Pencetus Ide ‘Dunia Dalam Berita’
Subrata
[ENSIKLOPEDI] Direktur Utama Perum Percetakan Negara (1997-2009) ini berpendapat ada tiga konsep yang harus dibangun agar sesuatu negara lebih stabil dalam arti keseluruhannya yaitu membangun Identitas Nasional, Integritas Nasional, dan Kredibilitas Nasional. Dia seorang tokoh, Si Anak Desa, yang meniti karir mulai dari reporter sampai menjadi Direktur TVRI, Dirjen Radio Televisi dan Film dan Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika, Deppen selama 14 tahun. Dia adalah pencetus ide Dunia Dalam Berita TVRI yang amat diminati pemirsa hingga saat ini.
Kisah hidupnya menjadi suatu ‘buku hidup’ yang melukiskan bagaimana kiprah gemilang seorang anak desa meniti karir dan memaknai hidupnya. Pria kelahiran desa Mayung (14 km dari Cirebon) 4 Juli 1940, ini memulai karirnya sebagai reporter TVRI tahun 1966. Selain berjuang menapaki jenjang karir ia juga memaknai perjalanan hidupnya sebagai seniman, pekerja sosial dan pencari ilmu sepanjang hayat.
Dalam perjalanan meniti karier, banyak sekali ia memetik pengalaman yang unik dan menyenangkan. Datang ke Jakarta setelah menyelesaikan kuliahnya di Universitas Gajah Mada, ia sempat menjadi kenek omprengan sambil melamar ke beberapa instansi pemerintah maupun kantor swasta. Lamarannya diterima di beberapa instansi, tapi terasa tidak memenuhi keinginannya. Akhirnya ia memilih menjadi wartawan, bidang jurnalis yang selalu menarik perhatiannya. Ia menjadi reporter sekaligus kameramen TVRI tahun 1966.
Di TVRI dia tidak langsung sebagai pegawai tetap, karena baru setelah tahun 1975 dia diangkat menjadi pegawai tetap. Maka di awal perjuangannya di TVRI, untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, ia terpaksa bekerja serabutan. Selain menulis berita, dia juga merangkap sebagai juru kamera dan reporter.
Kegigihannya tersebut membuahkan hasil yang menggembirakan. Tanpa diduga sebelumnya, dia terpilih mendapat beasiswa untuk mengikuti pendidikan di The Thompson Foundation College, Glasgow, Skotlandia-Inggris, pendidikan yang memberinya pengetahuan tentang hal-hal yang sudah berprospek ke depan seperti masalah elektronik sampai satelit. Ia juga belajar tentang kameramen dan reporter serta mempelajari bagaimana pola retorika masing-masing 27 peserta didik, bagaimana pidato dan sebagainya. Pendidikan tersebut diselesaikannya tahun 1969. Sehingga pada tahun 1970, dia menjadi penyiar dan kameramen di TVRI. Atur Lorielcide – Marjuka (Bersambung)
02 | Koper Kaleng
Saat mengikuti pendidikan tersebut ada beberapa pengalaman yang sangat menarik sehingga dianggap menjadi bagian yang tak terlupakan dalam sejarah perjalanan hidupnya. Salah satunya, ketika hendak berangkat ke Glasgow, semua temannya dari 27 negara yang mengikuti pendidikan tersebut sudah siap berangkat. Mereka sudah di luar Presiden Hotel, London Inggris, tempat penginapan mereka sebelum menuju Glasgow. Saat itu kebetulan dia sendiri yang datang paling akhir sehingga semakin memperlihatkan keadaannya yang hanya memakai jas tipis dan koper kaleng yang membuat perasaannya sedikit minder. Namun semangatnya yang tinggi mengalahkan perasaan itu karena dalam hatinya yang terpenting adalah ilmu.
Walau dia sempat merasa minder karena memang sebelumnya, ketika baru turun di Hithraw — lapangan terbang London — dia sudah merasa dipermalukan. Ketika itu, penjemput menanyakan mana kopernya, maksudnya hendak dibawa ke mobil. Dia menunjukkan, tapi penjemput tadi tidak mau mengangkatnya. Melihat bentuk tasnya agak asing dan terbuat dari kaleng, barangkali penjemput tadi menyangkanya berisi ular. Akhirnya, tas itu diangkatnya sendiri.
Sesampainya di Glasgow, dia tambah kedinginan karena di sana mulai bulan September memang lebih dingin daripada di London. Beruntung, karena lewat pengumuman dia mengetahui bahwa siapa yang tidak memiliki baju dingin, boleh meminjamnya dari Colledge. Di sana pun dilihatnya, semua temannya dari 26 negara tadi tidak ada yang mengambil kecuali dia sendiri.
