Warnai Dunia Jazz
Iga Mawarni
[SELEBRITI] Lagu berirama bossas berjudul Kasmaran melambungkan namanya di dunia jazz pada era 90-an. Meski terhitung jarang mengeluarkan album, juara II Bintang Radio dan Televisi Tingkat Nasional (1989) ini masih aktif berkarya baik di depan layar ataupun di belakang layar.
Penyanyi jazz berparas ayu ini lahir di Bogor, 24 Juli 1973. Meski lahir di kota yang terkenal dengan sebutan Kota Hujan itu, ia lebih banyak melalui masa kecilnya di Solo. Di kota inilah, sulung dari tiga bersaudara ini menyalurkan bakat seninya, salah satunya menari. Sewaktu masih duduk di bangku SD, setiap kali acara Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) digelar, pemilik nama lengkap Iga Mawarni Ayuningsih ini tak mau ketinggalan untuk ikut ambil bagian hampir di semua cabang yang dipertandingkan dan hebatnya hampir semua lomba yang diikuti berhasil dijuarainya. Mulai menyanyi, marching band, olahraga, menari, dan membaca puisi Jawa (geguritan).
Catatan prestasi membanggakan itu terus berlanjut hingga SMA. Pada Porseni tingkat SMA, putri Saliman T Siswoyo ini mengikuti lomba menyanyi dan menari tingkat provinsi. Dalam ajang bergengsi Bintang Radio dan Televisi Tingkat Nasional tahun 1989, ia terpilih sebagai juara kedua. Meski gagal keluar sebagai jawara, nyatanya predikat itulah yang pada akhirnya membawa Iga ke dapur rekaman. Label rekaman yang pertama kali mengontraknya adalah JK Record. Di bawah naungan perusahaan rekaman milik Judy Christiandy itulah, ia berhasil mengeluarkan dua album berirama bossas. Namanya baru bersinar di tahun 1991 setelah merilis album kedua yang berjudul Kasmaran.
Lagu yang dibawakan penyanyi dengan warna suara yang lembut mendayu-dayu ini kadang kala masih terdengar dari radio-radio yang kerap memutar lagu-lagu Indonesia lama dan jazzy. Selain lagu Kasmaran, Iga juga berhasil mencetak beberapa hits, seperti lagu duetnya dengan presiden direktur Java Jazz Festival Peter F Gontha berjudul “Jangan di Bibir Saja” dan “Sesal. Lagu yang terakhir disebutkan merupakan hasil karya cipta musisi Dodo Zakaria di akhir 2010, lalu diaransemen ulang dalam bentuk single. Sepanjang karir solonya, Iga menelurkan lima buah album, tiga album Iga yang lain berjudul Iga Lagi, Triangle of Love, dan Andai Saja.
Meski terbilang jarang mengeluarkan album, istri dari pengusaha jasa pesawat terbang Charles Rubiyan Arifin ini masih aktif di dunia musik. Baik di atas pentas sebagai penyanyi maupun di belakang layar sebagai penyelenggara berbagai macam event musik. Seperti yang pernah terlihat di tahun 2007 saat ia melaksanakan tugasnya sebagai Ketua Pelaksana Nugraha Bhakti Musik Indonesia (NBMI) ke-4. Acara tersebut digelar setiap tahun sebagai bentuk penghargaan tertinggi kepada pengabdi musik yang berjasa bagi perkembangan musik Tanah Air. Di tahun yang sama, ibu satu putra ini juga sibuk sebagai Sekretaris Umum Solo International Ethnic Music Festival and Conference (SIEMFC) di Benteng Vastenburg, Solo, 1-5 September 2007. Delapan negara yang mengirimkan delegasinya untuk turut serta adalah Belanda, Irak, Yunani, Bengali, Korea, India, Filipina, dan Australia. Sejumlah musisi etnik tradisi dari Kalimantan, Papua, Makassar, Ujung Pandang, Madura, Aceh, Bandung, dan Solo, juga meramaikan acara tersebut.
Meski terbilang jarang mengeluarkan album, istri dari pengusaha jasa pesawat terbang Charles Rubiyan Arifin ini masih aktif di dunia musik. Baik di atas pentas sebagai penyanyi maupun di belakang layar sebagai penyelenggara berbagai macam event musik.
Sementara sebagai penyanyi, Iga bergabung dengan empat penyanyi wanita lainnya yakni Rieka Roeslan, Nina Tamam, Andien, dan Yuni Shara membentuk kelompok vokal dengan nama 5 Wanita. Menariknya, grup vokal ini bukan sekadar tampil menyanyi dan manggung atau rekaman untuk mendapatkan uang. Melainkan juga membawa misi mulia yakni menjadikan lagu dan menyanyi sebagai sarana untuk mengampanyekan pemberdayaan perempuan terutama soal kesehatan. Kalau pun seandainya ada hasil manggung, uang itu akan disumbangkan untuk wanita-wanita lain yang membutuhkan. Mereka juga menyusun semacam program kerja yang mereka istilahkan Langkah Wanita. Salah satunya adalah cek kesehatan gratis, yang berhubungan dengan alat reproduksi wanita ke daerah-daerah.
Selebihnya ia masih kerap tampil dalam berbagai event musik jazz seperti Jakarta Jazz Festival (Jak Jazz) tahun 2008 serta sebuah acara jazz bertajuk Ngayogjazz pada pertengahan Januari 2011.
Selain disibukkan dengan kegiatan di dunia musik, wanita bergelar Sarjana Sastra Belanda jebolan Universitas Indonesia ini juga menekuni bidang seni peran. Awalnya Iga mengaku selalu menampik setiap tawaran berakting yang datang padanya meski dari sutradara ternama sekelas Garin Nugroho sekalipun.
Debutnya dimulai pada tahun 1998 saat berperan sebagai wartawati dalam sinetron arahan sutradara Slamet Raharjo, Tajuk. Kemudian hampir sepuluh tahun berselang setelah akting perdananya itu, Iga kembali berakting di tahun 2007, kali ini ia menjadi pemeran pendukung dalam film komedi Get Married. Menyusul setahun kemudian, Iga tampil dalam film The Tarix Jabrix. Masih di tahun yang sama setelah seringkali tampil numpang lewat sebagai cameo, Iga mulai mendapat porsi yang lebih besar dalam film Lastri. Ketika tawaran itu datang, Iga tak langsung mengiyakan begitu saja. Namun setelah beberapa kali diyakinkan sang sutradara Eros Djarot serta setelah mempelajari naskah cerita dan alurnya, Iga akhirnya mau menerima tawaran tersebut.
Dunia seni tari yang telah digelutinya sejak kecil juga tak pernah ia tinggalkan. Iga pernah turut mendukung sejumlah pementasan tari, diantaranya Ketika Anggrek Hitam Berbunga karya koreografer Deddy Luthan, pentas drama tari Cut Nyak… Perempuan itu Ada, serta pergelaran tari kontemporer Jalan Panjang Tubuh dan Pikiranku.
Cerita menarik lainnya dari sosok wanita keibuan ini adalah kisah perjalanan spiritualnya yang penuh perjuangan. Iga yang dibesarkan di keluarga Katolik fanatik menemukan kebimbangan akan agama yang selama ini diyakininya sejak melakukan diskusi dengan teman-teman seangkatan di kampus yang latar belakangnya berbeda, baik suku maupun agama. Ia akhirnya memutuskan untuk menjadi seorang muslimah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat pada 23 Maret 1994 di Malang, Jawa Timur. eti | muli, red