Pencinta Lingkungan Nakhoda Ristek

Gusti Muhammad Hatta
 
0
375
Gusti Muhammad Hatta
Gusti Muhammad Hatta | Tokoh.ID

[ENSIKLOPEDI] Prof. Dr. Ir. H. Gusti Muhammad Hatta, MS dikenal sebagai seorang akademisi tulen yang cinta lingkungan. Baru dua tahun menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup pada Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, peraih Magister Sains Pascasarjana UGM ini kemudian ditunjuk menjadi Menteri Riset dan Teknologi. Sebagai Menristek, ia ingin memperkuat Sistem Inovasi Nasional (SINAS) dan Sistem Inovasi Daerah (SIDA).

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) periode 2011-2014 dinakhodai oleh Prof Dr Gusti Muhammad Hatta. Penunjukan dirinya sebagai orang nomor satu di Kemenristek oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak lepas dari profesinya sebagai akademisi tulen yang gemar melakukan riset. Itu terlihat dari beberapa penelitian dan karya ilmiah yang dilakukan pria kelahiran Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 1 September 1952 ini.

Gusti, panggilan akrab mantan Ketua Lembaga Penelitian UNLAM, 2003-2005 ini, diharapkan bisa menjadi motor perubahan sebagaimana misi Kemenristek 2025 untuk mewujudkan Sistem Inovasi Nasional (SINAS) dan Sistem Inovasi Daerah (SIDA) yang tangguh guna meningkatkan daya saing bangsa di era global. Sebab tidak bisa dipungkiri, inovasi hanya timbul lewat gagasan dan ide-ide yang kemudian dituangkan menjadi wujud nyata.

Gusti, anak ke 6 dari 7 bersaudara, tumbuh di tengah keluarga yang sederhana. Di masa kecil, Gusti lebih banyak menghabiskan waktu berpetualang, bermain bersama teman masuk keluar hutan Kalimantan. Berawal dari pengalaman itulah, Gusti mulai mencintai hutan dan lingkungan. Kecintaannya terhadap lingkungan tersebut membuat ayah dua anak ini memilih jurusan paspal (pasti alam) sewaktu SMA.

Selepas SMA, Gusti kemudian melanjutkan pendidikan ke Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin dan lulus mengantongi gelar Insinyur Silvikultur tahun 1979. Kemudian dia melanjutkan S2 di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta dan tahun 1999 berhasil merampungkan gelar S3 / Doktor di Universitas Wageningen, Belanda.

Sebelum terjun ke birokrasi pemerintahan, Gusti mengawali karir sebagai dosen di Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM). Selama mengabdi di almamaternya, Gusti kerap dipercaya menduduki berbagai jabatan akademis diantaranya, menjadi Ketua Program Studi Silvikultur (1981-1982), Pembantu Dekan I Fakultas Kehutanan (1983-1985), Wakil Ketua Pusat Studi Lingkungan Hidup (1993-1995) dan Ketua Pengelola Pascasarjana Program Studi Ilmu Kehutanan (2001-2003). Ia juga pernah menjadi Ketua Lembaga Penelitian UNLAM (2003-2005), Pembantu Rektor I Bidang Akademik, 2006-2009 dan pernah ikut sebagai salah satu kandidat Rektor Unlam.

Sebagai seorang akademisi tulen yang menjadi pejabat negara, Gusti tetap tidak lupa siapa dirinya. Prinsip hidup sederhana dan petuah bijak dari sang ibu yang berpesan, “jangan menyusahkan orang lain, dimanapun kamu berada agar bisa bermanfaat bagi orang banyak,” selalu dipegangnya teguh.

Saat gagal menempati kursi Rektor Unlam, Gusti malah dipercaya menjadi Menteri Lingkungan Hidup periode 2009-2011. Namun, belum habis masa jabatan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memintanya untuk memimpin Kementerian Riset dan Teknologi hingga tahun 2014. Sebagai seorang akademisi tulen yang menjadi pejabat negara, Gusti tetap tidak lupa siapa dirinya. Prinsip hidup sederhana dan petuah bijak dari sang ibu yang berpesan, “jangan menyusahkan orang lain, dimanapun kamu berada agar bisa bermanfaat bagi orang banyak,” selalu dipegangnya teguh. “Petuah itu saya pegang terus dalam menjalani hidup ini, dimana pun saya berada,” ujarnya.

Sebagai Menristek, Gusti dihadapkan pada persoalan masih rendahnya penguasaan teknologi dan daya saing SDM Indonesia di kawasan ASEAN. Untuk mengejar ketertinggalan itu, inovasi dirasa menjadi sebuah keharusan dan perlu ditingkatkan. Implementasinya adalah dengan mendorong penelitian yang disinergikan dengan industri, atau sebaliknya. Harapannya, penguasaan IPTEK dapat meningkatkan produktivitas dalam negeri. Sehingga potensi pasar yang besar dengan jumlah penduduk 237 juta jiwa dapat diberdayakan untuk kemandirian bangsa. Indonesia tidak hanya sebatas pasar, tapi menjadi tuan di negeri sendiri.

Oleh karena itu, waktu 2 tahun yang tersisa selama menjabat Menristek ini menurut Gusti masih cukup untuk menyusun program kerja bersama timnya. Ia juga tetap meneruskan apa yang sudah dijalankan menteri sebelumnya dan menambah apa yang dirasakan masih kurang dan perlu penyelesaian. “Saya kira sisa waktu 2 tahun menjabat Menristek ini cukup panjang untuk menyusun program,” ujarnya saat diwawancarai TokohIndonesia.com, 7 Desember 2011.

Adapun program Menristek sendiri, menurut Gusti adalah memperkuat Sistem Inovasi Nasional (SINAS) dan Sistem Inovasi Daerah (SIDA). Ini menjadi suatu keharusan mengingat perekonomian Indonesia bisa dikatakan hanya berbasis pada keunggulan komparatif dari Sumber Daya Alam (SDA). Sedangkan di negara-negara maju, umumnya keunggulannya itu berbasis kompetitif. Selain itu peran dan sentuhan IPTEK disertai inovasi juga merupakan hal yang terpenting. Karena dengan sentuhan IPTEK dan inovasi, suatu produk dapat memiliki value (nilai) lebih tinggi yang akhirnya bisa meningkatkan pendapatan. “Makanya kalau kita tidak beralih ke situ, kita akan ketinggalan,” tegasnya.

Advertisement

Kemudian, suatu produksi juga bisa dilakukan lebih cepat, pendek waktunya dengan hasil yang bagus. Itu berkat sentuhan IPTEK dan inovasi. Sebagai contoh, umur tanam padi yang tadinya bisa memakan waktu 4-5 bulan dengan bantuan tenaga nuklir bisa dipersingkat menjadi 3 bulan saja. Hal ini tentu membawa peningkatan produksi dan pendapatan tanpa mengurangi kualitas.

Gusti menekankan, program SINAS adalah satu sistem atau pilar, dimana sistem ini terdiri dari elemen-elemen yang tidak bisa berdiri sendiri. Ada 3 elemen pilar besar dalam SINAS yaitu, ada kelembagaannya, sumber daya Ipteknya sendiri (manusia dan teknologinya) dan ada jaringannya. Diharapkan semuanya dapat tersinergi dengan baik.

Oleh karena itu, untuk memenangkan persaingan global, penguasaan IPTEK menurut Gusti menjadi sebuah keharusan. Di berbagai negara, penguasaan IPTEK menjadi salah satu prioritas karena iptek dianggap bisa mengatasi berbagai permasalahan yang sedang dihadapi sebuah negara. Selain itu, bangsa-bangsa di dunia menjadikan penguasaan IPTEK sebagai identitas dirinya di panggung internasional. guh, basan

Data Singkat
Gusti Muhammad Hatta, Menteri Riset dan Teknologi RI (2011-2014) / Pencinta Lingkungan Nakhoda Ristek | Ensiklopedi | Guru Besar, Menteri, lingkungan, teknologi, Ristek, Unlam

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini