martin Luther[1], ketika memulai gerakan Reformasi Gereja pada abad ke-16, serta memelopori gerakan Protestantisme. Imamat am orang percaya dicetuskan Martin Luther dengan menandaskan bahwa Paus dan rohaniwan tidak boleh berkuasa atas kaum awam (warga gereja), karena setiap orang Kristen adalah imam dan ikut bertanggung jawab dalam kehidupan (pelayanan) gerejawi (dilandasi Imamat yang Rajani, 1 Petrus 2:9).
Doktrin imamat am orang percaya itu pulalah yang ingin ditegakkan oleh Pdt. Prof. Dr. Andar Lumban Tobing di HKBP namun kurang mendapat respon, hingga dia didaulat menjadi Bishop GKPI. Di Gereja ini, dia pun berusaha mengimplementasikannya, walaupun ternyata ‘tidak lagi’ mudah karena ‘zona nyaman’ para imam (pendeta) serta kekurangsiapan jemaat (awam) dalam mengemban ajaran imamat am orang percaya tersebut.
Pendeta Profesor Dr. Andar Lumban Tobing merumuskan dan menjabarkan imamat am orang percaya tersebut, baik bagi kaum awam maupun pejabat gerejawi dalam kesatuan tubuh Gereja (Gerejawi), sebagai berikut:
Pertama: Yesus Kristus adalah Imam Besar yang benar, yang menggenapi tugas keimaman sebagaimana ditetapkan pada masa Perjanjian Lama. Tugas ini dilaksanakan dengan sempurna, sekali untuk selamanya, dan tidak dapat diulangi lagi. Yesus Kristus mempersembahkan tubuh, nyawa dan darahNya sendiri sebagai korban tebusan bagi manusia. Pekerjaan ini tidak dapat diulangi ataupun ditiru oleh siapapun, dan tidak akan ada lagi korban yang baru untuk menebus dosa manusia (Ibr 2:17; 4:14-15; 5:7,10; 6:20; 9:11-12; 10:10,12,14 dan 26).
Kedua: Sebagai buah dari pelaksanaan tugas keimaman itu oleh Imam Besar itu, orang-orang percaya berpindah dari kegelapan kepada terangNya yang ajaib. Mereka dijadikan Allah sebagai bangsa yang kudus dan terpilih, imamat yang kudus dan rajawi, umat kepunyaan Allah (1 Pet 2:5,9). Dengan demikian karya Imam Besar itu mengangkat harkat manusia yang beriman kepadaNya, sebagai imam-imam Perjanjian Baru yang melayani Tuhan dan sesamanya menurut teladan pelayanan Kristus, sehingga mereka disebut kerajaan imam, yang oleh bapa-bapa gereja disebut juga imamat am orang percaya.
Ketiga: Tujuan pembentukan kerajaan dan persekutuan imam ini adalah memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dan ajaib dari Allah. Melaksanakan tugas pemberitaan itu bukanlah mengulangi karya penebusan Kristus atas manusia, melainkan berperan sebagai batu-batu yang hidup bagi pembangunan suatu rumah rohani (1 Ptr 2:5). Itu berarti mempersembahkan diri bagi pembangunan persekutuan dan imamat yang kudus, pembangunan umat Tuhan di dunia ini.
Keempat: Kualitas persembahan diri yang bersifat rohani ini tidak tergantung pada hal-hal yang melekat pada diri orang itu: status, kedudukan sosial, jabatan ataupun kecakapannya, melainkan pada perkenan Yesus Kristus, Imam Besar itu, untuk mempergunakan dia, kualitas persembahan sebagai bagian dari imamat yang rajawali itu juga tidak bergantung pada kemauan seseorang untuk dipergunakan sebagai batu yang hidup dalam bangunan rohani. Tanpa kecuali, setiap orang percaya terpanggil untuk mewujudnyatakan statusnya sebagai anggota imamat am orang percaya.
Kelima: Masing-masing imam Perjanjian Baru, yaitu setiap orang Percaya, dipanggil untuk menunaikan tugas pelayanan, dan kepada masing-masing diberi kemampuan sesuai dengan pemberian Imam Besar itu. Kerajaan imam itu juga disebut Tubuh Kristus, di mana setiap anggota tubuh berfungsi untuk pembangunan Tubuh Kristus. Kemampuan untuk berperan dan berbuat, berupa talenta dan karunia, berasal dari Kristus sebagai Kepala Tubuh itu (Rm 12:4-8; 1 Kor 12:1-11 dan Ef 4:11-16).
Keenam: Dengan demikian warga kerajaan imam itu tidak menetapkan dan membagi tugas, melainkan melaksanakan tugas, yang tidak ditentukan oleh jabatan tertentu yang diemban di dalam gereja, melainkan oleh apa yang ia perbuat sebagai warga gereja, sebagai warga kerajaan imam itu. Karena itu seluruh warga jemaat terpanggil mempersembahkan hidupnya dan apa yang ada padanya, dalam bentuk material, moral maupun spiritual, sebagai batu yang hidup bagi pembangunan dan pelayanan rumah rohani, yaitu imamat yang kudus itu.
Ketujuh: Jabatan gerejawi pada hakikatnya adalah fungsi pelayanan, sebagaimana Kristus adalah Pelayan. Jabatan gerejawi diadakan bukan supaya pejabat gereja dilayani melainkan supaya ia melayani, sebagaimana Kristus datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani (Mrk 10:45; Yoh 13:14)
Kedelapan: Seluruh warga gereja terpanggil menjadi pelayan, sesuai dengan talenta dan karunia yang diterima masing-masing dari Tuhan, dan sesuai dengan asas imamat am orang percaya. Di antara warga gereja ada yang dipanggil menjadi pelayan/pejabat khusus. Pengadaan, pengangkatan dan pengukuhan pejabat khusus adalah untuk melayani dan menuntun jemaat dalam persekutuan, pembinaan dan pelayanan di tengah dunia. Pelayan dan jabatan khusus itu ditetapkan Tuhan melalui gerejaNya melalui tahbisan ataupun pemilihan secara periodik. Penetapan pelayan dan pejabat khusus itu bertujuan memperlengkapi orang-orang kudus yakni seluruh warga gereja bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan Tubuh Kristus (Ef 4:11-16).
Kesembilan: Jabatan gerejawi ditetapkan bukan didasarkan pada kemampuan dan kelayakan si pejabat, melainkan pada karunia Tuhan yang menganugerahkan dan menetapkan jabatan itu (bnd 1 Kor 12:4-6). Pejabat gereja bukanlah perantara Tuhan dengan umatNya, bukan pula membuat penyandangnya memunyai perbedaan kualitatif dari warga gereja, sebab pada hakikatnya jabatan dan pejabat gereja ditetapkan dalam rangka pengaturan dan pembagian bidang tugas pelayanan.
Kesepuluh: Setiap jabatan gerejawi secara hakiki dipertanggungjawabkan kepada Tuhan, Raja Gereja, yang memercayakan jabatan itu. Dalam bentuk yang kelihatan, jabatan itu dipertanggungjawabkan kepada gereja menurut tingkatan masing-masing, dari tingkat jemaat hingga Pusat/Sinode, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, Gereja menetapkan sejumlah jabatan gerejawi, baik melalui penahbisan maupun melalui pemilihan dan peneguhan. Tata cara penahbisan dan peneguhan, maupun uraian tugas masing-masing, diatur menurut ketentuan yang berlaku.
Kesepuluh ‘Doktrin Imamat Am Orang Percaya’ tersebut adalah penjabaran Imamat yang Rajani, yang secara ‘kasat mata’ teraplikasi ‘sempurna’ dalam jalan hidup keseharian Pendeta Andar Lumban Tobing.
Penulis: Ch. Robin Simanullang
Footnote:
[1] Martin Luther, lahir 10 November 1483 di Eisleben, Saxonia, dan wafat 18 Februari 1546 di Eisleben, Kekaisaran Suci Romawi. Ia berasal dari keluarga petani dan mengaku, “Ich bin ein Bauern Sohn” (Saya anak petani). Ayahnya Hans Luther dan ibunya Margaret Ziegler. Pada musim panas 1484, keluarga Luther pindah ke Mansfeld, Magdeburg dan Einsenach. Pada 1501, Luther belajar di Universitas Erfurt dan meraih gelar MA (Magister Artium) tahun 1505 melalui Trivum dan Quadrivium. Kemudian mengikuti keinginan ayahnya, ia melanjutkan studi di fakultas hukum. Tetapi saat baru memulai kuliah, ia hampir tersambar petir dalam cuaca buruk di tempat terbuka, hingga trauma dan takut mati. Lalu dia berjanji kepada Santa Anna, akan masuk biara. Janjinya dipenuhi pada 17 Juli 1505, ia masuk ke ordo rahib St. Agustinus. Lalu 3 April 1507, ia ditahbiskan menjadi imam. Tahun 1512, ia meraih gelar Doktor Teologi. Dia seorang profesor teologi, komponis, imam, dan rahib, dan menjadi tokoh paling berpengaruh dalam Reformasi Protestan.
Martin Luther menjadi penentang beberapa ajaran dan praktik dalam Gereja Katolik Roma. Memprotes pandangan Katolik mengenai indulgensi bahwa kebebasan dari hukuman akibat dosa dapat dibeli dengan uang. Luther mengusulkan suatu diskusi akademis seputar praktik dan keefektifan indulgensi tersebut dalam 95 Tesis tahun 1517. Luther mengajarkan bahwa keselamatan dan, konsekuensinya, kehidupan kekal tidak diperoleh dengan perbuatan-perbuatan baik, namun diterima oleh orang percaya semata-mata sebagai anugerah bebas dari rahmat Allah melalui iman dalam Yesus Kristus sebagai penebus dari dosa; yang terkenal dengan doktrin Sola Fide, Sola Gratia, dan Sola Sicriptura (Hanya Iman, Hanya Anugerah, dan Hanya Kitab Suci). Teologinya menantang otoritas dan jabatan kepausan dengan mengajarkan bahwa Alkitab adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang diwahyukan secara ilahiah dari Allah serta menentang sakerdotalisme dengan doktrin bahwa semua orang Kristen sebagai imam yang kudus (Imamat Am Orang Percaya).
Pada 1521, dia diadili di Sidang Worms. Dalam sidang itu, dia pun dengan tegas menolak untuk menarik kembali semua dalilnya atas permintaan Paus Leo X pada 1520 dan Kaisar Romawi Suci Karl V mengakibatkan ekskomunikasinya oleh sang paus serta pemakluman dirinya sebagai seorang pelanggar hukum oleh sang kaisar dan ‘dihukum mati’ dengan bebas eksekusi oleh siapa pun. Namun, pasukan Pangeran Friedrich III, Elektor Sachsen, sahabatnya, menangkap Luther saat meninggalkan pertemuan tersebut, seolah mengeksekusinya, tetapi dia disembunyikan di Istana dengan nama samaran. Gereja Katolik bergejolak. Martin Luther keluar dari penyamarannya untuk menenangkan situasi. Gereja Protestan pun berdiri. Pada 1524, ia melepaskan jubah kebiaraannya. Lalu pada 1525, ia menikah dengan Katherina von Bora, yang juga merupakan bekas biarawati. Mereka dikaruniai 6 orang anak yang bernama Hans, Elizabeth, Magdalena, Martin, Paul, dan Margareth.