Karya Si Anak Panah

Damien Dematra
 
0
264
Damien Dematra
Damien Dematra | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah Damien saat ini. Ia seorang novelis, penulis skenario, sutradara, produser, fotografer, dan pelukis yang produktif berkarya. Sebagai fotografer, kemampuannya telah diakui dunia internasional dengan menyabet penghargaan International Master Photographer of the Year. Belakangan, ia juga aktif menyuarakan pluralisme.

Sebagai seniman, produktivitas Damien terbilang luar biasa. Ia telah menghasilkan 74 novel dalam bahasa Inggris dan Indonesia, 57 skenario film dan TV series, 28 film lintas genre, dan menyelesaikan 365 lukisan dalam satu tahun. Ia bahkan meraih rekor dunia melukis tercepat, yang dilakukan di depan Jaya Suprana, pimpinan Musium Rekor Indonesia (MURI) dan disaksikan puluhan media massa nasional dan international.

Damien saat ini memegang 6 rekor dunia sebagai penulis tercepat di dunia, penulis novel yang diterbitkan tercepat di dunia, fotografer tercepat di dunia, pelukis tercepat di dunia, penulis buku tertebal di dunia, penulis buku dengan judul terpanjang di dunia (disahkan oleh Museum Rekor Dunia, Guinness World Records, dan Royal World Records).

Banyaknya karya yang dihasilkan pria berdarah Manado ini tidak lepas dari ide-ide yang tumbuh subur di kepalanya. Dalam menulis novel, ayah satu putri ini sering mendapat ilham dari kehidupan tokoh-tokoh yang dikaguminya. Seperti novel berjudul “Obama Anak Menteng” yang memuat kisah perjalanan seorang anak yang selama beberapa tahun menghabiskan masa kecilnya di Menteng hingga berhasil menjadi orang nomor satu di Amerika Serikat. Selain itu Damien juga mengangkat kisah tokoh nasional seperti Gus Dur dalam novel “Sejuta Hati untuk Gus Dur”, serta “Si Anak Kampoeng”, sebuah novel kisah nyata tentang Sjafii Maarif.

Pria berkuncir ini memang mengidolakan Gus Dur dan Sjafii Maarif. Di mata Damien, kedua tokoh itu merupakan ikon pluralisme Tanah Air. Damien mengaku sangat miris melihat fakta yang terjadi di Indonesia belakangan. Sebagai negara yang rakyatnya majemuk, yakni terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya, harus terpecah belah hanya karena ada pihak-pihak yang menganggap kepercayaannya yang paling benar, sehingga tidak menghormati perbedaan.

Atas dasar itulah, penyuka warna hitam itu kemudian menggagas pembentukan Gerakan Peduli Pluralisme (GPP) pada 11 Februari 2010, di PP Muhammadiyah Jakarta, bersamaan dengan peluncuran novel Si Anak Kampoeng. Gerakan yang dimotori Damien itu juga turut diprakarsai sejumlah tokoh lintas profesi dan agama, antara lain Din Syamsuddin, Sofyan Wanandi, Romo Franz Magnis Suseno, KH. A. Mustafa Bisri, Romo Mudji Sutrisno SJ, Drs. Nyoman Udayana Sangging, Franky Sahilatua, Mohamad Sobary, dan Pdt. Gomar.

GPP mengusung visi menciptakan kesadaran dan kepedulian terhadap pluralisme dalam masyarakat, khususnya pada generasi penerus. Sedangkan misinya, untuk menjadikan pluralisme sebagai bagian dari gaya hidup masyarakat. Dengan begitu, Damien dan para tokoh-tokoh yang ikut memprakarsai gerakan tersebut berharap, tak ada lagi pertikaian atas dasar perbedaan keyakinan beragama.

Profesi barunya sebagai aktivis, diakui pria lulusan New York Institute itu bukanlah hal yang mudah. Karena dalam menjalankan aksinya, ia kerap mendapatkan teror dan ancaman. Ironisnya, semua itu justru berasal dari pihak-pihak yang seharusnya mengayominya. Intimidasi yang kerap diterimanya, sempat membuat Damien untuk mundur dari perjuangannya. Karena menurut pengakuannya, selama ini ia tak pernah berpikir bahwa ia adalah seorang aktivis. “Saya hanyalah orang yang secara tiba-tiba melihat ada sesuatu di depan dan kita harus peduli, bukan mau peduli,” ujar ayah dari Natasyah Dematra ini.

Selain berbagai ancaman dan tekanan, Damien juga sempat dipandang sebelah mata oleh beberapa pihak. Ia dianggap tak memahami arti pluralisme yang sesungguhnya. Namun itu tak menggoyahkan semangatnya. Baginya, makna dari pluralisme itu sebenarnya adalah falsafah bangsa Indonesia, yakni Bhinneka Tunggal Ika yang harus bisa menghargai perbedaan.

Tindakan nyata dalam menjaga perdamaian antar umat beragama sudah dilakukan Damien lewat bendera GPP. Ia berupaya mencegah pendeta Terry Jones melakukan pembakaran Kitab Suci Al-Quran pada 4 Agustus 2010. Kemudian berlanjut ke kisruh yang terjadi antara jemaat HKBP Ciketing dengan masyarakat setempat. Kasus itu sempat menyeret organisasi pimpinan Habib Riziq, Front Pembela Islam (FPI) yang dituduh melakukan aksi kekerasan pada jemaat HKBP.

Awalnya ia hanya dimintai tolong oleh Persekutuan Gereja-Gereja se-Indonesia (PGI) untuk mengatur jumpa wartawan. Setelah itu, langsung terlintas dalam pikirannya untuk membuat tim investigasi. Dalam investigasi yang dilakukannya, GPP berada di pihak yang netral. Ibaratnya seperti wasit, demikian kata Damien. Investigasi dilakukan bukan untuk mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Kedua belah pihak yang bertikai diberikan kesempatan bicara yang sama. Dari investigasi yang telah dilakukannya, Damien menarik suatu kesimpulan bahwa keributan itu bukan disebabkan karena persoalan agama melainkan kebudayaan.

Advertisement

Masyarakat Ciketing bukan tidak suka dengan keberadaan gereja sebab di sana juga ada gereja. Masalah bermula dari hal-hal yang dikeluhkan warga, misalnya kebiasaan membakar babi dan anjing, sementara di sana lingkungan NU, sehingga anggota HKBP dianggap kurang toleran. “Jadi sebenarnya masalah itu hanyalah letupan kecil tapi kemudian menjadi letupan besar,” jelas Damien.

Setelah HKBP Ciketing, kasus terakhir yang coba dijembataninya adalah Ahmadiyah. Damien berpendapat dalam menangani kasus ini sudah selayaknya ditemukan win-win solution. Damien berujar, “Di sana ada hak atas kemanusiaan, dan juga ada kewajiban kemanusiaan. Nah ini yang harus dikombinasikan.”

Masih menurut Damien, “Untuk umat Islam, harus kita buat nyaman, begitu juga Ahmadiyah, dan yang terpenting dalam kasus ini tidak ada kaitannya dengan isu kebebasan beragama”. Damien mengaku kasus Ahmadiyah telah menyedot hampir 90 persen total kehidupannya. Bahkan ada beberapa film yang terpaksa harus ia lewatkan.

Meski sangat disibukkan oleh segudang kegiatannya di GPP, Damien tetap berkarya lewat tulisan-tulisannya. November 2010, Damien kembali hadir dengan novel terbarunya yang berjudul Kartosoewirjo: Pahlawan atau Teroris?. Di mata Damien, novel yang telah berada di meja redaksi Gramedia sejak bulan Mei itu sangat kontroversial karena bercerita tentang sejarah dan mengangkat dua sisi, apakah Kartosoewirjo itu teroris atau pahlawan.

Setelah berhasil mencatatkan namanya dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai pelukis tercepat, Damien juga telah membuat sebuah buku yang diperkirakan merupakan buku tertebal di dunia, berjudul Messages to President Obama di SD Asisi.

Buku yang memiliki tebal 5.247 halaman ini akan masuk Guinnes World Records dan Museum Rekor Indonesia. “Rekor ini akan mematahkan rekor sebelumnya yang diperoleh Agatha Christie yang mengarang buku setebal 4.032 halaman,” terang Damien saat peluncuran bukunya di SD Asisi, Jakarta, Rabu (3/11/2010). e-ti | muli, red

Data Singkat
Damien Dematra, Seniman dan Koordinator Nasional Gerakan Peduli Pluralisme / Karya Si Anak Panah | Direktori | Pluralisme, Novelis, sutradara, pelukis, produser, fotografer, penulis skenario

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini