Pewawancara Tokoh Kaliber Dunia
Inke Maris
[ENSIKLOPEDI] Sepanjang 30 tahun lebih berkarir sebagai wartawan, Inke Maris telah mewawancarai 400 orang lebih tokoh-tokoh terkemuka berkaliber dunia dan nasional. Baik itu tokoh kenegaraan, pemerintahan, politisi, pelaku bisnis, pengamat ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya. Dia berdialog langsung di corong radio atau sorotan kamera televisi dalam wawancara eksklusif yang amat menarik perhatian publik.
Inke, karena tak mau melupakan wawancara eksklusifnya dengan keseluruhan tokoh, lalu menuliskan beragam pengalaman unik dan terbaiknya itu ke dalam buku yang diterbitkan Grasindo, tahun 2002, berjudul “Total Profesionalism, News & Views Wawancara Inke Maris dengan Tokoh-Tokoh Global.”
Tokoh-tokoh itu, antara lain PM Inggris Margareth Thatcher, Pemimpin PLO Yasser Arafat, PM Singapura Goh Chok Tong, Presiden Komisi Eropa Romano Prodi, Menhan AS William Cohen, PM Australia Paul Keating, Direktur Pelaksana IMF Michael Camdessus, Presiden Bank Dunia James D. Wolfensohn, PM India Rajiv Gandhi, Presiden Filipina Cory Aquino dan Fidel Ramos, Menlu AS Alexander Haig, Presiden ADB Tadao Chino, Sekjen OPEC Riwalnu Lukman, Kepala Jubilee Plus London Ann Pettifor, Direktur Eksekutif Human Rights Watch Kenneth Roth, Direktur Asia Pasifik IMF Hubert Neiss, Presiden UNDP Mark Malloch Brown dan masih banyak lagi.
Dari dalam negeri tokoh-tokoh yang akrab di hadapan Inke Maris dalam sorotan kamera televisi, antara lain Sumitro Djojohadikusumo Menko Perekonomian Rizal Ramli, Menko Ekuin Kwiek Kian Gie, Kasospol ABRI Letjen Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua PDI Perjuangan Laksamana Sukardi, Direktur Eksekutif CSIS Marie Elka Pangestu, Sarwono Kusumaatmaja, Erry Riyana Harjapamekas, Safwan Natanegara, Felia Salim, Djafar Assegaf, Emil Salim, Hartojo Wignjowinjoto, HS Dilon, Lesan Limanardja, Fuad Bawazier, Dedi Aditya Sumanegara, Muladi, Marzuki Darusman, Fachrul Razi, Parni Hadi, Sri Mulyani, Amien Rais, Erna Witular, Bambang Harimurti, Nurcholis Madjid, Marzuki Usman, Nafsiah Mboi, J Soedjati Djiwandono, dan lain-lain.
Margareth Thatcher
Sangat banyak kesan yang sangat bermakna bagi Inke dari pengalaman mewawancarai para tokoh itu. Salah satu yang paling berkesan adalah wawancara dengan PM Inggris Margareth Thatcher.
Ketika itu (1984), Margareth Thatcher akan berkunjung ke Indonesia. Ia membuat film dokumenter berjudul “Inggris Dewasa Ini” berisi dokumentasi tentang pemerintahan dan ekonomi Inggris di bawah pemerintahan Partai Konservatif pimpinan Thatcher yang dijuluki dunia sebagai “Wanita Besi” itu.
Untuk keperluan ini, Inke memperoleh berkesempatan istimewa mengadakan wawancara eksklusif dengan Thatcher sebanyak dua kali, April 1984 dan Oktober 1985, di kediaman resmi Perdana Menteri Inggris yang tersohor, yakni Downing Street No. 10, London, sebuah rumah berbentuk town house berlantai tiga berukuran tak terlalu besar.
Saat itu, Thatcher, merupakan satu dari hanya empat wanita yang pernah terpilih menjadi pemimpin sebuah negara, selain Ny Indira Gandhi dari India, Golda Meir dari Israel dan Ny Bandaraneika dari Sri Lanka.
Begitu bermaknanya wawancara dengan Thatcher. Sampai-sampai Inke menganggap wawancara tersebut sebagai titik puncak karirnya dalam dunia penyiaran televisi. Satu-satunya tokoh yang mampu mengimbanginya dan memberikan kesan terdalam kepada Inke adalah Michael Camdessus. Wawancara dengan Direktur Pelaksana IMF itu berlangsung 15 Januari 1998, titik rendah dalam sejarah Indonesia ketika Indonesia menghadapi krisis keuangan dan terpaksa berpaling kepada IMF.
Terkenang Arafat
Tatkala menonton saluran televisi global seperti CNN, dimana di situ terdapat siaran berita tentang tokoh-tokoh yang pernah diwawancarai.
Lalu muncullah sebuah rasa kepuasan bahwa Inke pernah mewawancarai sang tokoh dimaksud. Ia pun selalu bergumam kecil dalam hati, ‘Saya sudah pernah wawancara dia.’
Begitulah yang terjadi pada diri Inke ketika menyaksikan berita tentang James D Wolfensohn, Presiden Bank Dunia, atau Michael Camdessus dari IMF, atau Nancy Reagan mantan first lady AS, dimana dengan Nancy, Inke yang bertugas sebagai penterjemah, pernah duduk bersebelahan (berlangsung tahun 1986, saat Nancy bersama suami Ronald Reagan berkunjung ke Bali).
Terdapat banyak tokoh lain yang mampu membuat Inke ikut bersedih, seperti Rajiv Gandhi yang meninggal dalam serangan teroris terhadap dirinya, atau Yasser Arafat, Pemimpin PLO yang meningggal dunia November 2004. Inke sudah tiga kali wawancarai Arafat. Pertama 24 September 1993, dan kedua 22 Agustus 2000.
Arafat berstatus sebagai tamu presiden saat diwawancarai Inke di tengah malam, pukul 01:00, sebelum Arafat naik ke pesawat. Inke mengutarakan ucapan selamat, setelah Arafat baru saja menandatangani perjanjian damai dengan Israel di halaman Gedung Putih, AS. Disaksikan oleh Presiden AS Bill Clinton, Arafat bersalam-salaman dengan Perdana Menteri Israel Shimon Peres di halaman Gedung Putih.
Setelah wawancara selesai, Arafat menyampaikan pula kata perpisahan, yang tetap diingatnya ‘I will see you again in Jerusalem” Ucapan yang tidak pernah kesampaian sampai Arafat meninggal dunia. Inke tak dapat menyembunyikan rasa kagumnya kepada Arafat yang selama puluhan tahun berjuang akan hadirnya sebuah bangsa, negara, dan tanah air merdeka bernama Palestina.
Namun sayang perjuangan belum berhasil diwujudkan hingga ajal menjemput. Arafat dalam pandangan Inke adalah seorang pria teguh yang seumur hidupnya sebagai orang dewasa sejak usia 17 tahun hanya berjuang untuk kemerdekaan Palestina.
Media Center SBY
Semua tokoh yang pernah diwawancarai selalu memberikan kesan menarik tersendri dan sangat membekas dalam diri Inke Maris. Termasuk dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang sudah tiga kali diwawancarai secara eksklusif.
Wawancara pertama, saat SBY masih berpangkat Letnan Jenderal TNI, menjabat Kasospol ABRI, pada 26 Juni 1998, berlangsung di Mabes ABRI Cilangkap, Jakarta Timur. Wawancara kedua berlangsung ketika SBY menjabat Menteri Pertambangan dan Energi, pada 7 April 2000. Ketiga selaku Menko Polkam pada 1 September 2001.
Wawancara pertama berlangsung saat peran politik ABRI sedang gencar-gencarnya dipertanyakan, seiring guliran reformasi. Di Cilangkap, kantor “Pentagon”-nya Indonesia yang kokoh dan megah, kepada Inke, SBY menjelaskan paradigma baru ABRI. Inke saat itu sudah berhasil menangkap kesan pertama tentang sosok SBY yang smart, bijak, penuh pertimbangan, tegas dan penuh wibawa, namun terbuka untuk membahas ide-ide dan gagasan orang lain, seorang demokrat. Di Kantor Departemen Pertambangan, Inke masih menangkap kesan sama pada wawancara kedua dan Pada pertemuan ketiga di Kantor Menko Polkam, tampak karakternya sebagai tokoh yang kompeten dan pemimpin yang tegas. Beragam kesan itulah yang membuat Inke menjadi tak merasa segan membantu ketika diminta untuk mendirikan Media Center dalam rangka pemenangan SBY bersama pasangannya Muhammad Jusuf Kalla (JK) pada Pilpres 2004.
Di Media Center SBY JK, Inke Maris, ditunjuk sebagai anggota Dewan Pakar, Koordinator Media Center SBY – JK. Popularitas SBY-JK tetap meroket hingga akhirnya terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2004-2009. Media Center SBY-JK bertempat di Gedung Graha Surya Internusa, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. IM&A juga ditugaskan memproduksi serta mendesain iklan-iklan kampanye “People for SBY”, yang ditayangkan di TVRI, RCTI, SCTV, Trans TV, serta di suratkabar nasional dan daerah.
Inke yang jika tampil di publik selalu tampak sangat smart dan anggun, sebagai praktisi ke-PR-an melihat pengalaman Pemilu 2004 sebagai sebuah pesta demokrasi Indonesia. Pesta itu berlangsung sangat demokratis, aman, berjalan tenang dan baik membuat Indonesia dikagumi seluruh dunia sebagai negara demokrasi baru terbesar ketiga setelah AS dan India. Bio TokohIndonesia.com | marjuka-hotsan