Uni Lubis: Menggugat Legislasi yang Berlari Diam-Diam

Wawancara Terbuka Presiden Prabowo dengan Tujuh Jurnalis

 
0
77
Uni Lubis
Uni Lubis: Menggugat Legislasi yang Berlari Diam-Diam

Uni Lubis menyorot legislasi yang melesat tanpa partisipasi, mempertanyakan keadilan saat RUU aparat diprioritaskan sementara perampasan aset dan antikorupsi tertinggal. Prabowo menjawab normatif dan publik dibiarkan terus bertanya.

Dalam forum yang langka ini, Uni Lubis, Pemimpin Redaksi IDN Times, hadir bukan hanya sebagai jurnalis, tetapi juga sebagai representasi suara publik yang gelisah terhadap arah kekuasaan. Ia tidak membuka sesi dengan basa-basi, tapi langsung menyodorkan pertanyaan bertubi-tubi tentang revisi kilat RUU TNI, transparansi legislasi, dan prioritas politik hukum pemerintahan Prabowo.

Uni Lubis mengkritik keras proses legislasi yang begitu cepat namun minim partisipasi. Ia mengungkap bahwa hingga wawancara ini berlangsung, tidak ada satu pun pihak publik yang dapat mengakses draf final RUU TNI yang telah disahkan di paripurna DPR. Di sisi lain, ia mempertanyakan mengapa RUU Perampasan Aset – yang berulang kali dikutip sendiri oleh Prabowo sebagai krusial dalam perang melawan korupsi – malah tidak menjadi prioritas.

Uni Lubis bahkan mengutip langsung buku “Gagasan Prabowo”, untuk menunjukkan bahwa konsistensi antara narasi dan kebijakan adalah hal yang dipantau publik dengan sangat teliti. Dalam bukunya, Prabowo menulis bahwa negara yang tidak mampu mengatasi korupsi akan bubar. Uni Lubis bertanya dengan tajam, apakah Presiden tidak melihat ironi bahwa revisi undang-undang aparat didorong cepat, tapi undang-undang untuk memiskinkan koruptor justru tertunda.

Presiden Prabowo menjawab dengan tenang, namun juga mempertahankan posisinya. Ia menyebut revisi RUU TNI bersifat administratif dan menepis tuduhan kembalinya militerisme. Ia menjelaskan bahwa perpanjangan usia pensiun perwira tinggi hanya diberlakukan dalam kondisi tertentu. Namun di sisi lain, ia tidak memberikan kepastian apakah draf RUU akan dibuka ke publik atau tidak. Soal RUU Perampasan Aset, ia menyatakan dukungannya, namun mengembalikannya pada dinamika politik di DPR.


📌 Disclaimer Redaksi

Wawancara ini merupakan bagian dari tayangan berdurasi panjang yang disiarkan di kanal YouTube Narasi Newsroom, berjudul “Presiden Prabowo Menjawab.” Total durasi wawancara mencapai 3 jam 26 menit, sehingga transkrip yang disajikan dalam tulisan ini merupakan versi yang telah ditata ulang agar lebih nyaman dibaca, tanpa mengubah substansi pernyataan.

Dalam proses penyuntingan, kalimat-kalimat panjang disusun ulang, pengulangan yang tidak esensial dihilangkan, serta tanda baca ditambahkan untuk memperjelas maksud. Namun, mengingat panjangnya durasi wawancara, tetap dimungkinkan ada bagian yang belum tertangkap secara utuh. Oleh karena itu, pembaca disarankan untuk menyimak langsung tayangan lengkapnya di kanal YouTube Narasi untuk memahami konteks secara menyeluruh.

Sesi 2 – Uni Lubis: Transparansi, Militerisme, dan Politik Legislasi

Uni Lubis (Pemimpin Redaksi IDN Times):
Terima kasih Presiden. Ini awal yang baik untuk transparansi komunikasi publik dari pemerintah. Mudah-mudahan bisa dilakukan secara reguler. Terima kasih juga kopi Hambalang-nya.

Nah, ini karena tadi kesadaran bahwa saya ini alpa. Saya ini, ya kan, lima bulan ini saya ini kurang komunikatif. Iya, baru saya sekarang, “Oh iya ya, tolong saya mau bicara dialog langsung. Silakan, biarlah mereka tanya apa saja,” kan?

Advertisement

Jadi, seperti tadi Pak Presiden katakan, dalam waktu 150 hari banyak sekali program besar – grande – yang di-roll out hampir bersamaan. Dan ini juga menimbulkan kekagetan, mungkin karena: “Wah, dalam waktu 130 hari seperti di buku ada Danantara, ada MBG, ada segala macam, sudah ada harga pupuk, kemudian pertanian oke.”

Tapi, 130 hari Presiden Prabowo juga diwarnai oleh demonstrasi. 22 Agustus, peringatan Darurat Mahasiswa dan civil society mendemo karena parlemen pada saat itu melakukan upaya-upaya untuk menggagalkan merevisi putusan MK yang berkaitan dengan Undang-Undang Pilkada. Sikap dari aparat masih abusif, termasuk juga demo berkaitan dengan pembahasan RUU TNI.

Jadi pertanyaan saya, Pak:

Pertama, bagaimana Presiden melihat demo mahasiswa dan civil society serta penanganan oleh aparat yang masih abusif? Jelas-jelas bahkan petugas medis aja kena kasus kekerasan. Ambulans dibelokkan ke Polres, terutama yang belum lama ini, ya, yang RUU TNI.

Kedua, apa sih urgensinya RUU TNI harus dibahas begitu cepat? Ini kan masuk Prolegnas 2025 – 18 Februari masuk, 20 Maret sudah sidang paripurna. Jadi, apa sebetulnya urgensi bahwa Undang-Undang TNI harus segera direvisi?

Dan sampai hari ini, Pak, dalam semangat akuntabilitas dan transparansi, sampai hari ini tidak ada yang bisa mengakses draf RUU TNI yang sudah disahkan di paripurna. Kan nanti 30 hari Presiden mesti tanda tangan, ya? Apakah akan ditandatangani?

Karena kekhawatirannya adalah, yang disahkan di paripurna yang selama ini digembar-gemborkan – pasal 7, pasal 47 dan 53 kalau saya tidak salah – rakyat juga khawatir jangan-jangan nanti yang ditandatangani Presiden berbeda, seperti kasus Undang-Undang Cipta Kerja. Apa yang disahkan di paripurna, ketika jadi undang-undang, itu ada pasal yang berbeda.

Jadi bagaimana Presiden melihat bahwa 150 hari ini juga diwarnai demo yang cukup besar, bahkan demo yang terakhir ada di 58 kota. Kota-kota kecil yang biasanya enggak ada demo itu ada demo.

Ketiga, apa urgensinya mempercepat revisi Undang-Undang TNI dan bukan, misalnya, RUU Perampasan Aset? Karena Presiden sangat konsisten terhadap korupsi. Di buku Bapak Gagasan Prabowo, halaman 195-196, Bapak mengatakan bahwa setiap negara yang tidak mampu mengatasi korupsi di pemerintahannya, negara itu akan bubar. Nah ini kan ada yang urgen sebetulnya. Dan Bapak selalu di pidato mengatakan itu.

Mungkin itu yang ingin saya tanyakan, Pak.


Presiden Prabowo Subianto:

Ya, baik. Masalah demo adalah biasa. Dalam negara sebesar kita, kan kita sudah sepakat berdemokrasi. Orang berdemo itu dijamin oleh UUD – hak berkumpul, hak berserikat, dan sebagainya.

Jadi itu menurut saya biasa. Kalau ada yang abusif, ya kita harus investigasi dan kita harus proses secara hukum. Tapi Mbak Uni harus tahu, coba perhatikan secara objektif, ya. Jujur, ya. Apakah demo-demo itu murni atau ada yang bayar? Harus objektif dong. Iya, kan?

Pertama, ada demo melawan efisiensi. Demo katanya dana pendidikan akan dikurangi. Demo. Jadi harus objektif. Kita juga bukan anak kecil, Mbak Uni. Iya, kan?

Kita hormati hak untuk berdemo, asal demonya damai. Tidak mau menyulut kerusuhan. Nah, kalau bakar-bakar ban itu bukan damai.

Dan kenapa abusif? Kita punya pengalaman. Saya mantan petugas keamanan juga. Kadang-kadang petugas dilempar plastik kencing. Kadang-kadang petugas dilempar plastik isinya kotoran manusia.

Ya jadi, selalu dalam pengelolaan suatu negara, kita waspada. Apakah ada kelompok-kelompok atau kekuatan-kekuatan asing yang ingin adu domba? Ini berlaku lazim.

Data-data keluar sekarang. Pemerintah Trump membubarkan USAID. Dan di situ ketemu bukti-bukti bahwa USAID membiayai banyak LSM-LSM di mana-mana. Bahkan ini kan keluar semua. It’s public knowledge, Mbak Uni.

Jadi saya mengajak kita berpikir dengan jernih, ya, kan? Demo itu hak. Tapi juga kalau demo dibuat untuk menimbulkan kekacauan dan kerusuhan, ini menurut saya adalah melawan kepentingan nasional dan melawan kepentingan rakyat.

Demo kenapa bisa di London, di Amerika, di mana demo enggak usah merusak? Enggak usah merusak pagar, enggak usah merusak stasiun bis, terminal bus. Ini kan uang rakyat. Boleh demo di kampus, tapi jangan merusak fakultas. Ini uang rakyat.

Jadi, dan Mbak Uni perhatikan enggak? Petugas-petugas polisi kita sekarang tidak bersenjata. Ya, jadi masalah abusif oke catat. Tapi dalam… Mbak Uni sendiri mengatakan: berapa ratus demonstrasi, berapa kasus abusif?

Ya jadi, saya paham dan saya tahu. Setiap institusi ada yang tidak beres. Organisasi yang besar, ya, kan? Pasti ada yang namanya manusia, kadang-kadang anak muda emosi, panas, dan sebagainya.

Tapi enggak ada niat dari pemerintah untuk menekan. Enggak ada. Untuk apa kita mau kerja untuk rakyat?

Begitu ya, Mbak Uni?

Presiden Prabowo Subianto:
Mengenai RUU TNI. Jadi begini: ada beberapa perwira tinggi kita-dari TNI dan Polri-yang karena sudah di atas usia tertentu, tidak bisa lagi diberi jabatan. Jadi akhirnya dia duduk aja. Dia enggak bisa pensiun, tapi dia juga enggak bisa kerja. Sementara, dia masih sehat, dia masih bisa bekerja.

Nah, karena itu, kita ingin ada kelonggaran untuk Presiden bisa memperpanjang masa tugas. Bukan memperpanjang semua. Tapi ada syarat-syaratnya. Misalnya, di mana negara sedang kekurangan pemimpin yang senior dan yang bisa memimpin dengan tenang. Di situ boleh ada perpanjangan.

Nah, di negara-negara lain itu juga dilakukan. Di Singapura, Panglima Angkatan Perangnya usianya 56 atau 58, kalau saya tidak salah. Di Jepang juga demikian. Jadi tidak ada niat bahwa kita ingin menarik kembali fungsi ABRI seperti dulu. Itu enggak ada.

Saya sudah ngomong di mana-mana. Kita enggak mau lagi seperti dulu. Itu sudah lewat. Jadi fungsi TNI sekarang jelas: pertahanan negara. Kalau membantu tugas-tugas lain, itu atas permintaan. Dan itu disupervisi.

Jadi menurut saya ini kegaduhan yang dibuat oleh kalangan tertentu. Padahal ini cuma revisi administratif. Jadi tidak ada perlu ada kekhawatiran seperti itu.

Mengenai transparansi draf-saya kira itu ranahnya DPR, ya. Tapi kalau memang masyarakat ingin tahu, ya kita dorong saja supaya dibuka. Tapi proses itu juga sedang berjalan.

Kemudian, soal RUU Perampasan Aset. Saya sudah bilang berkali-kali: saya setuju itu. Saya ingin itu. Tapi kita juga harus pahami, setiap RUU itu juga ada prosesnya. Ada tarik-menarik kepentingan. Di DPR itu ada macam-macam fraksi, macam-macam pendapat.

Kalau saya bisa, saya mau tandatangan sekarang. Tapi kadang-kadang saya harus hormati mekanisme demokrasi.

Tapi saya akan terus dorong. Karena bagi saya, koruptor itu bukan hanya harus dihukum, tapi hartanya juga harus dikembalikan. Kita harus keras. Saya sudah bilang: kalau perlu, kita kasih kesempatan untuk kembalikan, kalau tidak, ya kita miskinkan. Tapi tetap harus sesuai hukum. Tidak boleh sewenang-wenang.

Saya kira begitu, Mbak Uni.

📌 Catatan Redaksi – Sesi 2 (Uni Lubis)

Dalam sesi ini, pertemuan antara Presiden dan jurnalis berubah menjadi forum pengujian demokrasi. Uni Lubis membawa pertanyaan yang tak hanya relevan, tapi juga menyuarakan kecemasan masyarakat sipil: Apakah negara ini sedang melaju terlalu cepat dalam memperluas wewenang aparat, tanpa memberi ruang partisipasi?

Presiden Prabowo menjawab dengan gaya diplomatis, sesekali membela aparat, sesekali menyerahkan proses kepada parlemen. Tapi dalam iklim demokrasi yang sehat, jawaban semacam itu bukanlah akhir, melainkan awal dari tuntutan yang lebih besar: keterbukaan, konsistensi, dan komitmen nyata untuk menjalankan pemerintahan yang tidak hanya kuat, tapi juga adil dan transparan.

(Redaksi TokohIndonesia.com)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini