Surat Bismar ke Pak Harto
Bismar Siregar03 | Kita Juga Ikut Bersalah

Pak Harto dihujat di mana-mana. Seakan dialah satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab atas semua kejadian yang menimpa bangsa ini. Bismar menyatakan tidak senang Pak Harto masuk penjara.
Bismar Siregar, sebagai mantan petinggi hukum dan anggota ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia), selalu melihat semua kejadian yang menimpa bangsa ini dari kacamata ketuhanan. “Dalam silih bergantinya siang dan malam, tidak sesuatu yang terjadi tanpa izin dari Allah.”
Ambruknya perekonomian Indonesia akibat krisis kepercayan yang merosot tajam dari dunia internasional, menurut Bismar, pada dasarnya merupakan kesalahan bersama, termasuk dirinya sendiri. Pada era kemerdekaan, bangsa ini telah mengultuskan, baik Presiden Soekarno maupun Presiden Soeharto. Bismar melihat ini sebagai kemungkinan semua beban bangsa yang menumpuk saat ini, “karena kita kufur nikmat.”
Lantas bagaimana dengan petaka yang menyebabkan bangsa ini juga mengalami krisis politik? Bismar menduga karena bangsa ini sudah menyimpang dari akhlakul karimah (akhlak yang mulia). Misalnya, di dalam berpolitik sering menggunakan segala cara untuk mencapai tujuan. Ada yang mengatakan bahwa ulama tidak boleh berpolitik praktis. Kenapa? Bukankah ada ikrar bahwa hidup mati manusia hanya untuk Allah. Kalau politik praktis diterjemahkan sebagai cara untuk merebut kekuasaan, Bismar menyampaikan pesan untuk kembali berpijak pada ayat: Sesungguhnya sholatku, hidupku, dan matiku hanya karena Allah semata.
Dalam kehidupan ekonomi, kata Bismar, orang lebih jahat dari binatang. Bismar menyampaikan sabda Rasulullah Muhammad SAW yang sangat menyentuh: “Janganlah engkau tidur kekenyangan sementara tetanggamu dalam kelaparan. Bukankah mereka tergolong saudaramu?” Nabi Muhammad menganjurkan untuk menyintai saudaramu sebagaimana engkau menyintai dirimu sendiri.
Maka, dalam bidang hukum kalau ada orang yang dinyatakan bersalah, Bismar juga merasa ikut bersalah. “Karena dia adalah bagian dari saya,” kata Bismar. Di dalam kesalahan-kesalahan yang terjadi pada orde baru, Bismar pun merasa ikut bersalah. Karena, semestinya dia berkewajiban mengingatkan Pak Harto selama memegang tampuk pemerintahan. Tapi, apa yang dilakukannya? Dia membiarkan dirinya menyanjungnya. Semua mengarah pada kebulatan tekad mendukung kepemimpinannya.
Majelis Ulama ikut berkampanye untuk Golkar. Mestinya, mereka bukan mendukung Golkar, tapi memperjuangkan umat di jalan Allah. Seharusnya mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan golongan. Bismar juga menunjuk kabinet Reformasi sekarang yang masih banyak mengatasnamakan kepentingan golongan. Dia tidak setuju dengan pemberian rumah kepada mantan Presiden Soeharto sebagai balas jasa atas pengabdiannya selama menjabat Kepala Negara. Ini tidak perlu terjadi. Namun Bismar setuju kalau Pak Harto dinilai telah banyak jasanya kepada bangsa ini. Tetapi soal pemberian balas jasa (rumah), masih banyak rakyat yang membutuhkan bantuan pangan dan perumahan.
Di sisi lain, menurut Bismar, Pak Harto dihujat di mana-mana. Seakan dialah satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab atas semua kejadian yang menimpa bangsa ini. Bismar berasumsi, sikap yang paling bijak adalah mengajak Pak Harto bertaubat. Pak Harto diajak untuk mengakui kesalahannya dan meminta maaf atas semua kesalahan yang telah dilakukannya. Caranya, Pak Harto wajib mengembalikan harta kekayaan yang diperolehnya secara tidak halal. Bukan menjebloskan Pak Harto ke penjara. “Saya tidak senang Pak Harto masuk penjara,” kata Bismar.
Kata Bismar, banyak orang tidak percaya kalau Pak Harto menyatakan bahwa dirinya tidak memilki uang satu senpun. Pak Harto harus tetap diingatkan agar mengembalikan kekayaan negara. Untuk menentukan apakah harta yang diperolehnya dari hasil korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), menurut Bismar gampang. Lihat saja kebijakan mobil nasional. Secara hukum formal memang sudah benar, tetapi ketika putranya Hutomo Mandala Putra (Tommy) mengajukan proyek tersebut, mestinya Pak Harto tahu kenapa dia memberikan segala fasilitas. Kemudian, Pak Harto meminta maaf kepada Tuhan dan bangsanya. Kalau Pak Harto sudah melakukan itu, kemudian ada yang mengatakan, “tiada maaf bagimu,” maka orang itu akan mengambil alih semua dosa-dosa Pak Harto. “Saya kira, ini tugas ulama untuk menyampaikannya kepada beliau,” kata Bismar.
Bismar pernah menulis surat kepada Jaksa Agung. Dia menyatakan, sebelum kejaksaan memeriksa Pak Harto ajaklah seorang ulama. Berilah kesempatan kepada ulama itu untuk berbicara tentang kasus ini. Pengusutan kasus ini akan lebih mudah bila menggunakan pendekatan keimanan, ketimbang pendekatan hukum. Bismar juga telah memaparkan semua ini kepada Pak Harto melalui surat. Di situ Bismar menyatakan: “Engkau adalah bagian dari saya. Kalau kau disakiti, saya pun demikan.”
Bismar, di dalam memberantas kasus-kasus KKN di negara ini menganjurkan untuk menggunakan pendekatan keimanan. Kalau semua kekayaan yang diraup dengan korupsi dikembali-kan kepada negara, Indonesia bisa bebas dari utang. MTI/CRS-SH | Bio TokohIndonesia.com