Ikon Generasi Baru Perak Indonesia

Runi Palar
 
0
604
Runi Palar
Runi Palar | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Runi Palar, bernama lengkap Sotjawaruni Kumala Palar lahir di Pujokusuman, Yogyakarta 26 Mei 1946. Dia dapat disebut sebagai ikon generasi baru disainer perak Indonesia. Memulai karier sebagai disainer perhiasan perak dan emas pada 1968. Dia membuat perhiasan dalam gaya yang lebih modern, terutama mengambil bentuk abstrak dan benda-benda alam.

Dia menggunakan teknik antara lain granulasi, feligree (trap-trapan, Jawa) yang seperti benang disusun bertingkat dan kemudian dilas, dan ketokan. Runi memasarkan produknya terutama ke Jepang, Eropa dan Amerika, selain Indonesia. Sehingga namanya menempati posisi tersendiri dalam perkembangan perak Indonesia.

Ayahnya RS Tjokrosoeroso (almarhum) adalah ahli kerajinan perak bakar dan merupakan orang Indonesia pertama yang memamerkan silverwork dan cara pembuatannya di San Fransisco, USA selama 14 bulan pada tahun 1938. Alat transportasi yang digunakan pada waktu itu adalah kapal laut. Ibunya R Ngt. Sumiyati Soenandar (almarhumah) berasal dari Surabaya.

Suaminya Drs Adriaan Palar, keturunan Minahasa, lahir di Bandung 14 November 1936. Seorang Sarjana Seni Rupa ITB lulusan 1966 , jurusan Interior Design. Runi dan Adriaan pertama kali bertemu di New York, USA pada tahun 1964. Mereka menikah pada tanggal 29 Oktober 1967. Adriaan yang mendorong Runi dalam berkarya dan menekuni bidang seni pakai gapplied arts-design, khususnya fashion dan perhiasan.

Mereka dikaruniai tiga anak, satu laki-laki dan dua perempuan. Anak pertama Miranda Risang Ayu Palar, SH, LLM. Sarjana Hukum jurusan Hukum Tata Negara Universitas Pajajaran (UNPAD), Bandung. Telah menikah, dikaruniai 3(tiga) orang anak. Saat ini bekerja sebagai staff pengajar Fakultas Hukum UNPAD, Bandung. Ia memperoleh bea siswa dari Aus-Aids untuk melanjutkan program S2 pada akhir tahun 2001 ke Sydney, Australia dan telah mendapatkan gelar Master dalam Intellectual Property Rights.

Anak kedua, Alvin Daniel Dipodi Palar, SSn. Sarjana Seni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, jurusan Desain Grafis, sedang mengikuti program S2 bidang Magister Managemet di Universitas Pajajaran, Bandung. Telah menikah dan dikaruniai 2(dua) orang putra.

Anak ketiga, Xenia Dani Tajiati Palar, lulusan Seni Rupa, Institut Tehnologi Bandung (ITB), jurusan Desain Tekstil. Belum menikah.

Runi Palar menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Teknologi Menengah Atas (STMA) di Yogyakarta. Kemudian, dia hijrah ke Bandung, kuliah di Institut Teknologi Tekstil (ITT) selama 2 tahun, namun tidak sampai selesai karena segera menikah.

Kemudian Runi masuk Sekolah Keluwesan dan Kepribadian Wanita Sriwenda (1970) dan Sekolah Istri Bijaksana (SIB) di bawah bimbingan Prof. DR. Sikoen Pribadi, Spsi (1974-1977) dan kursus-kursus bahasa serta ketrampilan lainnya.

Dia menggumuli perhiasan perak mulai dari hobby hingga ke Profesi Designer. Bermula dari hobby mendesain busana sendiri dan membuat perhiasan dari kuningan dan perak, serta sering mengikuti berbagai fashion show dan pameran kerajinan, pada tahun 1976, Runi bersama suaminya Adriaan Palar mendirikan CV RUNA.

Advertisement

Nama RUNA diambil dari singkatan nama RUNI dan ADRIAAN. RUNA dengan kekhususan tersendiri, bergerak di bidang desain, produksi perhiasan emas dan perak dengan logo RUNA Jewelry.

Berdedikasi tinggi dan kerja keras menghasilkan kreasi Runi banyak digemari tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri.

Dalam mengembangankan usaha selain bidang perak & emas, Runi dan Adriaan melihat adanya potensi dan ketertarikan anak-anaknya, Xenia dan Alvin pada bidang desain, khususnya desain tekstil (textile design).

Pada tahun 1996, Runi dan Adriaan beserta kedua anak mereka, mendirikan Kirta Kaloka (anak perusahaan CV RUNA) yang merupakan usaha baru di bidang Textile Arts of Indonesia. Di samping mendesain dan membuat busana batik eksklusif dan household textiles dengan logo KIRITA Batik, Kirta Kaloka juga membuat perhiasan yang terbuat dari bahan-bahan lainnya (kayu, kulit, keramik, kuningan, dll.)

Dalam mengembangkan usahanya, Runi sering melakukan studi banding dan praktek kerja. Di antaranya, Januari 1988, Studi Banding ke Kuala Lumpur, Bangkok, Tokyo, Hongkong dan Taipei, Taiwan. Maret 1988, studi banding ke Paris (Perancis) dan Arezzo & Vicenza (Italia). Kemudian Juni 2001 ke Vicenza-Oro, Italia. Juga kunjungan studi banding atas undangan World Gold Council International (Pameran dan Seminar tentang Perhiasan Emas).

Sementara praktek kerja, antara lain dilakukan pada September 1982 di London & Scotland, Inggris mengennai Teknik Desain & Casting. Pada Maret 1996 mengikuti Kursus Teknik Kerajinan yang Eksklusif di Kyoto, Jepang.

Runi Palar juga aktif di berbagai organisasi sosial dan profesi. Organisasi Sosial yang diikutinya adalah Women International Club (WIC) sebagai member (anggota biasa).

Sementara Organisasi Profesi yang diikuti sebagai member, di antaranya: Dekranas (Dewan Kerajinan Nasional/Indonesian Craft Council), Bandung; Kadin (Kamar Dagang Indonesia/Indonesian Chambers of Commerce), Bandung; HIMPI (Indonesian Craft Association for Small Scale Industry); ASEPHI (Indonesian Craft Exporter Association); American Craft Council, New York; WIPI (Wanita Insan Pariwisata Indonesia), Jawa Barat.

Organisasi Profesi dimana Runi duduk sebagai Board of Director (Pengurus), antara lain: MBI (Indonesian Society of Gemstone), Bandung; Dewan Penyantun Yayasan Fashion Indonesia, Jakarta; IPAPI (Indonesian Jewelry Designer Association), Jakarta, selaku Ketua.

Runi Palar & Runa Jewelry
Sejak semula didirikan CV RUNA pada tahun 1976, Runi Palar memimpin sendiri RUNA Jewelry dibantu oleh suami, Adriaan Palar. Pada 5(lima) tahun terakhir, dibantu oleh anak-anak Alvin & Xenia dalam bidang desain dan artistik serta staff administrasi dan teknik di kedua galeri/kantor di Bandung dan Bali.

CV. RUNA hingga saat ini masih merupakan perusahaan keluarga berskala usaha kecil menengah dengan prospek perluasan pemasaran ke luar negeri.

Produk RUNA adalah karya desain dari perak sterling silver dan emas dalam bentuk perhiasan (kalung, cincin, gelang, bros, giwang, cufflink, tie pin, dsb) dengan menggunakan batu mulia (precious stone) maupun semi mulia (semi-precious stone) yang terpilih. Juga dalam bentuk gift item (replika dari benda/perhiasan kuno/antik, statuette, trophy/piala, dll) serta bentuk silverware (sendok, garpu, piring makan, cangkir, dsb).

Teknik Produksi RUNA
Produksi perhiasan RUNA dilaksanakan di tiga tempat yaitu di bengkel-bengkel di Bali, Bandung dan Yogyakarta sesuai dengan tersedianya pengrajin-pengrajin yang menguasai teknik pengerjaan perhiasan yang khas di daerahnya. Seperti, Teknik Granulation di Bali, Teknik Filigree di Yogyakarta, Teknik Pure Forms di Bandung dan Teknik Stamping/Repouse di Bandung & Yogyakarta.

Teknik produksi RUNA dikerjakan di bengkel sendiri maupun secara kooperatif dengan tukang pembuat perhiasan yang dikerjakan di rumah masing-masing (home industry), khususnya untuk pembuatan komponen-komponen perhiasan.

Sementara, finishing dan quality control terakhir sebelum dipasarkan, dikerjakan di bengkel RUNA di Bandung & Bali.

Bentuk Pemasaran
Produk RUNA dijual/dipasarkan secara retail, maupun wholesale, melalui toko-toko retail RUNA sendiri dan di luar negeri melalui boutique-boutique pelanggan RUNA Jewelry, mail order company di luar negeri.

Penjualan secara wholesale untuk ekspor dilakukan hanya melalui kantor/galeri RUNA di Bandung & Bali. Juga melayani pemesanan khusus berupa corporate gifts untuk hotel-hotel berbintang di dalam negeri maupun luar negeri, kantor-kantor, untuk keperluan konggres, cinderamata yang diperlukan oleh Istana Negara, Jakarta, juga untuk museum shop di luar negeri.

Selain itu pula, produk RUNA diekspor secara rutin ke manca negara seperti: Singapore, Hongkong, Jepang & Amerika.

Toko dan Bengkel Kerja
Bengkel Kerja RUNA berada di Bandung, Yogyakarta dan Bali. Sementara pemasaran produk RUNA secara retail) dilakukan melalui Exclusive Retail Shops di beberapa hotel bintang lima di Indonesia dan perwakilan RUNA di Chiba, Jepang maupun beberapa boutique eksklusif di Amerika Serikat dan kota lainnya di Jepang. Juga dalam pameran -pameran penjualan baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Exclusive Retail Shops RUNA Jewelry yang ada di Bandung: Hotel Horizon, RUNA Gallery & Studio (Jl. Gegerkalong Hilir no 68, Bandung 40153). Di Bali: Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua; Hotel Bali Hyatt, Sanur; Hotel Bali Inter-Continental Resort, Jimbaran; Boutique di Hotel Ritz Carlton, Jimbaran; Gift Shop di Nikko Bali Resort & Spa, Nusa Dua; RUNA Gallery, Batubulan, Gianyar; dan RUNA House of Design & Museum, Lodtunduh, Ubud. Di Yogyakarta: Hotel Hyatt Regency.

Selain Exclusive Retail Shops di atas, RUNA juga mempunyai anak perusahaan KIRTA KALOKA yang menjual dan memasarkan Textile Arts of Indonesia serta mendesain dan memproduksi sendiri KIRITA Batik yang eksklusif.

KIRTA KALOKA Exclusive Textile Shop berada di: Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali; RUNA House of Design & Museum, Lodtunduh, Ubud, Bali; Perwakilan RUNA Jewelry Japan Co. Ltd di Chiba, Jepang.

Rencana dalam waktu dekat akan mebuka beberapa toko lagi di Ubud dan Kuta, Bali serta di Jakarta.

Pameran
RUNA Jewelry juga aktif mengikuti berbagai pameran di dalam maupun di luar negeri. Pameran di dalam negeri yang diikuti antara lain: 1975 di Gedung Merdeka, Bandung dan Pameran Permata & Perhiasan Indonesia di Taman Ismail Marzuki, Jakarta;

Tahun 1983, 1984 dan 1985 secara berturut-turt mengikuti pameran di Istana Negara (State Palace), Jakarta. Tahun 1985 juga mengikuti The Second International Jewelry Exhibition, Flores Room, Hotel Borobudur, Jakarta; World Craft Council Congress, Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta; Pameran Produksi Indonesia (PPI), Jakarta Fair, Jakarta.

Tahun 1986 juga mengikuti Pameran Produksi Ekspor (P.P.E.), Jakarta Fair, Jakarta. Tahun 1987pameran di Bali Room, Hotel Indonesia, Jakarta; Department of Small Industry, Jakarta dan The Merchantile Club, BCA Bulding, Jakarta.

Tahun 1988 kembali mengikuti pameran di Istana Negara (State Palace), Jakarta; Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta; dan Department of Small Industry, Jakarta. Tahun 1989 mengikuti Pameran Produksi Ekspor (PPE), Jakarta Fair, Jakarta.

Tahun 1990 mengikuti Craft & Interior III, Jakarta; Indonesian Craft Council III, Jakarta; Shopper Delight, 19th Annual Convention-Indonesian Petroleum Association, Sahid Jaya Hotel, Jakarta; Istana Negara (State Palace), Jakarta; dan The Merchantile Club, BCA Building, Jakarta.

Tahun 1991 mengikuti pameran lagi Istana Negara (State Palace), Jakarta; juga Jakarta Festival 91, Hotel Borobudur, Jakarta; Twentieth Annual Convention, Indonesian Petroleum Association, Sahid Jaya Hotel, Jakarta.

Tahun 1992 di Le Meridian Hotel, Jakarta; Twenty-first Annual Convention, Indonesian Petroleum Association, Sahid Jaya Hotel, Jakarta; German Embassy, Jakarta; Jadec 92 (Jakarta Design Center 92), Jakarta.

Tahun 1992 – 1997 mengikuti: Women’s International Club Bazaar; Christmas Bazaar German Embassy, Jakarta; KIDI Exhibition, Jakarta; German Embassy, Jakarta; Jadec 92 (Jakarta Design Center 92), Jakarta;

Oktober 1998 di DEPERINDAG, Jakarta, Tahun 1999 juga di DEPERINDAG, Jakarta; German Embassy, Jakarta; WIC Bazaar, Jakarta

Tahun 2000 di DEPERINDAG, Jakarta; Art Fair ITB, Bandung; WIC Charity Bazaar, Jakarta; German Embassy, Jakarta; Bali Fashion Week, Nusa Dua, Bali; International Jewelry Exhibition, Surabaya. Tahun 2001 di Bali Fashion Week, Grand Bali Beach Hotel, Sanur, Bali

Sementara, pameran di luar negeri (overseas exhibition), tahun 1977 di Salon de Vacances, Bruxelles, Belgium. Tahun 1979 Comptoir Suiss Lausanne, Switzerland; Selling Mission to 6 (six) West European Countries (Belgium, Holland, Italy, England, France, Germany), sponsored by ECC.

Tahun 1981 di Harz und Heidi Braunsweig, Germany. Tahun 1982 di Galerie Fur Kunst Aus Sudost Asien, Hamburg, Germany. 1983 di Indonesische Sieraden Tropen Musem, Amsterdam, Holland; Utrecht Spring Fair Beatrix Hall, Utrecht, Holland.

Tahun 1985 di Horten Department Store, Braunchweig, Germany (Pameran Tunggal RUNA di Department Store Horten). 1986 di Toronto Gift Fall Show, Toronto, Canada; Vancouver Expo 86 Indonesian Pavillion, Vancouver, Canada. 1987 di Paris Pret-a-Porter Feminine 87 Paris, France; Indonesian Pavillion, New York, USA.

1988 di Utrecht Spring Fair 88, Utrecht, Holland; Paris Pret-a-Porter Feminine 88 Paris, France; New York Pret 88, New York, USA. 1989 di Inhorgenta Exhibition 89, Muenchen, Germany; Asean Trade Fair 89, Yokohama, Japan; Trade & Industry Fair 89, World Trade Center, Singapore.

1990 di International Gift Fair 90, Tokyo, Japan; Oklahoma State Fair, Oklahoma, USA; Hullen Mall and Hyatt Regency Hotel, Forthworth, USA; World Trade Center, Dallas, USA; Private Exhibition, New York, USA.

1991 mengikuti Indonesian Festival Metro Paragon, Singapore; Indonesian Product Exhibition 93 Los Angeles, USA; Smart Consumer 93 Tokyo, Japan; Hongkong International Jewelry Fair 93, Hongkong.

1994 mengikuti Tokyo International Gift Show 94 Tokyo, Japan; Sister City Bandung – Braunchweig, Braunchweig, Germany. Tahun 1996 mengikuti World Fashion Trade Fair 96, Osaka, Japan. 1997 mengikuti Paris, Java, Bali Exhibition Le Bon Marche Department Store, Paris – France; Tokyo International Gift Show 97,Tokyo – Japan. 1998 mengikuti Tokyo International Gift Show 98, Tokyo – Japan; dan Dynamic Asia 1998, Osaka – Japan.

Tahun 1999: Tokyo International Gift Fair 99, Tokyo – Japan; Osaka International Gift Fair, Osaka – Japan; Shimizu Exhibition, Japan; Fukuoka Gift Show, Fukuoka – Japan; Indonesian Handicraft, Kobe – Japan.

Tahun 2000: Asian Ladies Exhibition 2000, Hotel ANA, Tokyo – Japan (Pembukaan Pameran dilakukan oleh keluarga kekaisaran Jepang: The Excellency Princess Hitachi Nomiya); Asian Fair 2000 Fujisaki Department Store, Sendai City – Japan; Asian Fair 2000 Isetan Department Store, Matsudo – Japan; Fascinating Jewelry 2000 Bunkamura Gallery, Tokyu Department Store, Tokyo – Japan; Sister City’s Program & the 3rd Conference of INAP International Network of Affiliated Ports, Kochi – Japan; Charity Event International Ikebana Exhibition 2000, Prince Hotel, Tokyo – Japan (Pembukaan Pameran dilakukan oleh The Excellency Princess Mikasa Nomiya); Asian Fair 2000 Fujisaki Department Store, Sendai City – Japan; dan Asian Fair 2000 Okinawa Ryubo Department Store, Okinawa – Japan.

Tahun 2001:Asian Fair 2001 Fujisaki Department Store, Miyagi, Sendai City – Japan; Asian Fair 2001 Tokyu Department Store, Shibuya, Tokyo – Japan; Asian Fair 2001 Fukuya Department Store, Hiroshima – Japan; Asian Fair 2001 Isetan Department Store Matsudo, Chiba – Japan; Fascinating Jewelry 2001 Bunkamaru Gallery, Tokyu Department Store, Tokyo – Japan; October 5 – 8, 2001 World O-Cha (Tea) Festival 2001, Shizuoka Japan.

Tahun 2002: 26 Maret – 1 April , 2002, Asian Fair 2002 Iyotetsu Takashimaya Department Store, Matsuyama – Japan; 19 – 24, April 2002 Asian Fair 2002 Fujisaki Department Store Miyagi, Sendai City – Japan; 24 April , 2002, Asian Ladies Charity Exhibition Hotel ANA, Tokyo – Japan (Pembukaan Pameran dilakukan oleh keluarga kekaisaran Jepang: The Excellency Princess Hitachi Nomiya); 29 Mei – 5 Juni, 2002, Asian Fair 2002 Tokyu Department Store Shibuya, Tokyo – Japan; 28 Juni – 3 Juli, 2002Asian Fair 2002 Fukuya Department Store, Hiroshima – Japan; 27 Juni – 2 Juli, 2002 Solo Exhibition 2002 – RUNA Jewelry & KIRITA Batik 1st Floor Fukuya Department Store, Hiroshima – Japan; 24 – 30 Juli , 2002 Asian Fair 2002 Isetan Department Store Matsudo, Chiba – Japan; 15 – 20, 2002 Fascinating Jewelry Bunkamura Gallery, Tokyu Department Store Shibuya, Tokyo; 22 – 27 Agustus, 2002 Asian Fair 2002 Daimaru Department Store Kochi – Japan; 17-25 Desember 2003 Christmas Sale Exhibition lantai I, main store, Mitsukoshi Nihonbashi, Tokyo – Jepang.

Tahun 2003: March 7 – 13, “Asian Fair 2003″ Keio Departement Store, Shinjuku – Japan; March 15 – 18, ” Asian Fair 2003″ Saikaya Departement Store, Kanagawa – Japan; April 2 – 9, ” Asian Fair 2003″ Iyotetsu Takashimaya, Matsuyama – Japan; April 18 – 23, “Asian Fair 2003” Fujisaki Departement Store, Sendai – Japan; May 1 – 7, “Asian Fair 2003” Shibuya Departement Store, Tokyo – Japan; May 8 – 13, “Asian Fair 2003″ Isetan DepartementStore, Fuchu – Japan; May 15 – 27, RUNA & Indonesian craft Exhibition, Isetan Departement Store Shinjuku – Japan; June 6 – 13, ” Asian Fair 2003″ Keio Departement Store, Tokyo – Japan; June 19 – 24, ” Asian Fair 2003″ Fukuya Departement Store, Hiroshima – Japan; June 26 – July 2, RUNA solo Exhibition, Fukuya Departement Store, Hiroshima – Japan; July 23 – 29, ” Asian Fair 2003″ Fujisawa, Kanagawa – Japan; July 31 – August 5, ” Asian Fair 2003″ Isetan Departement Store, Matsudo – Japan; August 6 – 12, ” Asian Fair 2003″ Isetan Departement Store, Fuchu – Japan; August 14 – 20, RUNA solo exhibition, Bunkamura gallery – Japan; August 14 – 19, ” Asian Fair 2003″ Daimaru Departement Store, Kochi – Japan; August 21 – 26, “Asian Fair 2003″ Isetan Departement Store, Kichioji – Japan; dan Sept. 1 – 5, ” Asian Fair 2003″ Maruzen, Akasaka – Japan.

RUNA Jewelry dan Mass Media
Talk Show dan wawancara serta beberapa liputan lainnya tentang RUNA Jewelry telah disiarkan oleh berbagai media elektronik dan dimuat di media cetak Indonesia maupun luar negeri, antara lain: Majalah-majalah (SWA SEMBADA,TEMPO, AYAHBUNDA, ELITE – Bali, BALI & BEYOND, BUKA Bali, DEWI, FEMINA, KARTINI, MODE INDONESIA, TEMPO, Window of the World, BAZAAR, HER WORLD, dll)

Harian KOMPAS, PIKIRAN RAKYAT – Bandung, BALI POST, JAWA POST, THE JAKARTA POST, INDONESIAN OBSERVER, KUTA NEWS – Bali, dll

Media Cetak Luar Negeri seperti harian lokal di Jerman dan majalah – majalah di Jepang (BISES, SO-EN), dll.

Media Elektronik Indonesia: TVRI – SCTV – ANTEVE – TPI – INDOSIAR – RCTI – METRO TV – TRANS TV. Media Elektronik Luar Negeri: CNN / Cable News Network – (April 2000); RYUKYUS, Television Broadcasting Okinawa, Japan (2000); CNA / Channel News Asia, Asia Pacific (April 2001); TV Kochi, Sun Sun TV, Japan 2002. e-ti/tsl

***TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

02 | Bercermin dari Perak Yogya

Yogya dan Kotagede adalah salah satu sentra perak terkenal, meskipun kini kilaunya tidak lagi secemerlang masa lalu. Seni kriya perak memang nasibnya seperti roller coaster, naik turun dengan tajam. Tetapi, bila mengunjungi pameran sebulan sejak tanggal 15 Februari lalu di Erasmus Huis, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, maka kejayaan seni peraklah yang tersaji.

Pameran benda-benda perak milik empat kolektor asal Belanda: Van Gesseler Verschuir, Veldhuisen, Berting, dan de Bont yang berasal dari tahun 1930-an ini menarik dari sisi tema sebab ingin menghubungkan perak masa lalu dan masa kini. Karya desainer perhiasan perak Runi Palar mewakili generasi masa kini.

Semua benda perak yang dipamerkan di Erasmus Huis ini sebelumnya dipamerkan dari Maret hingga akhir Desember 2005 di Tropen Museum, Amsterdam, Belanda. Kedua pameran yang dikuratori antropolog Drs Pienke WH Kal dari Tropen Museum ini mengambil tema sama: “Yogya Silver. Renewal of a Javanese Handicraft”.

Pilihan pada perak Yogya, atau lebih tepatnya Kotagede, antara lain karena barang perak dari kota itulah yang jejak kebangkitannya bersamaan dengan perubahan politik di Eropa dan terutama Belanda, yaitu Politik Etis, terdokumentasi cukup baik. Selain Kotagede, sentra barang perak Indonesia lainnya adalah Kotagadang (Sumatera Barat), Kendari (Sulawesi Tenggara), Palembang, (Sumatera Selatan), dan Bali.

Pilihan pada Runi Palar antara lain karena ayahnya, Tjokro Suroso, adalah salah satu artisan dan pemilik bengkel perak dari periode tersebut yang karyanya ada di dalam karya kolektor.

Situasi sosial-politik
Meskipun periode barang perak yang dipamerkan hanya berasal dari tahun 1930-1942 serta karya Runi Palar yang dimulai dari periode 1980-an hingga kini, tetapi untuk memahami karya tersebut harus juga memahami sejarah Jawa.

Pienke Kal membagi perak Yogya dalam tiga fase perkembangan: pada abad ke-18 dan ke-19 perajin perak Yogya dan Kotagede bekerja untuk kalangan kerajaan Yogyakarta; periode 1930-an perak Yogya berkembang pesat berkat perhatian kalangan elite Belanda dan Jawa; dan periode ketiga selama beberapa puluh tahun terakhir perak Yogya kembali menjadi produk yang penting secara ekonomi.

Pada paruh kedua abad ke-19, ketika raja-raja Jawa menyurut kebesarannya karena buruknya hasil panen, kelaparan, dan krisis ekonomi, artisan perak mulai menerima pesanan dari luar keraton. Meskipun demikian, mereka tidak mampu bersaing dengan perusahaan perak milik Belanda seperti Van Kempen dan Van Arcken&Co.

Pada saat hampir bersamaan di Belanda tumbuh gerakan Politik Etis, sementara di Inggris muncul gerakan Arts and Crafts Movement oleh William Morris. Gerakan ini ingin menjadikan seni sebagai bagian dari komunitas dan seniman seharusnya juga seorang perajin kriya.

Menurut Kal, gerakan ini melanda Eropa dengan berbagai nama antara lain Art Nouveau dan di Belanda disebut Nieuwe Kunst (Seni Baru).

Berbagai gerakan itu juga mengimbas ke Hindia Belanda. Salah satunya dipelopori istri Gubernur Hindia Belanda di Yogya, Ny MA van Gesseler Verschuir-Pownall. Pada tahun 1930-an dia mendorong artisan perak Yogya membuat barang perak dengan ragam hias tetap asli—ini bagian dari Politik Etis yang ingin mempertahankan kebudayaan asli—tetapi menggunakan bentuk benda Barat. Ny Van Gesseler mengajak kalangan elite Jawa dan Belanda berpartisipasi dalam proyek ini dengan memesan barang perak dari perajin perak Yogya.

Inilah menurut Pienke Kal salah satu ciri perak Yogya masa 1930-an. Benda-benda seperti perangkat makan Barat, kotak cerutu, asbak, vas bunga, kancing, pegangan tas, sisir dan cermin ala Barat di dalam pameran ini, misalnya, dihiasi ragam hias khas Jawa seperti lotus, sulur-suluran, burung merak, ular, dan wayang. Sebelumnya, ragam hias umumnya sederhana. Selain itu, mereka juga mulai memberi inisial pada karya mereka.

Ragam hias itu mendapat pengaruh Hindu dan Buddha serta kemudian Islam dalam bentuk stilisasi. “Awalnya ragam hias diambil dari Candi Borobudur, Prambanan, Mendut, dan Mesjid Mantingan, tetapi kemudian mereka mengkreasi sendiri,” kata Pienke Kal.

Kal juga meyakini, meskipun ada berbagai pengaruh dari luar terhadap perkembangan perak periode 1930-an, artisan itu memiliki kemandirian menentukan ragam hias yang ingin mereka buat.

Generasi baru
Perhiasan perak karya Runi Palar dianggap mewakili generasi baru perak Indonesia. Runi yang memulai kariernya pada tahun 1968 membuat perhiasan dalam gaya yang lebih modern, terutama mengambil bentuk abstrak dan benda-benda alam. Dia menggunakan teknik antara lain granulasi, feligree (trap-trapan, Jawa) yang seperti benang disusun bertingkat dan kemudian dilas, dan ketokan.

Dengan pasar utamanya Jepang selain Indonesia dan Eropa, Runi menempati posisi tersendiri di dalam perkembangan perak Indonesia.

Akan halnya Kotagede, setelah sempat menyurut saat menjelang dan setelah kemerdekaan Indonesia, perdagangan perak kini kembali hidup. Pasar utama mereka adalah turis. Sayangnya, karena turis tidak mau membeli barang perak berukuran besar, maka yang diproduksi adalah barang-barang berukuran kecil.

“Sebenarnya sayang sekali bila seni perak Yogya dan Kotagede ini menghilang sebab seni mereka unik,” tutur Pienke Kal. Pameran ini mudah-mudahan dapat menginspirasi untuk mengembangkan lebih jauh seni kriya perak kita. (Ninuk Mardiana Pambudy, Kompas 26 Februari 2006)

NAMA DAN PERISTIWA
BARU sekitar sebulan berada di Indonesia, Runi Palar (57) sudah terbang lagi ke Jepang. “Kali ini agak lama, sampai satu setengah bulanan karena harus pameran perhiasan koleksi terbaru saya di tiga kota,” tutur Runi, Jumat (14/5) di Jakarta. Pagi itu Runi baru sampai dari Bali untuk mengambil visa di Kedutaan Jepang di Jalan MH Thamrin.

Sebetulnya karya Runi juga sedang dipamerkan di Griya Santrian Gallery, Sanur, Bali, selama dua bulan. Pameran itu dibuka Jumat tanggal 7 Mei lalu. “Yang dipamerkan adalah koleksi dari Museum Runa,” papar Runi yang memiliki rumah sekaligus museum di kawasan Ubud, Bali, untuk berbagai produk perhiasan yang diberi merek Runa.

Perhiasan yang dipamerkan menggambarkan perjalanan kreativitas Runi dalam seni perhiasan perak. Menurut Runi, pameran yang juga menarik minat beberapa kurator asing itu menyebabkan dia mendapat tawaran untuk berpameran di Amerika Serikat. “Tetapi, saya bilang jangan tahun ini karena saya banyak pekerjaan. Kalau bisa tahun depan saja,” papar ibu tiga anak ini.

Selama beberapa tahun terakhir Runi yang bernama asli Sotjawaruni Kamala mengonsentrasikan diri pada pasar Jepang. Dia aktif mengadakan pameran di berbagai kota, termasuk di Tokyo, yang akan dijalaninya mulai akhir Mei ini.

“Pameran di Tokyo bersama anak saya, setelah itu dia pulang. Terpaksa saya menjalani pameran di dua kota lainnya sendirian,” kata Runi. Lalu, kapan akan berpameran untuk publik Jakarta? “Mudah-mudahan bisa terlaksana pada bulan ber-ber, Oktober mungkin. Teman-teman di Jakarta sudah meminta,” kata Runi. Kalau begitu, kami tunggu Mbak. (NMP) span class=”etis”> e-ti

***TokohIndonesia DotCom (Ensiklopedi Tokoh Indonesia)

03 | Menari di Atas Perak

Ketika akhirnya kami bertemu di Erasmus Huis pada hari pertama pameran “Yogya Silver, Renewal of a Javanese Handicraft” pertengahan Februari lalu, Runi Palar baru saja datang dari Bali. Bali menjadi rumah keduanya setelah Bandung, di mana dia juga memiliki rumah dan bengkel kerja.

Desain perhiasan perak Runi dari periode 1980-an hingga kini termasuk yang dipamerkan dalam pameran yang berlangsung pada 15 Februari-17 Maret lalu. Sebelumnya, dari Maret hingga Desember 2005, karya Runi dipamerkan di Tropen Museum, Amsterdam, Belanda, bersama barang-barang perak Yogyakarta dari periode tahun 1930-an yang dikoleksi empat orang Belanda.

“Tadi pagi ke Departemen Perdagangan, diajak bicara pengembangan kerajinan Indonesia. Saya katakan sekali lagi, kita harus memiliki merek. Tidak bisa lagi bicara berapa kilo perhiasan yang telah kita ekspor,” kata Runi.

Itulah yang diperjuangkan Runi sejak tahun 1976-an: membangun nama dan merek karena dia ingin ada karya orang Indonesia yang diakui di dalam negeri dan di dunia internasional. Namanya kini telah dikenal di Jepang dan beberapa negara Eropa, selain di dalam negeri.

Padahal, awalnya Runi tidak pernah bercita-cita menjadi perancang perhiasan meskipun ayahnya, almarhum RS Tjokrosoeroso, adalah artisan perak bakar dan menjadi orang Indonesia pertama yang memamerkan seni kriya perak dan cara pembuatannya di San Francisco, Amerika Serikat, pada tahun 1938 selama 14 bulan.

Kini, hidup Runi diisi dengan terbang ke Bali, Bandung, sesekali ke Jakarta, dan hampir separuh waktunya dalam setahun dihabiskan berpameran di berbagai kota di Jepang. Di antara waktunya yang padat itu, kami sempat bertemu beberapa kali, termasuk saat hari pertama pamerannya di Erasmus Huis dibuka untuk umum, 15 Februari lalu. Bagaimana sampai karya Anda dipamerkan di Museum Tropen dan Erasmus Huis?

Almarhum Ayah punya bengkel perak di Yogyakarta. Lalu Tropen ingin membuat pameran perak Yogyakarta. Saya dipilih karena dianggap mewakili generasi muda walaupun bentuk yang dihasilkan beda karena saya lebih pada seni perhiasan. Sebelumnya, saya pernah pameran juga di sana. Kuratornya, Drs Pienke WH Kal, kenal saya. Padahal, saya sampaikan di Indonesia ada banyak desainer perak.

Anda sebelumnya lebih terlatih sebagai penari klasik Jawa?

Waktu muda, saya memang menari di Keraton Yogyakarta. Saya salah satu penari favorit GPH Tedjo Kusumo yang mengaktifkan tarian klasik Jawa. Kalau saya datang ke tempat beliau, waktu umur 9, 10, dan 11 tahun, beliau mesti bersila dan saya harus menari di depan beliau. Liukan, gereget saya itu persis yang beliau suka. Saya menjadi penari utamanya. Ketika beliau mendapat penghargaan Wijayakusuma untuk penciptaan seni tinggi dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, beliau membuat lakon Wijayakusuma. Yang menjadi Wijayakusuma-nya saya.

Menari sejak usia berapa?

Sejak sembilan tahun sampai dua bulan sebelum menikah, usia 22 tahun. Dua bulan sebelum menikah saya masih melanglang di luar negeri memperkenalkan Indonesia memalui tari Jawa klasik, antara lain di depan Ratu Juliana di Belanda dan di Paris di Palais de Chailot yang khusus untuk tarian seni.

Menjadi artis perak karena Ayah?

Ayah saya bersikap anak perempuan tidak usah dekat-dekat tempat kerjanya, kotor katanya. Anak perempuan menari dan pandu (pramuka) saja dan tidak boleh menari di sembarang tepat.

Tahun 1964 saya menari di paviliun Indonesia di New York World’s Fair. Di situ saya bertemu Mas Adri, dia lulusan seni rupa Institut Teknologi Bandung yang bekerja sebagai tim interior di paviliun Indonesia. Indonesia dapat penghargaan kedua sebagai paviliun terbaik, yang pertama Spanyol.

Dari situ saya lalu ke Belanda dan bertemu lagi dengan Mas Adri yang sedang belajar editing film. Saya kan sekolah di Institut Teknologi Tekstil di Bandung, ternyata dia tinggal di Bandung. Jadi, kena deh. Sekolah saya tidak selesai.

Tidak lagi menari, Runi menyalurkan energinya dengan mendesain busana sendiri dan membuat perhiasan dari perak dan emas. Dia kerap ikut berbagai pameran dan tahun 1976 berdirilah CV Runa yang merupakan singkatan nama Runi dan Adriaan. Tahun 1996, lahir Kirta Kaloka yang bergerak dalam seni tekstil Indonesia, yang dikelola terutama oleh dua dari tiga anak mereka, Xenia dan Alvin.

“Saya katakan kepada mereka, bila ingin meneruskan usaha ini tidak bisa hanya duduk, tetapi harus mau turun sampai ke pelosok, mencari bahan baku baru, perajin baru, bertemu orang-orang yang dapat bekerja bersama kami,” tutur Runi.

Kenapa tidak menyelesaikan kuliah?

Biasalah. Ayah khawatir, meminta saya langsung menikah. Saya penurut, ya saya menikah. Setelah menikah masih meneruskan kuliah, lalu Mas Adri bilang, ‘Run, kamu masih mau jadi sarjana? Silakan, paling-paling kamu jadi sarjana tekstil, kerja di pabrik tekstil, pulang kerja jam tujuh malam dari laboratorium’.

Terus saya bilang, saya ingin jadi koreografer tari. Dia bilang, ‘Koreografer itu suatu saat akan menari lagi’. Dia tahu, Martha Graham meski sudah jadi koreografer masih menari juga. Waktu Martha ke sini saya juga melihat, sudah tua masih menari. ‘Kamu belum puas?’ Dibegitukan saya jadi mengeret.

Saya maunya bukan itu, tetapi mengajar menari yang dari hati. Biarpun tidak cantik, tetapi kalau menari dari hati tariannya nanti jadi bagus.

Lalu, kalau tidak menari, apa? ‘Bikin perak.’ Wah, saya tidak terpikir. Mungkin karena tiap hari dekat dengan perak di Yogya, memakai perak pun tidak ingin waktu itu karena ketokannya hanya itu-itu saja dan bukan perhiasan.

Kebetulan dulu saya sekolah teknologi menengah atas yang hanya ada satu di Indonesia, di Yogya. Muridnya dari seluruh Indonesia. Di sana diajari praktik di laboratorium dan pertukangan, mengelas. Saya ingin masuk ke situ karena susah masuknya. Saya selalu begitu, ingin mencoba yang sulit.

Lalu saya berpikir, barang perak yang ada kuno-kuno modelnya. Dari menari kok ke perak, ya. Sekarang saya menari di atas perak.

Mas Adri membantu dengan mencarikan satu perajin emas. Tetapi, masih belum tahu mau bikin apa.

Mengapa Anda turuti permintaan itu?

Saya memang penurut. Zaman dulu lain. Tetapi, memang saya ikut pandu itu kan harus mandiri. Mungkin dulu saya ada pemalunya.

Karena dulu anak perempuan harus menurut? Padahal, Anda ke mana-mana sendiri, sangat mandiri?

Mungkin, ya. Tetapi, di luar kepenurutan itu ada faktor X. Saya kan nyonya rumah. Mas Adri yang mendorong saya berkarya di perak. Segala sesuatu saya diskusikan dengan dia. Saya enggak mau melangkahi atau nduwuri (menjadi lebih di atas). Saya itu diberi lahan karena dia, bukan karena saya sebab saya awalnya ingin jadi guru (tari).

Saya berprinsip karier dan rumah tangga harus bisa seiring. Kuncinya satu, kita mau menerima. Mungkin dari 100 hal, kita unggul 98 persen, tetapi jangan mengatakan yang dua persen itu saya lebih tinggi. Ini juga saya katakan kepada teman-teman yang pintar-pintar untuk merasa satu sentimeter lebih rendah dari suami. Itu paling asyik. Dia akan memberi penghargaan lebih kepada Anda.

Dia tahu dong Anda punya kelebihan dalam banyak hal dibandingkan dengan dia, tetapi kita jangan merasa lebih. Dia akan merasa dan melihat dengan mata hatinya kelebihan kita. Kami menikah sudah 38 tahun. Rasanya seperti baru kemarin.

Seperti jatuh cinta terus?

Aduh, di mana pun kami, rasanya seperti berdekatan terus. Di mana pun saya, kami selalu berteleponan setiap malam. Kalau saya sedang di luar negeri, biaya telepon kami sama-sama melembung. Entah dia yang menelepon atau saya yang menelepon.

Berapa lama dalam setahun ada di luar negeri?

Lima tahun terakhir sekitar setengah tahun total waktu saya ada di luar negeri. Tetapi, saya sering tidak sendiri. Anak-anak bergantian kerap menemani. Saya mulai memperkenalkan mereka kepada pelanggan di Jepang.

Runi mengatakan, dia ingin terus mendesain meskipun dua anak mereka sudah dipersiapkan meneruskan usaha ini. Dia tidak perlu tempat khusus untuk menggoreskan sketsa desainnya. Sambil makan siang di kantin Erasmus Huis, Runi mengeluarkan penanya dan mencoret-coret di atas kertas. Inspirasi desainnya dari alam, manusia, dan benda- benda di sekitarnya.

Di Jepang, selain Runa nama Runi Palar juga sudah dipatenkan sebab Runi kerap diundang berpameran sebagai artis dalam antara lain Fascinating Jewellery. Lima tahun terakhir Runi konsentrasi memasuki pasar Jepang. “Kata orang, Jepang itu sulit. Karena itu, saya malah ingin mencoba,” katanya.

Apa kiat berbisnis dengan Jepang?

Perlu relasi jangka panjang. Mereka memang berjenjang dalam mengambil keputusan, karenanya jangan terlalu memaksakan. Kita mesti berteman, tetapi tetap konsisten dan fokus pada produk kita. Perlahan-lahan mereka akan percaya dan kalau sudah percaya tidak mau lepas lagi lalu membuka tawaran untuk ini-itu. Kadang-kadang malah saya yang minta pelan-pelan karena ingin fokus.

Butuh kesabaran?

Mereka sebenarnya pemalu dan karenanya butuh waktu. Dan kalau bicara dengan mereka tidak bisa terus menatap mata, sesekali harus agak menurunkan pandangan. Yang seperti ini memang tidak pernah ditulis di buku, tetapi berlaku. Biarpun orang luar, tetapi dengan mengikuti budaya mereka, mereka merasa kita dapat menjadi rekan kerja.

Bagaimana mengompromikan antara seni dan daya jual?

Menurut saya, bila mau menjadi desainer harus bisa menjual. Bila tidak bisa menjual, bagaimana akan memproduksi karya yang baru?

Saya kadang-kadang membuat desain yang belum tentu orang lain suka. Tetapi, ketika membuat itu, saya tahu saya akan kenakan ke mana dan bagaimana. Di situ ada faktor di mana saya merasa benar-benar puas.

Di sisi lain, saya sadar, bila terlalu menuruti perasaan saya, orang mungkin tidak mengerti. Saya lalu membuat yang lebih sederhana, mengikuti benda alam misalnya, supaya rotasi keuangan perusahaan lancar karena saya kan bekerja dengan banyak orang.

Masih ada citra di luar negeri perhiasan Indonesia barang kiloan?

Masih ada. Pemerintah sendiri masih melihat dari sisi kuantitas, berapa kilo, berapa kontainer. Jadi, bukan jenisnya apa, bagaimana kualitasnya, apa dijual memakai merek atau nama kita.

Baru sekarang Departemen Perdagangan mulai memerhatikan merek. Mestinya sudah dari dulu-dulu Indonesia keluar dengan merek, nama perancangnya. Jangan Indonesia hanya jadi tempat membuat merek asing, diberi ongkos bikin, tetapi nama Indonesia tidak muncul.

Sampai sekitar 10 tahun lalu saya masih menerima pesanan pembuatan, tetapi kemudian tidak lagi. Saya mau konsentrasi pada Runa. Orang sering bilang, membangun merek itu sulit dan saya tahu itu sulit. Tetapi, kalau tidak pernah dirintis lalu kapan mulainya.

Pengalaman Anda?

Terbayang tidak, saya mulai dari usaha kecil-menengah, dari nol besar. Ketika membangun merek, saya memasukkan idealisme saya, kelanjutan hidup perusahaan, menyeimbangkan kehidupan rumah tangga dan pekerjaan, seimbang dan harmonis dengan masyarakat, lalu mendesain.

Saya tidak pernah mengeluh karena kalau ingin maju katanya tidak boleh mengeluh. Tetapi, saya sering berpikir, perempuan katanya bisa mengerjakan 1.001 pekerjaan. Yang saya kerjakan belum sampai 100, he-he…. Orang bilang, jadi perempuan itu second grade, tetapi menurut saya enggak….

Walau harus mengalah kepada orangtua dan suami?

Bukan, itu bukan untuk jadi second grade. Kompromi itu justru untuk menyejajarkan, win-win, sama-sama. Jangan dua-duanya lost. TI, Ninuk Mardiana Pambudy-Kompas 18 Maret 2006)

Data Singkat
Runi Palar, Direktur Utama PT Runi Palar / Ikon Generasi Baru Perak Indonesia | Direktori | Pengusaha, perak, desainer, ITT

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini