Trendsetter Kebaya Indonesia

Anne Avantie
 
0
268
Anne Avantie
Anne Avantie | Tokoh.ID

[DIREKTORI] Anne Avantie terkenal sebagai trendsetter fashion kebaya Indonesia. Ia mengubah citra kebaya nasional yang berkesan kuno menjadi busana yang menarik, mengikuti perkembangan zaman dan tetap mempertahankan identitas budaya Indonesia. Perjumpaannya dengan Tuhan lewat orang-orang yang didera penyakit, menyadarkannya bahwa hidup ini bukanlah diukur dari popularitas dan uang melainkan menjadi berkat bagi sesama. 

Perempuan bernama Sianne Avantie ini menghabiskan masa kecilnya di kota Solo. Ayahnya membuka usaha variasi mobil, sementara ibunya memiliki usaha salon. Ketertarikan Anne pada dunia mode mulai terlihat saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Anne kecil sudah mahir membuat hiasan rambut berbentuk pita yang kemudian dijual ke teman-temannya. Ia juga sering membuat kostum panggung untuk grup vokal dan tari di sekolah hingga berbagai ajang hiburan lainnya di Solo.

Bakatnya dalam merancang busana dikembangkannya secara otodidak. Anne tidak pernah mengenyam pendidikan formal yang khusus mempelajari seluk beluk dunia desain. Ia bahkan menempuh pendidikan hanya sampai tingkat SMA. Meski demikian, dengan semangat pantang menyerah dan kemauan belajar, ia mampu meraih prestasi tertinggi dalam karirnya.

Perempuan keturunan Tionghoa ini merintis karirnya sebagai desainer pada tahun 1989 di sebuah rumah kontrakan sederhana dengan bermodalkan dua mesin jahit. Tempat itu kemudian diberinya nama Griya Busana Permatasari. Saat itu ia banyak berkreasi dalam pembuatan kostum menari dan busana malam bercirikan permainan manik-manik. Itulah cikal bakal kreativitas seorang Anne Avantie hingga namanya dikenal sebagai salah satu desainer kebaya terbaik.

Ia bahkan berhasil mencatatkan prestasi tak hanya di dalam negeri namun hingga ke mancanegara. Pelanggannya datang dari kalangan pejabat hingga selebritis. Beberapa Miss Universe yang datang ke Indonesia juga pernah mengenakan kebaya rancangan Anne. Mereka antara lain, Jennifer Hawkins (Miss Universe 2004 asal Australia), Chyntia Ollavaria (runner up 1 Miss Universe 2005 asal Puerto Rico), Zulyeka Rivera Mendoza (Miss Universe 2006 asal Puerto Rico), Riyo Mori (Miss Universe 2007 asal Jepang), serta Dayana Mendoza (Miss Universe 2008 asal Venezuela).

Sejauh ini, Anne tetap menempatkan workshop dan rumah tinggalnya di Semarang. Sementara kiprahnya sebagai desainer papan atas tetap dipusatkan di Jakarta.

Bakatnya dalam merancang busana dikembangkannya secara otodidak. Anne tidak pernah mengenyam pendidikan formal yang khusus mempelajari seluk beluk dunia desain. Ia bahkan menempuh pendidikan hanya sampai tingkat SMA. Meski demikian, dengan semangat pantang menyerah dan kemauan belajar, ia mampu meraih prestasi tertinggi dalam karirnya.

Di tangan istri Yoseph Henry ini, kebaya yang awalnya cenderung dianggap sebagai busana konvensional yang ketinggalan zaman, diubah menjadi adibusana yang menembus garis batas kedaerahan tanpa meninggalkan akar budaya bangsa. Kebaya hasil kreativitas Anne memberi warna baru bagi perkembangan dunia fashion Indonesia karena keberaniannya menerobos aturan baku tentang kebaya yang terkesan kuno dan kaku. Dengan ciri khas tersebut, ia telah menciptakan trend yang merupakan tonggak baru eksplorasi garis rancang dan siluet kebaya.

Kebaya ala Anne Avantie kemudian banyak menginspirasi para pelakon industri fashion untuk memproduksi karya mirip kebaya Anne Avantie. Hal itu pun disadari oleh Anne. Sebagai pelopor, Anne menyikapi kenyataan tersebut dengan berbesar hati dan menganggapnya sebagai suatu hal yang wajar. Ia justru bersyukur Tuhan telah memilihnya sebagai sosok yang menginspirasi banyak orang melalui karyanya yang banyak ditiru itu.

Kerja keras Anne di panggung dunia mode Indonesia berbuah popularitas dan limpahan materi. Semua itu disadarinya merupakan berkat dari Yang Maha Kuasa. Sebagai rasa syukurnya, Anne senantiasa berbagi pada mereka yang membutuhkan uluran tangannya. Bukan hanya dalam hal materi tapi juga ilmu. Itulah mengapa, workshop dan pelatihannya selalu dipenuhi orang-orang yang ingin menimba ilmu dari Anne Avantie tentang ketrampilan dan kewirausahaan. Mereka datang dari berbagai latar belakang, mulai dari penjahit, desainer, pelajar hingga ibu rumah tangga.

Perempuan berkulit putih bersih ini juga aktif mengadakan program subsidi silang dan pelatihan gratis, serta sering diminta untuk menjadi narasumber di berbagai acara. Produktivitasnya dalam berkarya dan berbagi menghantarkannya meraih sejumlah penghargaan seperti Kartini Award dari Ibu Negara, Ny. Kristiani Susilo Bambang Yudhoyono serta Wanita Indonesia Bisa dari Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta.

Advertisement

Pada tahun 2009, tepat dua dekade kiprahnya sebagai desainer, Anne mendirikan dua butik ekslusif di Jakarta, yakni Anne Avantie butik di Mall Kelapa Gading dan Roémah Pengantén di Grand Indonesia. Selain itu, Anne juga memiliki toko bernama Pendopo yang menjual produk seni produk Indonesia dengan harga Indonesia hasil karya usaha kecil menengah (UKM). Hal itu menjadi salah satu bukti kecintaannya pada budaya bangsa ini.

Di sela-sela kesibukannya sebagai desainer, ia masih menyempatkan diri untuk terlibat dalam kegiatan sosial kemanusiaan. Semua berawal di tahun 1996 saat ibunda tercinta Anne divonis menderita penyakit kanker mulut rahim. Selama merawat ibunya, Anne menjadi akrab dengan masalah kesehatan. Peristiwa itulah yang kemudian menjadi titik balik kehidupan Anne. Ia sadar bahwa tidak semua hal bisa dibeli dengan uang dan popularitas.

Pengalamannya itu semakin mendekatkannya dengan Tuhan. Anne tak henti-hentinya memohon kesembuhan untuk wanita yang telah bertaruh nyawa saat melahirkannya ke dunia. “Hidup dan pola pikir saya berubah ketika ibu saya dianugerahi mukjizat kesembuhan dari penyakit kanker serviks yang diderita selama 13 tahun,” kenang Anne mengenang saat-saat bersejarah itu seperti dikutip dari harian Media Indonesia edisi 18 April 2010.

Kesembuhan sang ibu bukan hadiah cuma-cuma dari Tuhan. “Ada satu titik, saat kesadaran saya muncul. Dan dari hari ke hari saya memohon kepada Tuhan untuk memakai tangan saya,” ungkapnya. Terus berbagi, dan tulus mencintai sesama seperti apa yang dicontohkan Bunda Theresa dan ibundanya menjadi pemantik semangat Anne untuk meneladani sifat welas asih dari dua wanita yang dikaguminya itu.

Doa Anne untuk berbagi kepada sesama terwujud di tahun 2000, saat seorang bayi penderita hidrosefallus berusia enam bulan bernama Aris Masori datang bersama ibunya ke rumah Anne di Semarang. Awalnya, kedatangan ibu dan anak itu mengejutkan Anne. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa ibu dari bayi bernasib malang itu datang ke rumahnya dan menganggap bahwa Anne adalah donatur untuk operasi anaknya tersebut.

Meski sedikit terkejut, Anne menerima mereka dengan tangan terbuka, terlebih kondisi Aris yang membuatnya merasa tersentuh hingga kemudian hatinya pun tergerak untuk memberikan bantuan guna meringankan penderitaan mahluk mungil tak berdosa itu. Momen itulah dimana pertama kalinya Anne merasakan hidupnya amat berarti.

Perjumpaannya dengan Aris membuat Anne Avantie semakin aktif terlibat sebagai seorang relawan di berbagai kegiatan kemanusiaan di rumah sakit, khususnya membantu anak-anak penderita hidrosefalus. Anne tak hanya membantu secara materi, tapi juga menyediakan waktunya selama 24 jam demi melayani sesama.

Tahun 2002, tekad Anne membantu anak-anak kurang beruntung kian kuat. Atas dasar itu, ia kemudian mendirikan sebuah tempat bernama Wisma Kasih Bunda bekerja sama dengan RS St Elisabeth Semarang. Tempat itu bukan panti asuhan yang merawat anak-anak cacat melainkan tempat kegiatan atau sarana pelayanan kesehatan sebelum dan sesudah operasi. Awalnya wisma tersebut hanya diperuntukkan untuk anak-anak penderita Hydrocephalus, namun belakangan juga menampung penderita Astresi Ani (anak tanpa lubang dubur), tumor, Labiopalataschisis, bibir sumbing dan penyakit-penyakit yang membutuhkan penanganan darurat. Tentunya semua itu dijalankan berdasarkan persetujuan dokter.

Di sana, anak-anak mendapatkan perawatan khusus termasuk pelatihan, seperti fisioterapi, pemulihan gizi dan pelatihan mandiri. Metode yang diberikan pun dilakukan dengan teknik yang sangat sederhana. Bila kondisi anak sudah stabil pasca-operasi, mereka diizinkan pulang ke rumah. Dalam sehari, wisma tersebut melayani tiga sampai empat orang pasien. Pedoman yang berlaku di wisma itu, setiap kali ada anak yang butuh bantuan, “Kita hanya punya dua kata, iya dan oke,” ucap Anne dengan senyum terkembang.

Yang lebih membanggakan, pertolongan pelayanan operasi dilakukan secara cuma-cuma, alias tanpa memungut seperser rupiah pun dari para pasiennya. Pasien yang datang tak hanya berasal dari Jawa Tengah tapi juga dari berbagai daerah di seluruh penjuru negeri seperti Nias, Aceh, Flores, Ambon hingga Papua.

Mengenai kiprahnya di bidang kemanusiaan, Anne mengaku, kalau awalnya tidak berjalan dengan mulus. Sebagian orang bahkan mencibir kegiatan sosial yang dilakukannya hanya sebagai upaya untuk meningkatkan popularitas. Sekalipun begitu, Anne tidak berkecil hati. Dengan mantap Anne Avantie melangkah menjawab “Panggilan Tuhan”. Ia tetap fokus menjalani keputusan untuk memberikan keseimbangan dalam kariernya maupun kehidupan rohaninya.

Satu lagi hal yang patut diteladani oleh kaum perempuan dari seorang Anne Avantie adalah komitmennya untuk tidak melupakan kodratnya sebagai sebagai perempuan. Walaupun hari-harinya banyak disibukkan dengan kegiatannya sebagai desainer sekaligus pekerja sosial, ia tak pernah lalai menjalani tugasnya sebagai istri sekaligus ibu dari ketiga anaknya, Intan, Ernest, dan Ian. eti | muli, red

Data Singkat
Anne Avantie, Desainer busana, pendiri Wisma Kasih Bunda / Trendsetter Kebaya Indonesia | Direktori | desainer, kebaya, busana, gaun pengantin

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini