Sosok Pendeta Bersahaja
Sularso Sopater
[ENSIKLOPEDI] Mantan Anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia (DPA RI) dan mantan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) ini lahir di Yogyakarta, 9 Mei 1934. Ia seorang pendeta yang hidup bersahaja dalam iman kristiani yang tekun. Gaya hidupnya menjadi teladan bagi para pendeta dan banyak orang.
Pendeta Gereja Kristen Jawa (GKJ) ini pernah menjabat Direktur Lembaga Pembinaan Kader GKJ/GKI Jawa Tengah, berkedudukan di Yogyakarta. Meraih gelar Master Teologi di Grand Rapids Michigan USA tahun 1975, lalu mengajar dokmatika di STT Jakarta sejak tahun 1978. Gelar doktor teologi diperoleh dari STT Jakarta. Sejak tahun 1989 sampai 1998 menjadi Ketua Umum PGI.
Sularso Sopater menyatakan, inti dari Paskah dikaitkan dengan kehidupan berbangsa, bagaimana kita bangkit dari keterpurukan itu, maka kebangkitan dari keterpurukan hanya mungkin apabila ada pengharapan. Elite politik diharapkan supaya betul-betul mengerahkan potensi untuk membawa bangsa ini keluar dari keterpurukan.
“Saya mengharapkan pluralitas kita bisa bertumbuh lebih alamiah. Sekaligus bisa mengurangi pandangan-pandangan sempit yang bisa bermuara pada teror-teror, yang pada akhirnya tidak ketahuan mau ke mana: hanya mau melampiaskan kemarahan dengan cara yang sukar dimengerti,”
“Bangsa Indonesia memang jatuh luar biasa dalam. Hanya dengan kemauan keras dan komitmen pemimpin yang kita harapkan terpilih supaya bisa dipanggil oleh patriotisme yang terdalam. Kalau semua hanya berpikir bahwa dirinya sudah keluar banyak uang, atau bagaimana membayar kembali semua pengeluaran untuk kampanye, maka akan menemui kebuntuan. Jadi, mesti ada semangat yang baru,” kata Sularso Sopater.
Terhadap masa lalu yang buruk, kita harus melakukan introspeksi yang memberi pembelajaran bagi kita untuk tidak mengulang kesalahan-kesalahan yang sudah dilakukan.
“Saya mengharapkan pluralitas kita bisa bertumbuh lebih alamiah. Sekaligus bisa mengurangi pandangan-pandangan sempit yang bisa bermuara pada teror-teror, yang pada akhirnya tidak ketahuan mau ke mana: hanya mau melampiaskan kemarahan dengan cara yang sukar dimengerti,” lanjutnya.
Jadi, kata Sularso, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan tanpa harus saling menyalahkan. Belajar bersama memperbaiki kesalahan akan menjadi lebih positif. “Kalau hanya saling melempar kesalahan, maka tidak akan ada henti-hentinya. Prinsip-prinsip etik yang mendasar yang harus diamini bersama-sama adalah kebenaran, kejujuran, ketangguhan, ketekunan, dan disiplin,” ujar Sularso. Penulis: CRS | Bio TokohIndonesia.com