Sukses Setelah Badai Krisis

Sandiaga S Uno
 
0
315
Lama Membaca: 5 menit
Sandiaga S Uno
Sandiaga S Uno | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Pemegang saham PT Adaro Energy, Tbk, yang juga presiden direktur PT Saratoga Investama Sedaya ini masuk dalam urutan ke-58 dari 150 orang terkaya versi Globe Asia pada tahun 2009. Pengusaha yang sukses sebelum usia 40 tahun ini pernah menjabat sebagai ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) periode 2005-2008, aktif di Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), anggota KEN (Komite Ekonomi Nasional) dan Bendahara ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia).

Sandiaga Salahuddin Uno lahir di Rumbai, Riau pada 28 Juni 1969. Pria yang kerap disapa Sandi ini adalah putra pasangan Henk dan Mien R Uno. Sebelum dikenal sebagai pebisnis sukses seperti sekarang ini, Sandi terlebih dahulu merintis karirnya sebagai pekerja kantoran. Pasca lulus dari Wichita State University, Amerika Serikat, dengan predikat summa cumlaude, di tahun 1990 ia mendapat kepercayaan dari perintis Grup Astra William Soeryadjaja untuk bergabung sebagai karyawan Bank Summa. Itulah sejarah awal ia bekerja sama dengan keluarga taipan tersebut.

Baru setahun bekerja, ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di George Washington University, Amerika Serikat dan lulus dengan indeks prestasi kumulatif 4,00. Kemudian, pada tahun 1993 ia bergabung dengan Seapower Asia Investment Limited di Singapura sebagai manajer investasi sekaligus di MP Holding Limited Group sejak tahun 1994. Setahun kemudian, ia pindah ke NTI Resources Ltd di Kanada dan menjabat sebagai Executive Vice President.

Penghasilannya ketika itu mencapai US$8.000 per bulan. Sayangnya baru tiga tahun menikmati keberhasilannya menduduki posisi puncak di perusahaan tersebut, ia harus rela terhempas dari kursi empuknya akibat terjangan badai krisis moneter di tahun 1998 yang menyebabkan NTI Resources Ltd bangkrut. Semua tabungan hasil jerih payah yang diinvestasikannya ke pasar modal juga turut kandas akibat ambruknya bursa saham global.

Kondisi yang kian tak menguntungkan itu membuatnya tak mungkin lagi terus bertahan di negeri orang sehingga ia memutuskan untuk kembali ke Tanah Air. Setibanya di Indonesia, karena tidak mampu membayar sewa rumah, ia terpaksa menumpang di rumah orang tuanya. Situasi tersebut sempat membuatnya hampir putus asa.

Di tengah kegamangannya itu, ia mulai berpikir bahwa ia tak mau menjadi karyawan lagi lantaran tidak bisa independen secara finansial. Krisis moneter hebat yang memporak-porandakan perekonomian dunia itu pada akhirnya memunculkan keinginannya untuk menjajal dunia wirausaha.

Sebagai pengusaha, saya akan lebih mandiri secara keuangan daripada menjadi pegawai,” katanya. Karir suami Noor Asiah ini sebagai pengusaha diawali pada tahun 1997 dengan mendirikan perusahaan penasihat keuangan bernama PT Recapital Advisors yang dirintisnya bersama seorang teman SMA-nya, Rosan Roeslani.

Sejak saat itu, Sandi mulai mempelajari seluk-beluk bisnis. Orang yang paling berperan mengasah naluri bisnisnya adalah William Soeryadjaya. Om Will, demikian ia biasa menyapa pria keturunan Tionghoa itu, “Saya masih ingat, sering didudukkan sama beliau (William Soeryadjaja, Red). Kami berdiskusi lama, bisa berjam-jam. Jiwa wirausahanya sangat tangguh,” kenangnya. William tanpa pelit membagikan ilmu bisnisnya kepada Sandi.

Pada 1998, ia bekerja sama dengan salah satu putra William yakni Edwin Soeryadjaya untuk mendirikan sebuah perusahaan investasi bernama PT Saratoga Investama Sedaya. Bidang usahanya meliputi pertambangan, telekomunikasi dan produk kehutanan. Saratoga punya saham besar di PT Adaro Energy Tbk, perusahaan batu bara terbesar kedua di Indonesia yang mempunyai cadangan 928 juta ton batu bara. Berbekal jejaring relasi dengan perusahaan serta lembaga keuangan dalam dan luar negeri, Sandi mulai menjalankan bisnis barunya itu.

Usahanya adalah menghimpun modal investor untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Ia membeli perusahaan-perusahaan yang sudah di ujung tanduk dan berada dalam perawatan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) – lantas berganti menjadi PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Kemudian dijual kembali dengan nilai tinggi ketika kinerja perusahaan yang krisis itu sudah stabil dan menghasilkan keuntungan. Dari bisnis itulah, nama Sandi mencuat dan pundi-pundi rupiah dikantonginya. Ada 12 perusahaan yang sudah diambil alih. Beberapa perusahaan telah dijual, antara lain PT Dipasena Citra Darmaja, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), Hotel Grand Kemang, dan PT Astra Microtronics.

Advertisement

Menurut Sandi, keterampilan untuk menjadi pengusaha harus dididik sejak kecil. Ia mencontohkan pemenang Shell Entrepreneur Award yang telah merintis usaha sejak mereka masih usia belasan. “Saya kagum dengan mereka. Bakat mereka ini harus dipupuk untuk kekuatan ekonomi Indonesia di masa depan,” katanya. Ia melihat Indonesia sedang dalam masa krisis pengusaha.

Seiring waktu berjalan, usaha Sandi kian berkembang pesat. Bisnisnya menggurita, mulai pertambangan, infrastruktur, perkebunan, hingga asuransi. Kesuksesan Sandi semakin terasa istimewa karena ia berhasil meraih sukses di usia yang masih tergolong muda. Di tahun 2009, namanya bahkan sempat masuk daftar 150 orang terkaya versi Globe Asia. Di antara mereka yang masuk dalam daftar itu, dia termasuk pengusaha termuda yang berada di posisi 58 dengan kekayaan sebesar US$220 juta atau sekitar Rp22 triliun.

Saat itu, ayah dua anak ini hanya bisa terheran-heran saat mendapati namanya masuk dalam daftar tersebut. “Saya enggak tahu, mereka dapat dari mana data itu. Saya juga tidak pernah merasa melaporkan kekayaan saya kepada institusi atau seseorang, saya malah enggak yakin kalau harta saya sebanyak itu,” kelakarnya seperti dikutip dari harian Media Indonesia.

Jika banyak orang yang menilainya sebagai pengusaha muda yang sukses, ia hanya bisa mengamini dan mensyukurinya saja. Terlebih jika sedikit menoleh ke belakang, getirnya krisis di tahun 1998 justru malah membuat Sandi berterima kasih. Jika tidak, mungkin hingga detik ini, ia masih berstatus sebagai karyawan.

Bisa dibilang, krisis membawa berkah bagi Sandi. “Saya selalu yakin, setiap masalah pasti ada solusinya,” katanya. Sandi mampu “memanfaatkan” momentum krisis untuk mengepakkan sayap bisnis. Saat itu banyak perusahaan papan atas yang terpuruk tak berdaya.

Nilai aset-aset mereka pun runtuh. Perusahaan investasi yang didirikan Sandi dan kolega-koleganya segera menyusun rencana. Mereka meyakinkan investor-investor mancanegara agar mau menyuntikkan dana ke Tanah Air. “Itu yang paling sulit, bagaimana meyakinkan bahwa Indonesia masih punya prospek.”

Pengalamannya bangkit dari himpitan krisis, diakuinya tak lepas dari campur tangan Tuhan yang memberikan kesempatan kepadanya. “Saya tidak akan menemukan peluang kalau tidak terbentur pada situasi yang mepet,” ujarnya. Dengan mengutip salah satu ayat suci Alquran yang berarti, “Setiap ada kesulitan selalu ada kemudahan di baliknya,” pengusaha yang religius ini menarik benang merah dari pengalaman hidupnya, yaitu struggle atau berjuang.

Meski terlahir dari orangtua yang dikenal sebagai pebisnis, ia menyatakan tak pernah disiapkan untuk menjadi pengusaha. “Orang tua lebih suka saya bekerja di perusahaan, tidak terjun langsung menjadi wirausaha,” ujar pria penggemar basket itu. “Menjadi pengusaha itu pilihan terakhir,” akunya. Karena itulah, dia tak berpikir menjadi pengusaha seperti yang telah dilakoni selama ini. “Saya ini pengusaha kecelakaan,” katanya, lantas tertawa.

Walau mendapat predikat sebagai pengusaha muda, ia justru mengaku terlambat. “Saya menjadi pengusaha pada usia 28. Itu saya merasa sudah terlambat,” ujarnya. Sandi yang aktif di Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) sejak 2004 sampai September 2010 ini merasa bertanggung jawab untuk melahirkan pengusaha-pengusaha di Indonesia.

Untuk itu, menurut Sandi, keterampilan untuk menjadi pengusaha harus dididik sejak kecil. Ia mencontohkan pemenang Shell Entrepreneur Award yang telah merintis usaha sejak mereka masih usia belasan. “Saya kagum dengan mereka. Bakat mereka ini harus dipupuk untuk kekuatan ekonomi Indonesia di masa depan,” katanya. Ia melihat Indonesia sedang dalam masa krisis pengusaha.

Berbeda sekali dengan dunia politik yang ditandai dengan banyaknya orang yang berminat untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat. Kata Sandi, dalam pemilu legislatif tahun 2009 saja, lebih dari 500 ribu orang mendaftar sebagai caleg. Sedangkan untuk menjaring pengusaha 100 ribu saja sulit. Keprihatinan itulah yang membuatnya enggan terjun ke dunia politik. Dengan nada sedikit bercanda, ketua umum Himpunan pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) periode 2005-2008 ini berujar, “Indonesia butuh pengusaha. Politikus sudah banyak.”

Di balik cerita tentang kesuksesannya merajai dunia bisnis, ada sebuah penyesalan kecil yang terselip dalam benaknya. Lantaran waktunya banyak dihabiskan untuk mengurusi bisnis dan kegiatan organisasi, Sandi mengaku merasa berdosa pada keluarganya karena kurang menyediakan waktu yang cukup bahkan untuk sekadar bercengkerama.

Walau begitu, ia berusaha setidaknya setiap akhir pekan adalah hari untuk keluarga, itu pun sangat terbatas. Tempat favorit saat bersantai bersama keluarga kecilnya adalah Senayan. Setiap Sabtu ia rutin berolahraga dengan keluarganya. Olahraga kegemarannya adalah lari pagi dan golf.

Setelah itu, ia menemani ke dua anaknya berjalan-jalan di mall meski sebenarnya ia kurang suka menghabiskan waktu di tempat itu. Namun demi membahagiakan buah hatinya, ia rela memberikan yang terbaik. Karena itu, Sandi kerap berangan-angan bahwa sehari itu bukan 24 jam. “Seandainya sehari itu ditambah empat jam saja, tambahan empat jam tersebut akan saya habiskan bersama keluarga,” tegasnya. eti | muli, red

Data Singkat
Sandiaga S Uno, Pengusaha / Sukses Setelah Badai Krisis | Direktori | Pengusaha, KADIN, HIPMI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini