Kritik Tajam Akademisi Peringatkan Jokowi

Sejumlah akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia mengungkapkan kritik tajam terhadap sikap politik Presiden Joko Widodo. Mereka datang dari Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), hingga Universitas Hasanuddin (Unhas).
Akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mengeluarkan petisi Bulaksumur, yang dibacakan oleh Prof Koentjoro sebagai perwakilan sivitas akademika UGM. Mereka menyayangkan tindakan pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses demokrasi, dan pernyataan kontradiktif Presiden Jokowi terkait netralitas dalam kampanye politik.
Sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) juga mengeluarkan pernyataan sikap “Indonesia Darurat Kenegarawanan,” yang menyoroti penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan politik, terutama dalam pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Mereka menilai proses pengambilan keputusan oleh Mahkamah Konstitusi terkait hal ini sarat dengan intervensi politik dan melanggar etika.
Di Universitas Indonesia (UI), dosen dan guru besar mengeluarkan deklarasi kebangsaan dengan judul ‘Genderang Universitas Indonesia Bertalu Kembali,’ menilai adanya kecurangan dalam Pemilu 2024 dan hilangnya etika bernegara.
Dalam deklarasi UI, ditegaskan kekhawatiran atas tindak tanduk pejabat dan elite politik yang dianggap mengingkari sumpah jabatan untuk kepentingan pribadi. Deklarasi UI menyerukan empat poin utama, termasuk mengutuk tindakan menindas kebebasan berekspresi, menuntut hak pilih rakyat tanpa intimidasi, dan mengawasi pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara.
Sementara di Universitas Hasanuddin (Unhas), guru besar dan dosen menggelar aksi deklarasi “Unhas Bergerak Untuk Demokrasi.” Mereka menekankan perlunya menjaga Pancasila dan UUD 1945, meminta Presiden Jokowi dan aparat negara untuk berada pada koridor demokrasi, dan menyerukan profesionalisme serta independensi KPU, Bawaslu, dan DKPP sebagai penyelenggara pemilu.
Rektor Unhas, Prof Jamaluddin Jompa, merilis maklumat resmi yang menyatakan bahwa flayer atau petisi “Menyelamatkan Demokrasi” tidak mewakili Unhas sebagai institusi. Dia mengajak semua sivitas akademika untuk menjaga kondusifitas di kampus.
Presiden Jokowi merespons kritik tersebut dengan menganggapnya sebagai hak demokrasi dan menyatakan bahwa setiap orang berhak menyampaikan pendapat. (red, ti)