Walaupun colledge tersebut dalam menyediakan baju dingin ‘tidak sopan’, namun sudah sangat membantunya. Dalam hatinya yang penting sehat. Dibilang tidak sopan karena khusus jas di colledge itu, semua kancingnya terbuat dari kayu memanjang sekitar 7 cm, padahal yang biasa adalah kancing kecil. Jadi saat dipakainya, orang-orang sudah tahu bahwa baju itu adalah baju pinjaman. Sehingga dia merasa dipermalukan juga.
Hal lain yang membutuhkan ketabahannya saat itu adalah bagaimana mempergunakan uang yang hanya $10 yang diberikan Yayasan TVRI, yayasan yang memberangkatkannya untuk hidup berbulan-bulan di sana. Dengan duit sebanyak itu, mungkin kalau bukan anak desa seperti dirinya, tidak akan berani mengikutinya. Dalam pikirannya, penderitaan yang dialaminya belumlah seberapa bila dibandingkan dengan penderitaan orang tuanya, saudara-saudaranya, pamannya yang punggungnya terpanggang terik matahari dari pagi sampai sore di tengah sawah sana. Dengan begitu, dia tetap merasa terhibur di mana dan dengan situasi apa pun.
Namun di samping kenangan yang kurang menyenangkan itu, beberapa kenangan indah juga dialaminya. Salah satunya adalah ketika ia pulang dari Edinburg dalam rangka KKN (Kuliah Kerja Nyata), ia menemukan selembar cek di atas meja dalam kamar asramanya. Pengirimnya adalah Pak Ibrahim Adjie (Alm), Dubes RI untuk Inggris, atas permintaan Pak Mintareja (Alm), Menteri Sosial ketika itu. Pak Mintareja ini dikenalnya melalui pekerjaannya sebagai wartawan, dan kebetulan bertemu di Jakarta sebelum keberangkatannya ke London.
Demikian juga ketika mengikuti praktikum dan studi lapangan di Norwich, dari pesawat helikopter Polisi dia memotret kebakaran yang kebetulan terjadi di laut. Polisi mengijinkannya ikut karena melihat ia adalah seorang wartawan. Dengan kamera Bell & Howell, sejumlah film berita mengesankan dia hasilkan dan dikirimkannya ke Anglia Television. Tak disangka, film berita hasil liputannya ditayangkan di layar kaca sehingga dia menerima honor 50 Poundsterling, ditambah lagi 50 Poundsterling karena Visnews tertarik membeli filmnya. Atur Lorielcide – Marjuka (Bersambung)
03 | Reporter Wakili Dirjen Hubla
Bukan itu saja pengalaman menariknya saat menjalani profesi wartawan, sebagai reporter dan juru kamera TVRI. Dia bangga dan menikmati profesi itu. Dia memetik banyak pengalaman unik dan menyenangkan. Pria berperawakan sedang ini, pernah diberi kepercayaan untuk menyusun buku Pelita Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Dia uga pernah menggantikan posisi Dirjen Haryono Nimpuno (Alm) untuk meresmikan salah satu proyek pelabuhan Nunukan di Banjarmasin.
Saat itu (1970-an), Haryono dalam kunjungan kerja di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, tiba-tiba jatuh sakit, sehingga tidak bisa datang ke Nunukan. Lantas Haryono mewakilkannya kepadanya. Bagi Subrata ini pendelegasian wewenang yang unik dan hampir tidak masuk akal. Sebab ia bukan pejabat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Tetapi begitulah kedekatan antara Haryono dengannya.
“Ah, jangan bercanda pak,” kata Subrata kepada Haryono mengenang kembali kejadian tahun 1970-an itu. Dia pantas menolak, sebab masih banyak direktur di lingkungan Ditjen Perhubungan Laut yang semestinya bisa menggantikan Dirjennya bila berhalangan. Sedangkan dia hanya seorang kameramen yang ke mana-mana memanggul kamera. Rupanya Haryono serius. Haryono lalu memerintahkan ajudannya untuk membelikan Subrata kemeja baru dan dasi.
Esoknya berangkatlah Subrata ditemani Zulkifli, rekannya sesama di TVRI naik helikopter. Beberapa saat sebelum mendarat, Subrata melihat penyambutan yang luar biasa. Dia kecut, tapi pantang surut. Begitu heli mendarat dia minta Zulkifli untuk turun lebih dulu sambil berbisik, “Nanti lu ambil gambar gua ya waktu turun.” Zul pun mengangguk lalu turun. Begitu Subrata turun, Zul segera mengambil gambarnya.
Tidak ada yang menyalami Subrata tatkala dia turun. Mana Pak Dirjen, mana Pak Dirjen, begitu dia mendengar orang-orang bertanya. Tidak ada yang mengenal Subrata. Rupanya ada yang membisiki, itu orang yang mewakili Pak Dirjen. Segeralah mereka satu persatu menyalami Subrata. Yang disalami pun membalas bak seorang Dirjen.
Subrata sempat bingung dengan tata cara penyambutan seorang laksamana. Maklum Haryono Nimpuno adalah perwira tinggi angkatan laut berbintang dua. Acara berlangsung sesuai rencana. Subrata membawakan sambutan tertulis Dirjen Perbubungan Laut. Sesungguhnya, ia merasa gerah juga. Sesekali di dalam hati dia berkata, kapan acara ini selesai. Atur Lorielcide – Marjuka (Bersambung)
04 | Jadi Dirjen Sungguhan
Sebagai seorang wartawan yang ‘ngepos’ di Departemen Perhubungan, ia sering mengikuti kunjungan Menteri Perbubungan atau Dirjen-dirjen di lingkungan Dephub. Jika suatu waktu usai wawancara dengan seorang Dirjen, dia sering mengamati pejabat itu dan berkata dalam hatinya. Kapan saya menjadi Dirjen. Oh begitulah menjadi seorang Dirjen.
Sepuluh tahun kemudian, Subrata benar-benar menjadi Direktur Jenderal. Dia menjabat Dirjen selama 14 tahun di lingkungan Departemen Penerangan. Setelah itu, ia memegang posisi puncak selaku Direktur Utama di sebuah perusahaan negara yang pernah dibinanya, Perum Percetakan Negara RI.
Pengalaman berkesan lainnya selama ia bekerja di TVRI, adalah beberapa ide yang dicetuskannya bisa dilaksanakan. Salah satu yang paling berkesan adalah manakala ia mencetuskan ide “Dunia Dalam Berita’ – suatu acara yang ketika itu merupakan suatu ide baru dalam pertelevisian karena pertama kali menampilkan dua orang penyiar sekaligus. Acara ini menjadi kebanggaan TVRI yang diminati pemirsa.
Dia benar-benar seorang pejabat karir. Karena keuletan, kegigihan dan keenceran otaknya dia bisa bertahan sebagai pejabat eselon I selama 14 tahun. Sebelum beralih menjadi seorang CEO sebagai Dirut Perum Percetakan Negara RI, ia memegang posisi Dirjen Radio, Televisi dan Film (1983-1987), Kepala Badan Litbang Deppen (1983-1990), dan Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika (1990-1997).
Tahun 1997, ia dipindahkan dari Dirjen PPG ke Perum PNRI selaku direktur utama. Dia menerimanya dengan jiwa besar. Meski dalam kenyataan, dia mengalami penurunan jabatan, karena perusahaan tersebut pernah dibinanya ketika menjadi Dirjen PPG. Dan, ternyata ‘penurunan jabatan’ itu menjadi sesuatu yang sekarang disyukurinya. Atur Lorielcide – Marjuka (Bersambung)
05 | Syukur Turun Jabatan
Pertama kali memasuki kantor barunya, di Perum Percetakan Negara RI, ia mendapat kesan perusahaan ini harus dirombak dan diubah sebagai suatu perusahaan yang betul-betul berorientasi pada bisnis. Segera dia melakukan pembenahan. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 133 Tahun 2000, fungsi dan peranan Perum PNRI tidak hanya melakukan kegiatan di bidang percetakan, tetapi juga di bidang penerbitan, multi media dan jasa grafika.
Sejumlah tenaga muda dia rekrut. Mutu SDM ditingkatkan, disiplin kerja diterapkan dan organisasi ditata kembali. Jajaran direksi harus berada di kantor setiap pagi mulai jam 08.00. Jika ini bisa dipenuhi, pasti akan diikuti pegawai-pegawai yang ada di bawah mereka.
Dalam usianya yang sudah kepala enam, dia masih kelihatan segar. Pakaiannya necis, bicaranya lepas bahkan sering dia terbahak mengenang suatu peristiwa puluhan tahun lalu. Dia menggemari olahraga bulutangkis. Cukup 20 atau 30 menit keringat sudah keluar semua. Selain itu dia main golf, untuk lobi. Di ruang tamunya ada satu patung orang sedang mengayunkan tongkat golf.
Ketika masyarakat demam Piala Dunia, Subrata pun mengikuti dengan seksama. Mengibaratkan permainan sepakbola, mantan Dirjen itu mengatakan kini banyak yang tidak mematuhi aturan main. Misalnya ada wasit ikut menendang, atau hakim garis yang tidak menyemprit padahal bola sudah keluar lapangan.
Komposisi direktorat di lingkungan percetakan negara bisa juga diibaratkan satu tim sepakbola. Misalnya SDM di Direktorat Pemasaran bertugas sebagai tim penyerang yang harus mencetak gol, kemudian SDM di Direktorat Produksi berfungsi sebagai gelandang tengah yang mengatur aliran bola dari belakang ke depan, sedangkan SDM di Direktorat Administrasi Keuangan berfungsi sebagai pemain belakang, yang mendukung tugas-tugas pemain tengah dan depan. Sedangkan Direktorat Pembinaan PNRI Daerah mempunyai tugas khusus membeirkan dukungan jika ada pemain yang cedera. Fungsi Subrata adalah kapten kesebelasan merangkap playmaker. Atur Lorielcide – Marjuka (Bersambung)
06 | Low Profile but High Profit
Pengalamannya memberi banyak pelajaran, bukan hanya untuk dirinya swendiri tetapi juga bagi banyak orang. Setidaknya, ia menarik suatu pelajaran dari pengalaman itu, dimana perlunya rasa percaya diri dalam setiap tindakan, namun harus tetap tenang dalam penampilan.
“Di mana pun kita berada, tidak perlu ada rasa minder atau rendah diri dan sebagainya, tapi jangan terkesan sok. Jadi saya punya rumus, Low Profile tapi High Profit. Orang merendahkan diri tidak berarti memang rendah, namun sasarannya apa. Sebagai anak desa kalau kita itu sudah tidak menerapkan low profile tapi malah over kompensasi seolah-olah kita sudah bisa, itu berarti pertanda awal kegagalan. Jadi, kita harus diterima dengan senang hati, kita ini orang yang ada kekurangan dan segala macam tetapi high profit,” katanya belajar dari pengalamannya seraya memberi nasehat dan semangat.
Dalam pekerjaan di bidang apapun, suami dari Lastari Wardiningsih ini selalu mengarahkannya ke sudut kualitatif. Yang lebih penting baginya pendekatan kualitatif, bukan asal banyak. Sehingga dalam melihat keadaan bangsa ini, – dengan terlebih dahulu menyatakan rasa kerendahan hatinya – dia berpendapat, bahwa suatu negara yang berpenduduk banyak seperti bangsa ini tapi kalau tidak melakukan pendekatan kualitatif, itu kurang bagus.
Menurutnya seseorang itu harus produktif dan kontributif. Maka kepada bawahannya di kantor – yang disebutnya rekan-rekan – ia selalu menyampaikan agar dimanapun mereka ditempatkan harus kontributif. “Jadi yang banyak itu belum tentu baik, tetapi yang terbaik itu harus diperbanyak,” ucapnya.
Eksekutif, birokrat dan seniman yang cukup rendah hati dan berjiwa sosial yang tinggi ini, selalu memandang manusia dari sisi yang sama sebagai insan ciptaan Tuhan, sehingga dalam setiap tindakan dan lakunya selalu menghormati setiap manusia. Bahkan ia tidak canggung untuk bergaul dengan tukang becak, yatim piatu maupun anak jalanan.
Ketika, menjadi reporter dan komentator TVRI, dia sering duduk satu meja dengan para petinggi negara saat itu, antara lain Adam Malik dan lainnya. Namun ketika interview dengan tukang becak, ia selalu jongkok lebih rendah dari tukang becak tersebut. Hal itu dilakukannya di samping sudah merupakan etika interview, tapi diakuinya sendiri bahwa ia memang tidak menganggap derajatnya sudah lebih tinggi dari tukang becak tersebut.
Dan belakangan ini, pria yang selalu mengisi waktu luangnya dengan menulis buku-buku rohani seperti Jus’ama dan lainnya ini, setiap saat pada akhir pekan, selalu berusaha menyempatkan diri melakukan kerja sosial dengan mengumpulkan anak jalanan dan anak terlantar di daerah Cibubur, mereka main gitar bersama, makan bersama. “Wah… nikmatnya bukan main, saya temukan diri saya sendiri,” katanya menggambarkan kelegaan hatinya dengan suasana itu. Atur Lorielcide – Marjuka (Bersambung)