Bersatu ITB untuk Berjaya
Djoko Santoso
[DIREKTORI] Rektor ITB 2005-2010Guru Besar teknik geofisika dan Doktor Ilmu Teknik Institut Teknologi Bandung (ITB), ini terpilih sebagai Rektor ITB periode 2005-2010 dalam rapat pleno Majelis Wali Amanat (MWA) ITB di Gedung Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, Senin 17 Januari 2005. Pria kelahiran Bandung, 9 September 1953 yang saat terpilih menjabat Ketua Senat Akademik ITB, itu menggantikan Kusmayanto Kadiman, yang telah menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi.
Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso, MSc meraih 18 suara mengungguli dua calon lainnya, yakni Adang Surahman (Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan) yang meraih 7 suara dan Satryo Soemantri Brodjonegoro (Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas) tidak memperoleh suara serta 1,15 suara abstain.
Rapat yang dipimpin Ketua MWA ITB HS Dillon dihadiri 19 anggota MWA ITB, termasuk Mendiknas Bambang Sudibyo. Namun, dua di antaranya tidak memiliki hak suara karena ikut sebagai calon rektor, yakni Adang Surahman dan Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Sesuai ketentuan, 17 anggota masing-masing mempunyai satu kartu suara, sementara Mendiknas selaku wakil pemerintah mempunyai 9,15 (sembilan dan lima belas per seratus) kartu suara, atau setara 35 persen dari hak suara yang sah. Jadi yang memilih Djoko Santoso (18 suara) sudah lebih dari 50 persen suara.
Pemilihan Rektor ITB yang berjalan alot ini diawali penyaringan calon oleh panitia pemilihan sesuai tata tertib. Tersaring 17 nomine. Kemudian Majelis Wali Amanat ITB dalam rapat pleno 10 Desember 2004 memilih sepuluh bakal calon dari 17 nomine itu.
Kesepuluh bakal calon itu yakni Adang Surahman (Wakil Rektor ITB), Alibasyah Siregar (Wakil Rektor ITB), Deny Juanda Puradimaja (Wakil Rektor ITB), Dadan Umar Daihani (Direktur Lemlit Universitas Trisakti, Djoko Santoso (Ketua Senat Akademik ITB), Isnuwardianto (Ketua Departemen Teknik Elektro ITB), Satryo S Brodjonegoro (Dirjen Dikti Depdiknas), Sugeng Purwanto (Direktur Surya Citra Media Tbk), TA Sanny (Dosen Teknik Geofisika ITB) dan Taufikurahman (Dosen Biologi ITB).
Kesepuluh bakal calon ini menyampaikan pemaparan di depan Majelis Wali Amanat ITB dan civitas akademika ITB. Setelah itu MWA ITB memilih tiga orang menjadi calon yakni Djoko Santoso, Adang Surahman dan Satryo S Brodjonegoro.
Dosen Teladan
Dosen Teladan ITB (1977) meraih gelar sarjana (Teknik Geologi) dari Institut Teknologi Bandung, 1972-1976. Kemudian dia meraih Post Graduate Diploma (Seismology) dari International Institute of Seismology and Earthquake Engineering, Tokyo-Jepang, pada tahun 1978-1979. Satu tahun kemudian, dia melanjutkan studi ke Asian Institute of Technology, Bangkok-Thailand dan meraih gelar Master of Science (Geotechnical Engineering) lulus tahun 1982. Gelar Doktor Ilmu Teknik diraih dari Institut Teknologi Bandung tahun 1990.
Selain itu, dia juga mengikuti berbagai kursus dan pelatihan. Di antaranya Managing University in Critical Time (Certificate), British Council, Glasgow (2001); Analisis Dampak Lingkungan (Sertifikat), ITB (1984); Akta Mengajar V (Sertifikat), ITB (1985); dan Current Method in Seismic Exploration (Certificate), PT CPI (1983).
Dia mengawali karir sebagai dosen ITB pada tahun 1978, sampai dia meraih jabatan akademik sebagai profesor dengan pangkat IV/e. Sebelum terpilih menjadi Rektor Januari 2005-2010, dia menjabat Ketua Senat Akademik ITB, (Januari 2002-Juli 2004 dan Juli 2004-Januari 2005).
Sebelumnya, dia pernah menjabat Pembantu Rektor II ITB (1997-2001), Ketua Program Studi Teknik Geofisika, FTM-ITB (1989-1997), Ketua Program Magister Geofisika Terapan, PPS-ITB (1997-2003), Sekretaris Program Magister Geofisika Terapan, PPS-ITB (1986-1997) dan Kepala Laboratorium Eksplorasi Sumberdaya Bumi, Departemen Teknik Geofisika ITB (2000-2005).
Selain itu, dia juga aktif sebagai Adjunct Prof. Curtin University of Technology, Australia, (1995-2000 dan 2000-sekarang), dan Adjunct Prof. Texas A & M University, College Station, USA 1995-2000.
Ilmuwan yang banyak mempublikasikan karyanya itu, juga pernah menjabat Kepala Penerbit ITB (1998), Ketua Redaksi Jurnal Teknologi Mineral (1990-1997) dan Ketua Redaksi Buletin Geologi (1979-1995).
Selain mengabdikan diri dalam tugas-tugas akademik, dia juga aktif di berbagai organisasi, terutama yang berkaitand dengan keahlian dan profesinya. Anggota Himpunan Ahli Geologi Indonesia (HAGI) ini memimpin organisasi itu sebagai Ketua Umum periode 1998-2000.
Sejak 1995 dia aktif sebagai anggota Society of Exploration Geophysicist (SEG-USA), (Active Member and Country representative for Indonesia. Anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) sejak 1976. Anggota Australian Society of Exploration Geophysicist (ASEG), (Active Member), sejak 2000. Anggota Environmental and Engineering Geophysical Society (EEGSUSA) dan anggota Southeast Asia Geotechnical Society (SEAGS), sejak 1982.
Atas berbagai tugas pengbdiannya, dia menerima beberapa sertifikat, penghargaan dan tanda Jasa. Di antaranya, Dosen Teladan ITB (1977), Satya Lancana Karyasatya 10 (1997), Satya Lancana Karyasatya 20 (1999) dan Satya Lancana Pembangunan (2000). Satya Lancana Pembangunan ini diperoleh atas jasanya dalam pengembangan dan pelaksanaan pengelolaan Perguruan Tinggi secara desentralisasi.
Selain itu, dia juga menerima penghargaan Life Membership Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI) (2000), Certificate of 5 Years Loyalty to American Association of Petroleum Geologist (AAPG) (1999), Certificate of 10 Years Loyalty to AAPG 2004, Cerificate of Recoqnition AAPG 2000, AAPG & IPA, Certificate of Merit AAPG 2000, dan Medali 25 Tahun ITB 2003
Siap Bekomunikasi
Seusai pemilihan, Djoko dalam jumpa pers mengatakan pihaknya menghadapi tantangan untuk membawa ITB berperan serta mengatasi permasalahan bangsa, baik dalam skala lokal maupun global. Dia menyatakan harus siap berkomunikasi dengan semua komponen bangsa, agar ITB bisa memberikan sumbangan pemikiran maupun riset terhadap pemerintah.
Dalam pemaparan saat proses pemilihan Djoko menyampaikan paper bertajuk Kesatuan ITB di Antara Harapan, Tantangan dan Kesempatan. Dia mengawali dengan memberi gambaran tentang hakekat perguruan tinggi. Kemudian menguraikan berbagai harapan masyarakat kepada ITB, tantangan dan kesempatan bagi ITB, bagaimana ITB memenuhi harapan itu, perihal mental mengelola ITB, “improvement” dan pola kerja rektor lima tahun ke depan.
Dia mengatakan, ITB adalah perguruan tinggi, sehingga harus berpegang kepada nilai-nilai universal yang berlaku. Nilai-nilai tersebut digambarkan sebagai pencarian kebenaran akademik atau kebenaran ilmiah yang diwujudkan sebagai pengembangan ilmu dan munculnya para “scholar” (pakar) atau “knowledge generator” secara berkesinambungan.
Di sisi lain usaha untuk mecapai kesejahteraan manusia yang bermartabat memerlukan sumberdaya manusia yang berbudaya dan berprofesi. Keduanya ini harus dapat dipenuhi oleh suatu perguruan tinggi yang telah berkembang termasuk ITB.
Beban yang dihadapi ITB menjadi tidak mudah untuk menyelesaikan kedua misi utama ITB, karena pengaruh eksternal yang sangat kuat termasuk ekonomi. Namun demikian apapun yang harus dilakukan ITB, ia harus dapat memulai untuk menciptakan masyarakat cerdas.
Harapan Kepada ITB
ITB sebagai salah satu peruruan tinggi teknologi terkemuka di Indonesia pasti diharapkan memberikan sesuatu yang bermakna bagi masyarakat maupun ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Ilmu pengetahuan termasuk seni sudah jelas menginginkan sustainabilitas ilmu atau seni itu sendiri.
Masyarakat luar dan dalam kampus menginginkan sesuatu yang berdampak baik bagi kesejahteraan mereka. Negara juga mengharapkan ITB dapat mendorong pertumbuhan budaya bangsa, ekonomi dan kelangsungan negara.
Menurut Sarjana (Teknik Geologi), Institut Teknologi Bandung, 1972-1976, ini masyarakat Indonesia jelas memiliki harapan yang ditujukan kepada ITB. Rumusan yang sering kita dengar misalnya menjadi tempat untuk mendapatkan pendidikan yang bermutu, menjadi tempat untuk belajar dengan biaya yang terjangkau, menghasilkan lulusan yang mudah untuk mencari atau menciptakan lapangan kerja, menjadi tempat untuk membantu memecahkan masalah sains, teknologi maupun sosial, menjadi perguruan tinggi yang dibanggakan, menjadi tolok ukur kemajuan pendidikan teknologi, sains, maupun seni, menjadi kekuatan moral, dll. Secara umum ITB diharapkan dapat membantu proses penyehatan organisasi bangsa secara demokratis.
Master of Science (Geotechnical Engineering), Asian Institute of Technology, Bangkok-Thailand, 1980-1982, ini mengatakan ITB hingga saat ini masih digunakan sebagai tolok ukur oleh berbagai perguruan tinggi di Indonesia khususnya untuk bidang sains, teknologi dan seni. Sejarah telah membukukan bahwa berbagai masalah yang berkaitan dengan akademik yang dilakukan ITB kemudian dirujuk oleh perguruan tinggi lain bahkan sering pula dijadikan sebagai standar oleh pengambil keputusan pada tingkat nasional.
Beberapa contoh dapat ditunjukkan misalnya dari penamaan fakultas, seperti Fakultas Teknologi Industri, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam maupun Fakultas Teknologi Mineral. Kurikulum berbagai program studi yang ada di berbagai perguruan tinggi di Indonesia pun kebanyakan merujuk kepada kurikulum ITB.
Berbagai indikasi ini menunjukkan betapa besarnya harapan yang diletakkan dipundak ITB, karena apa yang dilakukan ITB, masyarakat perguruan tinggi lain akan menirunya.
Disisi lain, masyarakat internal ITB menghendaki ITB menjadi tempat yang nyaman untuk berkarya dan dapat memenuhi kesejahteraannya dengan layak.
Tantangan ITB
ITB merupakan lembaga yang tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari sistem yang lebih besar secara lokal, regional maupun global. Semua sistem tersebut akan memberikan tantangan bagi ITB sesuai dengan berbagai skala kepentingannya.
Tantangan yang mudah dimengerti ialah kewajiban ITB untuk memenuhi harapan dari masyarakat umum maupun masyarakat internal ITB.
Kemajuan dunia dalam berbagai bidang berjalan dengan sangat cepat. Sebagai universitas ITB senantiasa bersaing dalam kancah karya akademik. Secara global wujudnya adalah persaingan antar perguruan tinggi nasional maupun internasional.
Kemampuan ITB untuk melakukan penyesuaian atau memimpin dirinya dalam berbagai kemajuan yang terjadi di dunia merupakan tantangan bagi ITB, meskipun dalam berbagai keterbatasan kemampuan internal maupun nasional. ITB juga wajib berperan serta untuk mengatasi berbagai permasalahan bangsa. ITB juga harus mampu mengenal dirinya dan melakukan perbaikan menerus sehingga menjadi organisasi yang sehat.
Kesempatan ITB
Menghadapi perubahan global yang sedemikian cepat, ITB dalam menjawab harapan dan tantangan hendaknya dapat melihat kesempatan yang diberikan kepada ITB. Dengan cara ini ITB niscaya dapat turut berperan dalam kemajuan bidang akademik maupun kesejahteraan bangsa dan umat manusia.
Kesempatan ITB telah diterima dalam bentuk BHMN. Bentuk tersebut dapat diartikan sebagai kemandirian. Kemandirian hendaknya dimanfaatkan untuk menentukan sendiri organisasi dan tata kerjanya untuk menjawab berbagai harapan dan tantangan yang dihadapinya. ITB secara otonom dapat menjalankan fungsinya untuk kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni bagi kemajuan bangsa.
Kesempatan yang dimiliki ITB lainnya ialah letak Nusantara sebagai negara kepulauan yang terbesar di dunia serta berada di sekitar khatulistiwa. Posisi ini memberikan banyak keunggulan komparatif. Hal ini memungkinkan ITB untuk mengembangkan keilmuan maupun teknologi yang khas berbasis keunggulan Nusantara.
Sebagai contoh ialah dalam bidang keilmuan geologi, biologi, geofisika, kedokteran, korosi material, instrumentasi maupun mesin untuk daerah tropis, dst. Bagi ITB berbagai disiplin yang terkait dengan kondisi alamiah Indonesia dapat dimanfaatkan untuk membuat program-program Tridharma yang khas dan unik. ITB sebagai universitas riset nampaknya dapat dibuat menjadi kenyataan dengan cara ini.
Dia mengatalkan, sejak menjadi badan hukum, ITB telah berusaha melakukan berbagai perubahan dan penataan organisasi. Masing-masing lembaga berusaha untuk meperbaiki organisasi maupun tatakerjanya.
ITB dalam memenuhi harapan
Beberapa waktu yang lalu, ITB setidaknya dapat memenuhi sebagian kehendak masyarakat Indonesia, misalnya ITB banyak dijadikan sebagai standar dalam melaksanakan kegiatan akademik. Hasil survai yang dipublikasikan oleh Asia Week pada tahun 2000, ITB menduduki peringkat 19 dari perguruan tinggi yang terbaik di Asia dan Pasifik termasuk Australia.
Indonesia pada peringkat yang lebih baik jika dibandingkan dengan Curtin University of Technology (Australia), Queensland Institute of Technology (Australia) maupun University Sains Malaysia (Malaysia). Ketiga Universitas tersebut sekarang ini termasuk dalam 200 universitas kelas dunia (Majalah Time, 2004). ITB tidak termasuk di dalam peringkat tadi. Kita harus bertanya kepada diri kita, apakah ITB tidak lagi memenuhi harapan masyarakat? Apakah gerangan yang terjadi?
Jalan keluar yang harus dilakukan ialah sesegera mungkin ITB melakukan evaluasi diri dari sisi akademik. Hasil evaluasi diri ini hendaknya dapat diterima sebagai masukan kritis untuk melakukan berbagai perbaikan untuk mengantisipati pertumbuhan masyarakat akademik perguruan tinggi yang semakin cepat di dunia.
Meskipun biaya pendidikan itu tidak dapat murah, ITB dahulu juga terkenal sebagai tempat untuk belajar dengan biaya murah namun memberikan pendidikan yang baik.
Persepsi ini seolah hilang dengan munculnya berbagai lomba universitas menggali dana yang sebesar-besarnya dari masyarakat dengan modal nama besarnya yang dirintis puluhan tahun. Namun demikian yang nampak belum berhasil ialah mempromosikan bahwa anggota masyarakat yang tidak mampu tapi memiliki prestasi yang memenuhi standar juga tetap memperoleh kesempatan.
ITB tidak dapat diingkari juga telah menghasilkan banyak intelektual yang menjadi pemimpin bangsa, menjadi pencipta lapangan kerja, termasuk beberapa peneliti yang handal. Banyak berbagai masalah nasional telah diselesaikan dengan melibatkan karya ITB. ITB juga terkenal sebagai kekuatan moral bangsa.
Namun demikian pada saat sekarang terjadi penafsiran yang tidak tepat untuk ITB seperti menjadi semacam perusahaan, lembaga bisnis, tempat yang mahal untuk belajar dan seterusnya. Ke depan nampaknya kewajaran kegiatan perguruan tinggi harus dikembalikan.
Mental Kelola ITB
ITB telah berada pada akhir tahun keempat dengan statusnya sebagai badan hukum milik negara (BHMN). Dengan status ini ITB menjadi lembaga yang berhak menentukan nasibnya secara independen. Ini merupakan kesempatan yang sangat berharga.
Jika dikaji dari struktur pengelolaan yang ada, terdapat perubahan yang fundamental, yaitu peran Rektor dan lembaga-lembaga utama lainnya dalam suatu perguruan tinggi.
Sebelum berstatus sebagai badan hukum, ITB dijalankan oleh seorang Rektor yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab secara utuh tentang pengelolaan perguruan tinggi kepada pemerintah. Sesudah berbentuk BHMN, secara garis besar pengelolaan ITB menjadi dikelola oleh empat lembaga utama, yaitu Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik (SA), Majelis Guru Besar (MGB) dan Rektor.
Dengan demikian harus terjadi komunikasi dan kerjasama yang baik antar keempat lembaga tersebut. Keempat lembaga tersebut telah terbentuk di ITB, namun masing-masing masih memerlukan perbaikan secara terus menerus sambil melaksanakan tugasnya sehari-hari menghadapi dinamika yang terus berkembang di luar maupun di dalam kampus.
ITB melalui penjabaran Visi dan Misinya dalam lima tahun ke depan hendaknya memiliki mental model yang tepat, sesuai dengan harkatnya sebagai perguruan tinggi atau institusi akademik dan senantiasa mampu berperan, kendati keadaan eksternal belum mendukung.
Agar ITB dapat memenuhi harapan masyarakat, ITB harus memiliki mental model dan dijalankan menganut azas kebersamaan, dan kolegial. Mental model untuk menentukan kebijakan dan kegiatan oeperasional.
Apapun yang dilakukan obyektifnya ialah mutu akademik, sehingga secara operasional semuanya untuk mendukung kegiatan akademik yaitu Tri Dharma (pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat).
Dengan dasar ini berbagai pencapaian akan turut serta diperoleh, seperti peningkatan mutu lulusan, eksistensi intelektual ITB secara nasional bahkan internasional, kesejahteraan warga ITB yang lebih wajar, (karena kepercayaan akan mendatangkan dana pendidikan ataupun kemitraan), dan seterusnya.
“Improvement” dan Pola Kerja
Agar ITB dapat menjalankan fungsinya dengan baik, seluruh warga ITB harus dapat bersatu dalam tujuan yang sama untuk menghasilkan karya-karya akademik yang bermutu dalam bidang masing-masing.
Karya-karya tersebut akan memiliki makna jika memiliki arah yang sama, sehingga menghasilkan resultan yang maksimal. Karya-karya akademik yang bermakna (termasuk hasil kegiatan riset) akan menjadi cikal-bakal universitas riset.
Usaha yang dilakukan untuk memperbaiki tata kerja maupun organisasi telah dilakukan oleh para pengurus ITB sebelumnya. Kegiatan ini perlu di”improve”, namun yang lebih utama ialah mengubah cara berfikir untuk menguatkan posisi ITB sebagai lembaga akademik. Artinya, kegiatan yang dilakukan ITB harus berujung kepada hasil akademik.
Masalah penting yang harus segera ditangani ialah yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan yang memberikan pengalaman kepada mahasiswa tentang keskolaran. Pendidikan di ITB dibuat sedemikian rupa dengan menganggap dosen ITB sebagai “knowledge generator” yang akan menghasilkan “knowledge generator-knowledge generator” lainnya.
Hal ini diartikan pula mahasiswa yang kita didik menjadi bermutu, berbudaya dan berbudi luhur. Cara yang ditempuh secara praktis ialah mengakaitkan ketiga dharma perguruan tinggi dalam satu kesatuan untuk menyusun rencana kerja dan anggaran di mana semuanya bermuara kepada mutu akademik dan kegiatan akademik.
Pola kerja Rektor dalam lima tahun mendatang sementara Anggaran Rumah Tangga (ART) ITB belum dikeluarkan, dilaksanakan dengan merujuk kepada SK Majelis Wali Amanat (MWA) dan Senat Akademik (SA).
Dia menyebut beberapa contoh, di antaranya tentang masalah arah pengembangan umum ITB lima tahun kedepan; tentang masalah nilai-nilai ITB dan norma dan penghargaan ITB, tentang masalah pengembangan pendidikan, kurikulum dan kegiat an akademik pendidikan; tentang masal ah kepegawaian tenaga akademik dosen; tentang masalah kepegawaian dan akuntabilitas tenaga non dosen: ketentuan perundangan yang berlaku dan arahan dari MWA; tentang masalah akuntabilitas dosen dan lembaga; tentang masalah pengembangan keilmuan, teknologi dan seni, riset dan pascasarjana; tentang akuntabilitas pimpinan ITB; tentang organisasi dan manajemen satuan akademik ITB; dan tentang perencanaan dan pendanaan.
Sementara itu, kebijakan operasional Rektor yang telah berjalan baik dan sesuai dengan ketentuan yang digariskan pemerintah (perundang-undangan umum), MWA dan SA akan diteruskan dan diperbaiki secara berkelanjutan. Tata kerja secara efisien namun efektif akan diterapkan baik dalam organisasi maupun kegiatan operasional. Hal ini penting mengingat keterbatasan ekonomi negara, namun mutu akademik tetap menjadi acuan.
Tatakerja umum dilakukan berdasarkan prinsip desentralisasi kepada seluruh unit kerja, sesuai dengan pernyataan tanggungjawab (“statement of responsibility”) yang dibuat masing-masing, sebagai tolok ukur akuntabilitas kinerja masing-masing. Unit pusat berfungsi melakukan koordinasi dari seluruh unit kerja yang ada.
Dana hasil kemitraan unit kerja selain di bidang pendidikan rutin dikembalikan kepada masing-masing unit kerja untuk kegiatan riset, publikasi keilmuan atau kegiatan akademik lainnya, untuk kemajuan akademik unit kerja tersebut. Cara ini diharapkan dapat mengangkat citra ITB.
Kerjasama
Menurut mantan Pembantu Rektor ITB ini, rektor tidak mungkin berhasil jika tidak bekerjasama dengan MWA, SA, MGB maupun semua warga ITB. Rektor wajib memprakarsai komunikasi dan menfasilitasi seluruh kegiatan institut yang dilakukan semua lembaga (MWA, SA, MGB), unit kerja dan warga institut yang sesuai dengan Visi dan Misi ITB.
Menurutnya, Rektor ITB berkewajiban untuk bermitra secara baik dengan pemerintah, alumni dan fihak berkepentingan secara nasional dan internasional lainnya, dalam melaksanakan visi dan misi ITB.
Dalam lima tahun kedepan ITB diusahakan untuk menjadi organisasi yang sehat dengan melaksanakan Tri Dharma Perguruan tinggi secara wajar, dan warga ITB memperoleh kesejahteraan secara wajar dan berkeadilan. Bersatu ITB untuk Berjaya. e-ti | crs