
VISI BERITA (Riuhnya Koalisi, 16 Mei – 15 Juni 2009) – Terasa sangat melelahkan melihat riuhnya dinamika komunikasi politik yang dipertontonkan para elit partai dalam dua bulan terakhir ini. Mereka melakukan manuver dan komunikasi politik yang amat riuh. Terkadang malah menjengkelkan lantaran mereka maju-mundur penuh sandiwara, sindir-menyindir dan ancam-mengancam. Ditambah lagi dengan pertikaian internal partai. Syukur, akhirnya proses koalisi antarparpol itu pun berakhir untuk memenuhi target waktu yang ditentukan KPU.
Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 67 | Basic HTML
Memang, riuhnya proses kesepakatan pembentukan koalisi itu, tidaklah harus dipandang sebagai suatu hal yang menjengkelkan atau buruk. Proses komunikasi politik itu bisa juga dimaknai sebagai suatu proses pembelajaran politik, baik bagi para politisi itu sendiri maupun bagi publik. Karena dengan menyaksikan dan membaca tingkah-polah para politisi itu, publik tahu dan akhirnya memiliki pengetahuan atau landasan penilain mana yang baik dan mana yang buruk. Sehingga publik makin mengenal watak, jati diri, integritas, komitmen dan sikap para politisi dan partainya. Dengan demikian bisa terpandu dalam menentukan pilihan pada Pilpres 8 Juli mendatang.
Memang, jika menyaksikan lakon para politisi itu dalam dinamika komunikasi politik dalam rangka membangun kerjasama politik (koalisi) Pilpres pekan-pekan terakhir ini, amat tampak telanjang bahwa masih banyak politisi negeri ini yang belum juga beranjak dewasa. Walaupun tidak sekanak-kanak perangai taman kanak-kanak, sebagaimana pernah diistilahkan oleh Gus Dur. Tetapi paling tidak masih tampak kurang dewasa. Misalnya, masih ada yang suka ancam-mengancam maju-mundur, merengek, dan mutung, manakala keinginan mereka tidak terpenuhi atau karena kurang merasa dihormati dalam penyampaian informasi keputusan politik. Namun, ketika dibelai, dibujuk rayu, dan disanjung langsung memuji-muji dan saling berpelukan dan cium-mencium.
Sebaliknya, ada pula yang selalu menyatakan diri paling santun dan sopan berpolitik, tetapi mengambil keputusan secara sepihak tanpa lebih dulu mengajak mitra koalisinya berembuk. Kurang menempatkan mitra koalisinya dalam posisi sepadan dan setara, tetapi seakan menempatkannya sebagai subordinasi partainya. Hal ini paling tampak terlihat, ketika SBY, Capres Partai Demokrat memberitahu pilihan calon pendampingnya, Boediono, kepada partai-partai yang sebelumnya menyatakan diri berkoalisi dengan Partai Demokrat. Para petinggi partai itu bereaksi keras, mengancam akan hengkang, membentuk koalisi alternatif bahkan segera mendekat dengan koalisi lainnya.
Mula-mula mereka menuding SBY terlalu sombong, terlalu percaya diri dan tak memenuhi etika komunikasi politik. Kemudian, merengek mengatakan pilihan atas Boediono itu tidak mencerminkan perpaduan nasionalis-relijius (Islam). SBY dan Boediono tidak dianggap sebagai seorang muslim yang taat (relijius), tidak pantas disebut merepresentasikan umat (Islam). Mereka menganggap SBY terlalu percaya diri dan medikte. Tetapi sebaliknya mereka tidak pernah merasa juga ingin mendikte SBY. Padahal, publik menyaksikan bahwa SBY dan Partai Demokrat, tidak pernah terlihat kasak-kusuk mengajak mereka berkoalisi. Melainkan merekalah yang datang menawarkan diri dan Partai Demokrat mengatakan selalu membuka pintu kepada partai mana pun yang ingin ikut bergabung.
Selain itu, SBY juga sebelumnya sudah menyatakan koalisi akan dibangun berdasarkan platform, bukan ideologi partai. Dan, partai-partai itu pun sudah menyepakati dan sering kali menyatakan niatnya berkoalisi dengan SBY bukan semata-mata untuk ikut bagi-bagi kursi kekuasaan tapi demi kemaslahatan bangsa.
Tapi, ya, itulah proses dinamika politik, yang bisa kita jadikan sebagai pembelajaran politik, untuk meningkatkan kedewasaan politik ke depan. Berbeda pendapat tentulah sebuah keniscayaan dalam berdemokrasi. Tetapi hendaklah dalam tataran prinsip, jati diri dan komitmen partai, tidak sekadar karena sebuah kehormatan berkomunikasi atau kepentingan pribadi dan golongan yang sempit. (red/BeritaIndonesia)
Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 67
Dari Redaksi
- Dari Redaksi – Hal. 4
Visi Berita
- Riuhnya Koalisi – Hal. 5
Surat Pembaca
- Surat Pembaca – Hal. 6
Berita Terdepan
- Nelayan yang Terlupakan – Hal. 8
Highlight/Karikatur Berita
- Highlight/Karikatur Berita – Hal. 9
Berita Utama
- Riak Dinamika Koalisi – Hal. 12
- JK-Wiranto Lebih Cepat – Hal. 16
- SBY-Boediono, Tegakkan Presidensial – Hal. 18
- Mega-Pro Rakyat, Paling Alot – Hal. 22
- Capres Saling Sindir – Hal. 25
- Pertarungan Dimulai, Siapa Pemenang? – Hal. 26
Berita Tokoh
- Susilo Bambang Yudhoyono: Tokoh Dunia Berpengaruh 2009 Versi TIME – Hal. 29
- Jimly Asshiddiqie: Green Constitution dan KNPLH – Hal. 29
- Darmin Nasution: Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia – Hal. 29
Berita Hukum
- Di Antara Bumbu, Fakta dan Konspirasi – Hal. 30
Lentera
Berita Khas
- Cerita Kehidupan di Terminal – Hal. 42
Berita Politik
- Virus Koalisi yang Menceraiberaikan – Hal. 44
- Perempuan Melenggang ke Senayan – Hal. 46
- Inggrid Kansil: Demi Kemajuan Perempuan – Hal. 46
- Rieke Diah Pitaloka: Siap Perjuangkan Buruh – Hal. 46
- Nurul Arifin: Berharap Masuk Komisi II – Hal. 47
- Halida Hatta: Mau Selesaikan PR Pemerintah – Hal. 47
- Venna Melinda: Ingin Membuktikan Diri – Hal. 48
Berita Ekonomi
- Pandangan Miring Soal ADB – Hal. 49
- Strategi Capres Untuk Ekonomi Rakyat – Hal. 50
Berita Kesehatan
- Berawal dari Sakit Tenggorokan – Hal. 52
Berita Daerah
- Misteri Pemadaman Listrik – Hal. 54
Berita Mancanegara
- Kalau Jutawan Jadi Presiden – Hal. 55
Berita Iptek
- Komputer Irit Segalanya – Hal. 57
- Domain SBY-Boediono Dilelang Rp 300 Juta – Hal. 58
Berita Lingkungan
- Bogor Kota Petir – Hal. 59
Berita Publik
- Perkeretaapian di Palembang – Hal. 61
- Menjaga Kedaulatan Indonesia – Hal. 62
Berita Hiburan
- Korban Pertama Cakar Wolverine – Hal. 63
- Asyik Belajar Bahasa Inggris – Hal. 64
Berita Buku
- Menakar Lennon dan Gates – Hal. 65
- Kejernihan Malcolm Gladwell – Hal. 65