Revitalisasi Kolaborasi Sosial Batak

Pendahuluan Buku Hita Batak, A Cultural Strategy (17)

0
8
Revitalisasi dan Eksplorisasi Kolaborasi Sosial Batak. Ilustrasi The Batak Institute - Meta AI.
Lama Membaca: 5 menit

Pendahuluan Buku Hita Batak, A Cultural Strategy (17)

 

Kolaborasi Sosial: Adalah salah satu dari Tiga Karsa Strategi Kebudayaan Batak untuk mengeksplorasi peluang dan mengakselerasi pencapaian tujuan bersama. Kolaborasi, pemberdayaan dan penyelarasan lintas disiplin ilmu, katalisasi komunitas, dalam ‘jaringan baru’ bersatu-padu secara serempak, baik sendiri-sendiri (interpersonal) maupun secara bersama-sama. Masif! Untuk itu, diperlukan revitalisasi, eksplorasi, percakapan-percakapan, dialog, diskusi antar berbagai unsur kelompok, punguan, lembaga adat, agama, seniman, wartawan dan lainnya. Mempercakapkan dan menyelaraskan perubahan naratif (narasi baru) strategi Trisila kebudayaan Batak.

Kolaborasi adalah proses dua orang atau lebih atau organisasi bekerjasama untuk menyelesaikan tugas atau mencapai tujuan. Kolaborasi yang dimaksud dalam konteks strategi kebudayaan Batak ini adalah kolaborasi sosial yakni kerjasama yang  bersifat sosial dalam kelompok konfederasi otonom yang terdesentralisasi dan egaliter, sesuai nilai-nilai luhur Batak. Kolaborasi sosial adalah suatu proses yang membantu dan memberdayakan banyak orang atau kelompok berinteraksi dan berbagi informasi untuk mencapai tujuan bersama.

Berbagi konsep dan memfasilitasi proses brainstorming, di mana ide-ide baru diharapkan muncul dari beragam kontribusi individu dan komunitas berbagai lapisan masyarakat, budaya, kelompok profesi dan usia yang berbeda untuk memperkaya ide dan dimensi baru strategi kebudayaan Batak. Sebuah kolaborasi strategis dipadukan dan disinergikan oleh filosofi dan nilai-nilai luhur adat Batak, sehingga semua (hita) menghidupkan kepekaan suara darah dan memilih mengikatkan diri untuk bekerjasama guna mencapai tujuan bersama. Dan, orang Batak punya potensi dan habisuhon untuk mengimplementasikan kolaborasi sosial itu; Yang kita sebut: Kolaborasi Hita Batak, kolaborasi bersuara darah Hita Batak; Kolaborasi eksistensialisme intersubjektif murni Batak. Kolaborasi sosial akan mengantarkan kita semua ke harmoni kehidupan yang lebih tinggi dan kemuliaan yang lebih besar, karena kita semua melakukan bagian yang ditentukan, sesuai talenta masing-masing.

Apakah hal ini (kolaborasi sosial) ini bisa diwujudkan? Tentu, itulah karsa yang disuarakan dalam rangkaian narasi buku ini. Dengan kesadaran, tanpa pengenalan dan revitalisasi eksistensi intersubjektif Hita Batak atau revitalisasi jatidiri dan karakter Batak (Jalan Moral Batak), tentu tidak mudah. Tetapi seterjal apa pun jalan harus ditempuh; Sehina apa pun pengkerdilan harus dihadapi dengan kesabaran optimisme; Setajam apa pun perbedaan pendapat harus disyukuri sebagai jalan kebaikan (Purpar pande dorpi, bahen tu dimposna). Intinya, kita harus setia berada dalam rel landasan ideologis dan filosofis nilai-nilai dasar Batak.

Itulah paparan umum tentang strategi kebudayaan Batak, yang menggambarkan arah visi, misi, tujuan, dan prinsip-prinsip panduan. Sebagaimana kita kemukakan di bagian awal pendahuluan ini, menurut pandangan kita, Strategi Kebudayaan Batak mengacu (landasan ideologis) pada Tolu Dasor  Batak atau Tiga Nilai Dasar Batak, atau singkatnya, Trisila Batak yakni:

1) Marhaporseaon tu Debata (Berkepercayaan kepada Allah): Batak adalah insan religius, yang sejak leluhur sudah berkepercayaan kepada Debata Mulajadi Nabolon, Sang Khalik Mahabesar. Sudah menjadi tradisi leluhur mengatakan: Saluhut panggulmit ni ngolu saguru tu lomo ni Debata do (Segenap denyut kehidupan tergantung pada kehendak Allah).[1]  Yang menjadi Pusat Visi dan Perspektif buku ini. Dalam konteks kekinian, tentu (semestinya) seorang Hita Batak beragama Kristen, Islam atau berkepercayaan Parmalim berada dalam prinsip klasik Saluhut panggulmit ni ngolu saguru tu lomo ni Debata do. Dengan demikian juga memiliki prinsip kebebasan dan frame toleransi bernilai luhur kebatakan, sebagai toleransi berhati besar (big-hearted tolerance) dan toleransi berpikiran besar (big-minded tolerance).

2) Martutur Dalihan Na Tolu (Berkekerabatan Tungku Nan Tiga): Adalah Trisila Kekerabatan Batak yang khas dan orisinal, yang diikat kasih persaudaraan aliran dan suara darah yang khas: Somba Marhulahula (Hormat kepada keluarga isteri); Manat Mardongan Tubu (Arif bijaksana kepada keluarga saudara semarga); dan Elek Marboru (Sayang kepada keluarga menantu laki-laki/boru); Paopat Sihalsihal (Hormat dan arif kepada tetangga, sahabat, dan raja), yang kita narasikan (narasi kontemplatif) dalam balutan holong (kasih: Holong Somba, Holong Manat, Holong Elek, plus Holong Satia). Suatu sistem dan struktur sosial, kemasyarakatan atau kekerabatan kontekstual dan egaliter yang tahan uji melintasi semua tantangan dan kemajuan zaman. Sistem dan struktur sosial yang otentik Batak! Tidak ada duanya, atau duplikatnya di dunia: Orisinal!

3) Marparange Anak/Boru ni Raja (Berperangai Putra/Putri Raja): Salah satu prinsip intrinsik nilai-nilai luhur kebatakan adalah bahwa semua orang Batak adalah Anak/Boru ni Raja (Putra/Putri Raja) dalam arti kodrati (titisan Illah), behaviour, karakter, moral-etik; marpangalaho sahala harajaon (perilaku, karakter wibawa kerajaan); Bukan dalam arti kekuasaan, atau yang berkuasa (otoritas), melainkan yang berkodrati, berperangai, berperilaku, berkarakter, bermoral sesuai nilai-nilai luhur kebatakan, yang berkepercayaan kepada Debata dan berkekerabatan suara darah intersubjektif Dalihan Na Tolu.

Strategi Kebudayaan Batak yang berpusat pada visi yang mengandalkan nilai luhur intrinsik budaya dan kekuatan budaya serta nilai-nilai religius (apa pun agama dan kepercayaannya yang bersifat pribadi) untuk menginspirasi, memperkaya, dan mengubah kehidupan masyarakat, komunitas hita Batak dalam memaknai hidup. Hita Batak senang mengenali dan mengagumi nilai dan keagungan moral dan menghormati martabat kepribadian serta keagungan kemanusiaan, di mana pun berada; Juga memiliki kedalaman dan kesamaan konsekrasi religius, dan kesimetrian karakter dan perilaku; Juga memiliki keyakinan tidak terbatas pada kekuatan nilai-nilai luhur budaya tetapi juga agamanya (Islam, Kristen, Parmalim dan lainnya) yang memurnikan (menguduskan) karakter kebatakannya; Serta memiliki toleransi berhati besar (big-hearted tolerance) dan toleransi berpikiran besar (big-minded tolerance), sehingga bersinar sebagai kecemerlangan cakrawala; Garam dan Terang Dunia; Rahmat Semesta Alam. Visi strategi kebudayaan yang didukung oleh tiga strategi utama, yakni: 1) Narasi Kontemplasi peristiwa dan nilai-nilai luhur budaya Batak; 2) Transformasi nilai-nilai luhur intrinsik budaya Batak; 3) Kolaborasi sosial inovatif pemberdayaan nilai-nilai luhur budaya Batak.

Advertisement

Masing-masing dari tiga obsesi strategi utama tersebut mesti didukung oleh serangkaian tindakan kolaboratif dan mencakup program dan inisiatif baru lintas sektoral dan disiplin. Di antaranya program komunitas kreatif dan inovatif Punguan Marga, pakar dan praktisi adat, komunitas seni, komunitas keagamaan dan pendidikan, dan lain sebagainya. Misalnya, perubahan naratif adat: Dari adat sisolisoli, menjadi adat kasih; Sebagaimana perubahan naratif dari hukum Taurat ke narasi Injil. Juga narasi pemberian ulos. Juga melalui percontohan seni inovatif, residensi kreatif langsung, tema syair lagu, andung-andung, umpasa-umpama dan tortor (tarian), dsb.

Dalam hal ini, kolaborasi suara lintas sektor dan lintas disiplin sangat mutlak. Untuk itu, perlu diawali dengan pertukaran pemikiran awal seputar tema dan prioritas strategi kebudayaan Batak, melalui serangkaian percakapan budaya lintas sektor dan lintas disiplin. Strategi Budaya memberikan panduan langkah demi langkah bagi Hita Batak untuk membangun masa depan dengan cara yang sederhana namun strategis. Dan untuk berhasil dalam inovasi budaya tidak hanya membutuhkan pendekatan strategi budaya yang berbeda dan pembaharuan naratif, tetapi juga cara pengorganisasian kolaborasi yang baru, dengan, antara lain, pengenalan diri sendiri dan nilai luhur budaya Batak sendiri.

Sebagaimana disebut AE. Manihuruk bahwa orang-orang bijaksana selalu mengatakan kebudayaan adalah merupakan tolok ukur untuk menilai tinggi-rendahnya suatu bangsa.  Apabila kebudayaan suatu bangsa bernilai tinggi, maka derajat bangsa itu adalah tinggi. Sebaliknya, apabila kebudayaan suatu bangsa itu bernilai rendah maka derajat bangsa itu pun akan dipandang rendah pula.[2]

Kebudayaan itu, menurut Manihuruk, hanya melekat pada manusia, karena kebudayaan itu adalah hasil cipta manusia dan sengaja diciptakan untuk kepentingan masyarakat manusia. Jadi, dalam pemahaman ini, manusia sama dengan kebudayaan dan kebudayaan sama dengan manusia. Kalau persamaan tersebut dapat diterima, maka menurut Manihuruk, dapat ditarik beberapa persamaan baru, yakni: 1) Manusia yang tidak dapat mengenal kebudayaannya sama dengan tidak mengenal dirinya; 2) Manusia yang tidak mempelajari kebudayaannya sama dengan tidak mempelajari dirinya; 3) Manusia yang tidak berusaha mengembangkan kebudayaannya sama dengan tidak mengembangkan dirinya; dan 4) Manusia yang merendahkan kebudayaannya sama dengan merendahkan dirinya.[3] Ini sebuah narasi strategi kebudayaan: Know thyself! Know Ourselves! Know Cultureself! Kenali dirimu! Kenali Diri Kita! Kenali kebudayaan sendiri!

 

Sebelumnya 16 || Bersambung 18

Penulis Ch. Robin Simanullang, Cuplikan Pendahuluan Buku Hita Batak, A Cultural Strategy

 

Footnotes:

 

[1] Schmidt, PW. S.V.D., 1910: Grundlinien Einer Vergleichung der Religionen und Mythologien der Austronesischen Völker; Vorgelegt in der Sitzung Am 3. März 1909 (Kapitel Zwei: Die Batak auf Sumatra); Denkschriften der Kaiserlichen Akademie der Wissenschaften in Wien. Philosophisch-Historische Klasse. Band LIII, Wien: Alfred Holder – Akademie Deü Wissenschaften s.38; dan Renes-Boldingh, M.A.M., 1933: Bataksche Sagen en Legenden, Nijkerk: G.F. Callenbach, b.7.

 

[2] Manihuruk, AE, 1991: Kontribusi Batak dalam Pengembangan Budaya Nasional; Fokus, Majalah Horas Indonesia, No.3 Tahun IV, Nopember 1991; Jakarta: Yayasan Jadi, h.42.

[3]Manihuruk, AE, 1991: h.42.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini