Indonesia 2006

 
0
71
Majalah Berita Indonesia Edisi 07
Majalah Berita Indonesia Edisi 07

VISI BERITA (Menopang Harapan 2006, Januari 2006) – Kilas balik 2005 dan prospek 2006 menjadi sorotan berita akhir tahun (Desember 2005) berbagai mass media, terutama media cetak. Jika kita simpulkan, pada umumnya mass media itu menggambarkan realita tengah terjadinya proses pemiskinan rakyat sepanjang tahun 2005 dan dikuatirkan masih akan berlanjut pada 2006.

Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 07 | Basic HTML

Ironisnya, proses pemiskinan itu terjadi justru akibat faktor dan kebijakan pemerintah yang dinilai kurang tepat. Antara lain, kenekatan pemerintah menaikkan harga BBM dua kali dalam satu tahun, bahkan terakhir dengan kenaikan rata-rata 126 persen. Akibatnya, harga kebutuhan sehari-hari terus naik, sementara penghasilan masyarakat tidak naik secara signifikan. Bahkan, PHK besar-besaran terjadi, akibat kesulitan yang dialami beberapa perusahaan.

Kendati pemerintah memberi kompensasi uang tunai langsung kepada keluarga miskin, ternyata itu bukan solusi yang tepat dan benar. Kebijakan ini hanya membuat para penerima (sebagian rakyat miskin) merasa senang seketika. Tetapi dalam jangka panjang justru menimbulkan masalah, tidak mendidik bahkan mendorong tumbuhnya kebiasaan malas dan mental pengemis.

Data-data indikator makro-ekonomi juga menunjukkan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya 5,3 persen, lebih rendah dari target APBN sebesar 6 persen, sehingga belum mampu membuka lapangan kerja secara memadai. Kurs rupiah menurun dan inflasi melambung sampai 18 persen. Suku bunga pun terus menanjak tinggi dan menyulitkan dunia usaha sektor riil. Bahkan perbankan sendiri jadi ketar-ketir.

Sementara fakta-fakta riil menunjukkan daya beli masyarakat semakin rendah. Belum lagi akibat telah dan akan terjadinya gelombang PHK. Bayangkan, sebagaimana diungkapkan Dirjen Bina Penempatan Dalam Negeri, Depnakertrans, Mira Maria Handartani mengutip hasil Survei Angkatan Kerja Nasional 2005 BPS saat pembukaan Pameran Bursa Kerja di Balaikota Solo, Jumat (23/12), selama 2005 jumlah penganggur di Indonesia tercatat 40,4 juta jiwa dari jumlah angkatan kerja 106 juta orang. Sebanyak 10,8 juta penganggur terbuka dan 29,6 juta penganggur setengah terbuka. Tingkat pengangguran mencapai 10,21 persen.

Sementara itu, Pusat Penelitian Ekonomi LIPI dan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) dalam proyeksi ekonomi tahun 2006 memperkirakan, angka pengangguran terbuka jauh di atas prediksi pemerintah yang hanya 9,64 juta orang. LIPI memperkirakan angka pengangguran 12,151 juta orang, sedangkan Indef memperkirakan 12 juta hingga 12,6 juta orang (Kompas, 23 Desember 2005).

Semua itu terjadi, antara lain, akibat faktor kebijakan pemerintah. Sesungguhnya, kita yakini pemerintah berniat baik dengan berbagai kebijakannya. Terutama tentang penghapusan subsidi BBM untuk mengatasi masalah naik tingginya harga minyak dunia, sekaligus membangun kemandirian bangsa ini. Namun, kenyataan di lapangan, kehendak baik itu justru menimbulkan masalah baru yang tidak sanggup diantisipasi. Mungkin karena momentum dan kondisi ekonomi rakyat yang belum memadai. Sehingga berbagai kebijakan ekonomi pemerintah terasa seperti jalan pintas. Seperti tindakan seorang pedagang yang tidak memahami masalah makro.

Pemerintah, secara terbuka, tidak pernah mau mengakui kekurangtepatan kebijakan ekonominya, baik makro maupun mikro, sepanjang 2005. Walaupun, secara bijaksana, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, telah menjawabnya dengan melakukan reshuffle kabinet, khususnya tim ekonomi.

Kebijakan reshuffle kabinet itu, telah pula menghidupkan harapan baru akan adanya perbaikan. Setidaknya hal ini terlihat dari respon pasar secara spontan yang mendorong kenaikan nilai tukar rupiah dari di atas menjadi di bawah Rp 10.000 per US dolar.

Advertisement

Pemerintah, khususnya tim ekonomi, jangan sampai kehilangan momentum. Berbuat kesalahan kecil saja, atau membuat pernyataan yang tidak terukur saja, bisa memusnahkan momentum dan membuyarkan harapan dan ekspektasi pasar dan masyarakat.

Salah satu solusinya, kita berharap pemerintah punya keberanian membuka berbagai proyek yang secara cepat dan langsung membuka lapangan kerja. Proyek lapangan kerja, secara nyata, bukan retorika! Tentu saja, pemerintah tidak sendirian, tetapi dengan mengajak dan memfasilitasi dunia usaha secara terbuka dan besar-besaran.

Salah satu, sebagaimana pernah diangkat media ini sebagai berita utama, menggerakkan pembangunan pabrik BBA (bahan bakar alternatif). Dengan menggerakkan penanaman pohon jarak dan jagung untuk diolah menjadi biodisel. Seandainya, dana kompensasi BBM didayagunakan untuk proyek seperti ini, tentu akan lebih tepat, dan tidak sekadar membuat senang seketika. Sehingga, kesulitan dan kelemahan yang kita hadapi sepanjang 2005 hingga hari-hari ini akan menjadi kekuatan pada 2006 dan hari-hari mendatang. (red/BeritaIndonesia)

Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 07

Salam Redaksi

Visi Berita

Berita Utama

Berita Tokoh

Berita Wawancara

Berita Hukum

Berita Pendidikan

Berita Nasional

Berita Perempuan

Berita Opini

Lentera

Berita Khas

Berita Newsmaker

Berita Politik

Berita Ekonomi

Berita Budaya

Profil Media

Lintas Media

Berita Sosial

Berita Kesehatan

Berita Olahraga

Berita Iptek

Berita Infotainment

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini