Pakar Hukum Internasional

Hikmahanto Juwana
 
0
3379
Hikmahanto Juwana
Hikmahanto Juwana | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) ini tak segan-segan mengkritik keras sikap atau kebijakan pemerintah jika dianggap tidak menjunjung harkat dan martabat bangsa. Selain menjadi pengajar di sejumlah universitas, ia juga aktif menulis dan berbicara di berbagai forum.

Masih lemahnya praktik penegakan hukum di Indonesia menimbulkan keprihatinan dari banyak pihak, tak terkecuali Hikmahanto Juwana. Pakar hukum kelahiran Jakarta, 23 November 1965 ini juga menganggap pendidikan bidang hukum belum tepat. Ia juga selalu sensitif tiap kali menanggapi permasalahan harkat bangsa di mata dunia internasional. Dalam berbagai kasus yang berkaitan dengan hubungan Indonesia dengan negara lain, Hikmahanto selalu berusaha tampil menjadi yang terdepan melakukan pembelaan.

Hikmahanto kerap memberikan pandangannya mengenai berbagai peristiwa yang banyak menyedot perhatian publik. Misalnya saat seorang tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Jawa Barat, Ruyati binti Sapubi, dipancung tanpa memberitahu perwakilan RI di Arab Saudi (KBRI) pertengahan 2011 silam. Hikmahanto menjadi salah satu tokoh yang paling vokal melontarkan kritik terhadap pemerintah Arab Saudi sekaligus memberikan dorongan kepada pemerintah Indonesia agar bertindak tegas.

Terkait masalah itu, ia mengatakan, ke depan RI harus bersikap tegas agar Arab Saudi lebih sensitif pada TKI. Ketegasan itu dapat diwujudkan dengan menghentikan pengiriman TKI ke Arab Saudi atau melakukan tindakan diplomatik, berupa penarikan Dubes Indonesia di Arab Saudi atau memperkecil dan mengurangi jumlah personel perwakilan Indonesia di Arab Saudi, untuk memperlihatkan ketidaksenangan atas perlakuan negara itu.

Belakangan, setelah pemerintah Indonesia benar-benar melakukan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi, tindakan itu pun sangat diapresiasi dan didukung Hikmahanto. Ia menilai tindakan tersebut berani dan berpihak kepada kepentingan nasional dan perlindungan TKI. Apalagi keputusan ini disertai dengan syarat akan dicabut hanya apabila Arab Saudi telah melakukan pembenahan terhadap perlindungan bagi TKI dan menandatangani perjanjian bilateral untuk perlindungan TKI.

Kemudian terkait hubungan Indonesia dengan Malaysia yang kerap bersinggungan, ayah tiga anak ini juga dengan tegas mendesak pemerintah untuk melakukan redefinisi hubungan kedua negara. Redefinisi yang dimaksud Hikmahanto yakni adanya kesetaraan dan kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Sebab selama ini, hubungan diplomatik antara Indonesia-Malaysia menurutnya cenderung menguntungkan Malaysia. “Selama ini persoalan TKI dan investasi membuat Malaysia beranggapan Indonesia tergantung sama mereka. Ini yang bahaya dan perlu diredefinisi,” terangnya seperti dikutip dari situs detiknews.com.

Dalam penyelesaian hubungan RI-Malaysia, Hikmahanto menyampaikan tujuh harapan, yakni: Pertama, pemerintah Indonesia akan mengembangkan hubungan yang correct dengan Malaysia sebagai negara tetangga dan sahabat. Kedua, pemerintah tidak akan mentolerir pelecehan terhadap martabat bangsa dan negara oleh aparat Malaysia. Ketiga, pemerintah akan responsif mengambil tindakan terhadap setiap upaya pihak Malaysia yang dapat memunculkan kemarahan publik Indonesia. Keempat, pemerintah senantiasa melindungi warga negara dan aparatnya bila menghadapi masalah dengan otoritas atau aparat Malaysia. Kelima, pemerintah terus berupaya secara serius menyelesaikan masalah batas wilayah laut dengan Malaysia. Keenam, pemerintah mengupayakan untuk dilakukan kerjasama dengan pemerintah Malaysia agar berbagai insiden di perbatasan dapat diselesaikan tanpa melecehkan kedaulatan masing-masing negara dan menyingung sensitivitas masyarakat kedua negara. Ketujuh, pemerintah tidak menggunakan kekerasan dalam penegakan kedaulatan, kecuali untuk membela diri atau mengembalikan status quo atas wilayah yang dipersengketakan.

Untuk menegakkan kehormatan bangsa di depan dunia internasional, Hikmahanto mengatakan, Pemerintah Indonesia harus mengevaluasi bantuan dari luar negeri. Karena, bantuan tersebut, baik yang berupa uang tunai maupun pendidikan dan latihan sangat rentan mengikat Indonesia. Selain itu, bantuan itu juga sering dijadikan instrumen agar Indonesia berada di depan dalam menghadapi berbagai masalah. Contohnya, dalam hubungan Indonesia-Australia, pemerintah Australia memberi bantuan di bidang keimigrasian, namun menurut Hikmahanto, hal itu sebenarnya adalah dalam rangka mencegah masuknya para imigran ilegal ke Australia. Demikian pula dengan bantuan pencegahan flu burung, maksudnya adalah agar Indonesia menjadi garda terdepan wabah penyakit tersebut bagi Australia.

Masih terkait dengan hal tersebut, tindakan asosiasi pengusaha sapi dan pemerintah Australia beberapa waktu lalu yang menghentikan ekspor sapi ke Indonesia karena ketidaksetujuan mereka pada cara pemotongan sapi di Indonesia, menurut Hikmahanto, hal itu juga harus dilawan. Tapi perlawanan jangan dilakukan atas cara Indonesia memotong sapi yang mungkin dari kacamata Australia tidak sesuai dengan prinsip animal welfare atau hak asasi binatang, melainkan cara dari pihak Australia dalam memaksa Indonesia untuk mengikuti keinginan mereka. Caranya, pemerintah perlu mendorong peternak Indonesia memanfaatkan momentum ini untuk memperbesar kemampuan mensuplai daging sapi ke konsumen Indonesia.

Selanjutnya, masyarakat juga patut mendukung pemerintah dan bila perlu mengurangi konsumsi daging sapi. Menurut Hikmahanto, masyarakat harus memahami tindakan Australia menyetop ekspor ke Indonesia merupakan cara kolonialisme baru di era global dewasa ini. Di samping itu, cara lain untuk memperlihatkan ketidaksenangan pemerintah terhadap kebijakan Australia adalah dengan meninjau ulang berbagai bantuan dari Australia baik di bidang keimigrasian, perang melawan terorisme, reformasi hukum dan pembenahan hak asasi manusia. Hal tersebut dilakukan agar tidak ada ketergantungan yang diciptakan sehingga pihak Australia sewaktu-waktu dapat memanfaatkan ketergantungan tersebut. “Bantuan luar negeri bukanlah makan siang gratis dari negera pemberi kepada Indonesia. Prinsip yang harus dipegang adalah bantuan luar negeri akan menciptakan ketergantungan bagi Indonesia,” ujarnya seperti dimuat situs republika.co.id.

Advertisement

Kritik tajam Hikmahanto tak hanya ditujukan kepada pemerintah negara lain, pemerintah Indonesia pun tak luput dari sorotannya. Misalnya mengenai sikap Presiden RI yang dinilai tidak bisa bertindak tegas dalam menjaga citra Indonesia di ASEAN, ia dengan tegas menyatakan bahwa sikap tersebut merupakan suatu hal yang tidak dapat diterima.

Hikmahanto memang dikenal sebagai sosok yang tegas. Hal tersebut dibuktikannya ketika ia mengundurkan diri dari Tim 8 tatkala kepolisian tidak merespons rekomendasi tim yang diketuai pengacara senior Adnan Buyung Nasution itu. Dua rekomendasi Tim 8 yang ketika itu tidak direspons Polri yaitu agar Komjen Pol Susno Duadji dibebastugaskan dari Kabareskrim dan rekomendasi agar Anggodo Widjojo ditahan.

Sementara mengenai hukum di Indonesia secara umum, Hikmahanto juga menunjukkan rasa prihatinnya. Permainan uang yang menguasai penegakan hukum di Tanah Air dianggapnya sangat melecehkan hati nurani sekaligus sangat membodohkan. Keprihatinannya itu kemudian mempengaruhi perjalanan karir Hikmahanto. Melihat dan mengalami bagaimana rekayasa hukum di negeri ini terjadi, Hikmahanto yang sempat bekerja di kantor pengacara akhirnya memutuskan berhenti, dan selanjutnya memilih kembali ke bangku kuliah untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

Karir putra pasangan Juwana dan Siti Aisjah ini terbilang gemilang di kampus. Buktinya, ia berhasil menjadi seorang profesor termuda di bidang Hukum Internasional sekaligus Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) sejak tahun 2004 hingga 2008. Pria yang memiliki nama kecil Gihik ini pun terbilang produktif menulis makalah dan berbagai artikel di banyak surat kabar, terutama bidang hukum. Saya kan sering dimintai komentar atau pendapat oleh rekan wartawan. Kadang ada yang tidak tepat atau tidak lengkap termuat. Jadi, saya pikir, kenapa tidak ditulis sendiri saja dalam artikel. Memang sudah menjadi kebiasaan, setiap ada kejadian menarik saya coba analisis dan tuangkan dalam tulisan sekaligus tawaran solusinya,” ujar Hikmahanto seperti dikutip dari situs kompas.com.

Untuk menegakkan kehormatan bangsa di depan dunia internasional, Hikmahanto mengatakan, Pemerintah Indonesia harus mengevaluasi bantuan dari luar negeri. Karena, bantuan tersebut, baik yang berupa uang tunai maupun pendidikan dan latihan sangat rentan mengikat Indonesia.

Setelah tak lagi menjadi konsultan hukum, ia mengambil kuliah pascasarjana di Keio University, Jepang. Pada tahun 1992, ia pun meraih Master of Law (LL.M) dari negeri bunga sakura tersebut. Tidak selesai sampai di situ, masih di tahun yang sama, ia langsung mendaftar mengambil program S3 atau doktoral ke Universitas Indonesia. Namun program ini kemudian tidak diselesaikannya. Ia justru mengambil program S3 ke University of Nottingham, Inggris. Pada tahun 1997, suami dari Nenden Esty Nurhayati ini pun berhasil menggondol gelar Doktor of Philosophy (PhD).

Mengikuti program pendidikan S2 dan S3 di universitas luar negeri tidaklah sulit bagi Hikmahanto. Sebab, sebagai anak dari seorang duta besar, ia sudah terbiasa hidup di tengah masyarakat mancanegara saat mengikuti ayahnya bertugas ke luar negeri. Tak heran bila sejak kecil, Hikmahanto sudah fasih berkomunikasi dengan bahasa Inggris. Terbukti, pria lulusan sekolah dasar di Sekolah Indonesia-Phnom Penh, Kamboja tahun 1973 dan sekolah menengah pertama di Sekolah Indonesia-Singapura, Singapura 1978 ini bisa menyelesaikan program S2 dan S3-nya dalam waktu yang relatif cepat.

Bersentuhan dengan dunia hukum sebenarnya sudah dilakoni Hikmahanto sejak duduk di bangku kuliah Fakultas Hukum UI. Tahun 1986, ia pernah menjadi asisten Jaksa OC Kaligis, SH & Associates Kantor Hukum. Delapan tahun kemudian, ia bergabung dengan kantor Konsultan Hukum di kantor Law Firm Lubis Ganie Surowidjojo hingga 1997. Setelah itu, ia bekerja selama kurang lebih satu tahun sebagai tenaga paruh waktu di kantor E.Y. Konsultan Hukum Ruru & Rekan.

Selain di kantor bantuan hukum, pria bertubuh gempal dan berkacamata ini juga pernah bekerja di birokrasi. Pada Agustus 1999 hingga Juli 2000 misalnya, ia menjadi Pembantu Asisten Urusan Hak Atas Kekayaan Intelektual pada Asisten Menko Ekuin III, Kantor Menko Ekuin. Kemudian pada Juli 2000 hingga Februari 2001, ia menjabat sebagai Staf Ahli Menko Perekonomian Bidang Hukum dan Kelembagaan.

Sebagai seorang pakar hukum, ia pernah menjadi anggota Dewan Ahli di Departemen Kehakiman dan HAM RI, Anggota Tim 8 dalam penyelidikan kasus makelar kasus (markus), Tim Evaluasi Independen Pelaksanaan Privatisasi PT Krakatau Steel, aktif sebagai Peneliti Independen, dan sebagai anggota Dewan Komisaris dan Ketua Komite Audit PT Aneka Tambang Tbk, sejak 27 Mei 2009.

Hikmahanto juga kerap ditugaskan ke luar negeri. Pada tahun 2003, ia menjadi Utusan Khusus Presiden RI ke Swedia dalam rangka proses hukum terhadap Hasan Tiro. Ia juga menjadi anggota Governing Council, Indonesian Chapter, ASEAN Law Association.

Dalam bidang tulis menulis, karya ilmiahnya sudah tersebar di berbagai seminar, jurnal, maupun buku-buku. Berbagai publikasi telah diterbitkan baik di dalam maupun di luar negeri. Di antaranya: Tinjauan Hukum Organisasi Internasional terhadap Perbedaan Status Subsidiary Organs dan Specialized Agencies Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dampak dari Konflik Perdagangan antara Amerika Serikat dan Jepang terhadap Tatanan Perdagangan Internasional (analisis hukum berdasarkan kesepakatan GATT/WTO), Konflik Kepentingan Ekonomi Internasional serta Tantangan Pendidikan Hukum Nasional dalam Dunia Global, dan Masalah Kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan. Beberapa tulisannya juga dipublikasikan di luar negeri, antara lain: Nihon To Indonesia Horitsu no Manabika (dalam bahasa Jepang). Kemudian, Intellectual Property Protraction in Asia-Indonesia.

Pada pertengahan tahun 2010, saat digelar seleksi Ketua KPK untuk mengisi kursi kosong yang sebelumnya diduduki Antasari, Forum Rektor Indonesia sempat mengusulkan Hikmahanto. Namun mantan anggota Tim 8 ini urung mencalonkan diri karena masa jabatan ketua terpilih itu nantinya hanya satu tahun. Dengan masa jabatan sesingkat itu, ia merasa tidak akan bisa berbuat apa-apa. Lain halnya jika untuk masa 4 tahun, ia baru merasa dapat melaksanakan misinya yakni agar KPK memfokuskan diri pada supervisi institusi hukum dalam memberantas korupsi. Belakangan, posisi itu akhirnya diisi oleh seorang advokat muda kelahiran Makassar, Abraham Samad.

Semua pengalaman kerjanya di dunia birokrasi itu, ia anggap pekerjaan kedua. Baginya, pekerjaan pertama adalah di dunia akademis. Sejak menyelesaikan kuliah strata satu, ia sudah aktif mengajar di almamaternya. Tahun 1988, ia mengajar mata kuliah Hukum Internasional dan mata kuliah Hukum Udara dan Angkasa pada Fakultas Hukum UI. Di tahun yang sama, ia juga mengajar mata kuliah Hukum Internasional pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI (FISIP UI). Sejak 1997, ia mengajar mata kuliah Legal Environment dan Corporation Law pada Program Pascasarjana Universitas Bina Nusantara (Binus).

Ia juga menjadi pengajar pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro (Undip), Program Pascasarjana Ilmu Administrasi UI, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Jayabaya, Program Pascasarjana Strata-2 Fakultas Hukum UI, dan pada Program Pascasarjana S-3 UI.

Dengan sederet prestasi di dunia akademis itu, ia pun berhak dinobatkan sebagai guru besar alias profesor di Universitas Indonesia. Bahkan Hikmahanto menjadi profesor termuda di bidang Hukum Internasional di Tanah Air. Dalam usia yang masih relatif muda, ia juga sudah diangkat menjadi Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) pada tahun 2004. Pemerintah Inggris pun telah menyematkan penghargaan British Achieving Award kepada ayah dari Ogi Pratama Juwana, Tannia Meisa Juwana, Afira Diara Juwana, ini.

Walau sudah meraih prestasi sedemikian rupa, pria rendah hati ini tidak pernah melupakan jasa orang-orang yang berperan dalam keberhasilannya. Di antara sekian banyak orang yang dianggap berperan itu, kedua orangtuanyalah yang dianggapnya sangat menentukan keberhasilannya.

Ayahnya yang selalu meyakinkan pentingnya, dianggapnya sebagai salah satu cambuk yang mahal dalam hidupnya. Ucapan sang ayah yang mengatakan “Jangan sampai putaran roda berlaku di keluarga” dan meminta anak-anaknya bisa mempertahankan apa yang telah dicapai oleh generasi pendahulu, menjadi pendorong semangat dalam perjalanan karirnya. Hikmahanto juga mengakui, ayahandanya pulalah yang mengarahkannya secara persuasif agar mengambil ilmu hukum.

Di luar keluarga, seperti terungkap saat pengukuhannya sebagai guru besar, ia juga menyebut nama-nama lain. Misalnya, ibu guru kimianya di SMA Negeri 6, Jakarta yang sudah melihat potensi dirinya sedari masih berstatus sebagai pelajar. Ia juga amat berterimkasih kepada seniornya, Prof. Erman Rajagukguk, yang telah banyak mendorongnya hingga bisa meraih pendidikan seperti sekarang ini. muli, jk, red

Data Singkat
Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional UI, Pengamat / Pakar Hukum Internasional | Direktori | Guru Besar, Profesor, Dosen, UI, pengamat, universitas indonesia, peneliti, pengajar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini