Dipecat Tidak Dengan Hormat
Akil Mochtar
[WIKI-TOKOH] Prahara menimpa Mahkamah Konstitusi (MK) akibat ulah ketuanya sendiri. Dr. HM Akil Mochtar SH, MH, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu diberhentikan tidak dengan hormat (dipecat) setelah KPK menangkap tangan dan menetapkannya sebagai tersangka penerima suap. Pengadilan memvonisnya penjara seumur hidup.
Prahara menimpa Mahkamah Konstitusi (MK) akibat ulah ketuanya sendiri. Dr. HM Akil Mochtar SH, MH, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu diberhentikan tidak dengan hormat (dipecat) setelah KPK menangkap tangan dan menetapkannya sebagai tersangka penerima suap.
Pemecatannya dilalukan setelah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi merekomendasikannya untuk diberhentikan dengan tidak hormat karena dinilai telah melakukan berbagai pelanggaran kode etik.
Akil Mochtar telah menebar malapetaka pada langkah penegakan hukum di negeri ini. Mahkamah Konstitusi, sebuah lembaga tinggi negara satu-satunya di negeri ini yang diberi wewenang menyatakan apa yang konstitusional dan apa yang inkonstitusional dari berlakunya semua undang-undang telah terjerembab dalam kenistaan dan kejahatan luar biasa: Korupsi dan Suap!
Pada Rabu malam 2 Oktober 2013, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan Akil Mochtar di rumah dinasnya selaku Ketua MK di Kompleks Widya Chandra III Nomor 7, Jakarta Selatan.. Dia ditangkap bersama anggota DPR (Fraksi Golkar) Chairun Nisa dan pengusaha Cornelius serta barang bukti uang suap sekitar Rp3 miliar. Selain itu, penyidik KPK juga menangkap Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Hamid Bintih, dan stafnya, Dhani, di Hotel Redtop, Jakarta Pusat.
Selain itu, Akil juga diduga menerima suap dalam penyelesaian sengketa Pilkada di daerah lainnya, yakni Pilkada Lebak, Banten dan Pilkada Empat Lawang. Kemudian pada 3 Oktober 2013, KPK menetapkannya sebagai tersangka penerima suap dalam penanganan perkara sengketa pemilihan kepala daerah Lebak (Banten) dan Gunung Mas (Kalimantan Tengah) di Mahkamah Konstitusi.
Bahkan saat menggeledah ruang kerja Akil (Ketua MK), penyidik KPK juga menemukan lintingan ganja yang sudah digunakan dan narkoba jenis sabu berbentuk pil. Lalu BNN memeriksa DNA Akil. Hasilnya, DNA yang menempel di lintingan ganja sama dengan DNA Akil Mochtar. Maka sempurnalah parahara yang menimpa MK.
Dua hari berikutnya (Sabtu, 5 Oktober 2013), Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara Akil Mochtar sebagai Hakim Konstitusi. Bahkan saat menggeledah ruang kerja Akil (Ketua MK), penyidik KPK juga menemukan lintingan ganja yang sudah digunakan dan narkoba jenis sabu berbentuk pil. Lalu BNN memeriksa DNA Akil. Hasilnya, DNA yang menempel di lintingan ganja sama dengan DNA Akil Mochtar. Maka sempurnalah parahara yang menimpa MK.
Satu bulan kemudian (1 November 2013), Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi pun merekomendasikan Ketua Mahkamah Konstitusi (nonaktif) itu diberhentikan dengan tidak hormat karena dinilai telah melakukan berbagai pelanggaran kode etik. Majelis Kehormatan MK dalam amar putusannya mengadili, menyatakan: Satu, Hakim Terlapor Dr. H.M. Akil Mochtar S.H. M.H. terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi; Dua, menjatuhkan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat kepada terlapor. Keputusan Majelis Kehormatan MK itu kemudian disampaikan kepada Presiden yang kemudian mengeluarkan Keppres pemberhentiannya (mengeksekusinya): Pecat!
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Harjono saat membacakan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Jumat 1 November 2013, pemberhentian tidak dengan hormat ini tidak berkaitan dengan proses hukum yang ada di KPK. Oleh karena itu, hasil putusan ini tidak akan memengaruhi proses hukum yang sedang berjalan di lembaga anti-korupsi itu.
Sebelum mengambil keputusan, Majelis Kehormatan MK yang terdiri dari Hakim Konstitusi Haryono, Wakil Ketua Komisi Yudisial Abbas Said, mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, mantan Ketua MK Mahfud MD, dan Guru Besar Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana, sudah empat kali menggelar sidang pemeriksaan terhadap staf MK, BNN, hakim MK, panitera, dan orang-orang terdekat Akil. Semula Majelis Kehormatan berencana untuk memeriksa Akil, tetapi Akil menolaknya dengan alasan bahwa dirinya sudah mengundurkan diri dari MK sehingga pemeriksaan Majelis Kehormatan tidak diperlukan lagi.
Setelah pemecatan Akil sebagai hakim dan Ketua MK, pada hari itu juga (1 November 2013), tanpa terkesan merasa ikut bersalah dan malu, delapan orang hakim konstitusi lainnya langsung menggelar rapat (sidang) pemilihan Ketua MK penggantinya. Sidang terbuka di Ruang Rapat Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, yang diikuti oleh hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi, Anwar Usman, Arief Hidayat, Hamdan Zoelva (pemandu sidang), Harjono, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim, dan Patrialis Akbar itu juga dihadiri oleh pegawai, panitera dan Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi. Pemilihan dilakukan melalui pemungutan suara (voting). Wakil Ketua MK Hamdan Zoelva terpilih sebagai Ketua MK (2013-2016). Karena Hamdan terpilih jadi ketua, dilanjutkan pemilihan Wakil Ketua MK yang dimenangkan oleh Arief Hidayat.
Penjara Seumur Hidup
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar divonis hukuman penjara seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (30/06/2014) malam. Akil Mochtar dinyatakan terbukti bersalah menerima suap dan hadiah serta tindak pidana pencucian uang terkait kasus sengketa Pilkada di MK.
Putusan ini sesuai tuntutan seumur hidup yang diajukan jaksa, namun majelis hakim tidak diwajibkan Akil membayar denda sebesar Rp10 milyar. Majelis hakim menyatakan, Akil telah dijatuhi hukuman maksimal, sehingga denda bisa dihapuskan. Atas vonis ini, mantan Ketua MK ini langsung menyatakan banding. “Sampai ke surga pun saya tetap banding,” kata Akil, di sela-sela sidang.
Namun, vonis ini tidak diambil secara bulat, karena dua anggota majelis hakim, yaitu Sofialdi dan Alexander Marwata mengajukan sikap berbeda alias dissenting opinion. Akil sebelumnya dikenai enam dakwaan karena diduga menerima suap terkait sengketa pemilihan kepala daerah di sejumlah daerah, seperti Kabupaten Lebak, Palembang, Lampung Selatan, dan Pulau Morotai.
Akil Mochtar ditangkap oleh KPK atas dugaan penyuapan pada awal Oktober 2013 lalu di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra, Jakarta. KPK menyita mata uang dollar Singapura serta AS senilai kurang lebih Rp3 miliar di kediamannya. KPK kemudian menyatakan Akil Mochtar sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Lebak, Banten.
Penulis: Ch. Robin Simanullang | Bio TokohIndonesia.com