
VISI BERITA (Noda Reformasi TNI, 5 Juli 2007) – Tragedi tewasnya empat warga dan tujuh luka-luka akibat tertembak pasukan marinir yang tengah mengamankan lahan sengketa di Desa Alas Tlogo, Kecamatan Lekok, Pasuruan, Jawa Timur, pada 30 Mei 2007 lalu, telah mengundang duka dan keprihatinan yang mendalam. Tragedi ini juga mengundang pertanyaan: Jika Tentara Nasional Indonesia (TNI) menembak rakyat, bukankah itu berarti reformasi TNI telah kembali ke titik nol? Setidaknya telah ternoda!
Baca Online: Majalah Berita Indonesia Edisi 41 | Basic HTML
Latar belakang tragedi ini adalah kasus perebutan hak atas tanah di kawasan Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) TNI Angkatan Laut di Grati, Pasuruan, yang sudah berlangsung sejak lama (1961). Secara hukum (bukti sertifikat), tanah seluas 3.569 hektar itu adalah milik TNI Angkatan Laut. Walaupun sebagian rakyat setempat tidak merasa pernah menjual atau menyerahkannya. Lalu karena sebagian tanah (seluas 530 hektar yang menjadi objek sengketa) itu tidak terurus, warga menempatinya dan kini dihuni sekitar 36 ribu jiwa dengan 5.702 rumah.
Kemudian, ketika TNI AL hendak memanfaatkan lahan itu, warga protes dan melayangkan gugatan ke pengadilan negeri setempat (1999) dengan menunjukkan bukti kepemilikan tanah Letter C dan Patok D. Sekalipun gugatan tersebut ditolak pengadilan, warga tetap bertahan menguasai lahan itu. Pada 22 Maret 2007, atas mediasi Pemda setempat, TNI AL menawarkan relokasi bagi warga dengan menyediakan 500 meter persegi per kepala keluarga. Tapi sebelum rencana relokasi itu terwujud, tragedi berdarah itu terjadi.
Sengketa tanah telah menjadi sumber tragedi! Kasus ini bukan satu-satunya di negeri ini. Bahkan Kepala Badan Pertanahan Nasional Joyo Winoto mengakui ada sebanyak 2.810 sengketa tanah. Suatu bukti masih amburadulnya administrasi dan hukum keagrariaan di negeri ini. Secara khusus, keamburadulan pelaksanaan UU Agraria tersebut, sebagian melingkupi tanah yang dimiliki (dikuasai) TNI, bersengketa dengan rakyat.
Persengketaan tanah antara TNI dengan rakyat itu telah berimplikasi buruk: (1) TNI berhadapan (bermusuhan) dengan rakyat; (2) TNI yang terlatih bersenjata berusaha sendiri mempertahankan tanahnya; (3) Rakyat yang merasa tertindas mempertahankan haknya dengan nekat.
Dalam kondisi ini, TNI yang telah berusaha mereposisi diri (Paradigma Baru Peran TNI 5 Oktober 1999 dan 5 Oktober 2001) atas tuntutan reformasi yang bergerak sejak 1998, menjadi terjerembab bahkan nyaris kembali ke titik nol. Reformasi yang ingin memastikan terbentuknya militer profesional sebagaimana kemudian ditetapkan dalam UU No 34/2004 Tentang TNI, menjadi ternoda. UU TNI ini mengamanatkan lahirnya tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
Di tengah proses upaya mewujudkan militer profesional itu, yang tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan, sengketa tanah telah menjadi salah satu pemicu rakyat melawan tentara dan tentara menembak rakyat.
Selain berpangkal dari proses dan penegakan hukum agraria yang belum berjalan dengan baik dan adil, faktor perilaku militer paradigma lama masih juga melekat dalam diri sebagian besar aparat militer. Marinir mengawal (mengamankan) sendiri mitra bisnisnya PT Rajawali Nusantara menggarap tanah yang seharusnya itu menjadi tugas Kepolisian RI yang sudah dipisahkan dari TNI. Ada perbedaan hakiki antara tentara dan polisi. Tentara dilatih membunuh musuh, polisi dilatih melumpuhkan, tidak membunuh.
Tentu, kesalahan tidak hanya terpikul di pundak tentara. Rakyat (massa) juga seringkali bertindak main hakim sendiri, termasuk melawan tentara. Belum lagi otoritas politik sipil gagal memerankan perannya dengan baik sesuai UUD 1945 (Amandemen) yang menegaskan fungsi pertahanan TNI di bawah kontrol otoritas politik sipil. Di antaranya, otoritas politik sipil belum bisa memisahkan antara kebutuhan mereformasi TNI dan kebutuhan pemerintah memperoleh dukungan TNI pada setiap kebijakan strategis tertentu.
Hal ini berdampak buruk terhadap upaya mereformasi TNI. Di antaranya terkait penegakan hukum (rule of law). Otoritas politik sipil masih gagal mengubah pengaruh dominan tentara sebagaimana di masa lalu pada setiap proses hukum yang melibatkan aparatnya. Kegagalan ini menempatkan TNI belum menjadi institusi yang tunduk pada hukum, sehingga melahirkan ketidaksamaan di muka hukum (inequality before the law) antara personil TNI dan warga sipil.
Maka, semua pihak perlu memetik pelajaran dari tragedi berdarah di Pasuruan itu agar kejadian serupa jangan terulang kembali. Dalam hal ini, hukum agraria harus ditegakkan secara benar dan adil, termasuk perlu lebih disegerakan perihal land reform. Di samping itu, semua pihak perlu lebih memaknai esensi dari reformasi TNI yang menempatkan peran dan kewenangan TNI sesuai dengan kaidah hukum dan demokrasi. Dalam kaitan ini, reformasi TNI harus lebih diartikan bahwa pengerahan dan penggunaan TNI harus mengikuti prosedur, transparan dan senantiasa dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat melalui prosedur konstitusional.
Pihak TNI sendiri perlu lebih mengimplementasikan esensi reformasi TNI, yang oleh TNI sendiri telah merumuskannya (1999 dan 2001) serta ditegaskan dalam UU TNI dan Amandemen UUD 1945. TNI juga harus menghindari praktek impunity dengan mempertahankan aparatnya yang melanggar hukum. (red/BeritaIndonesia)
Daftar Isi Majalah Berita Indonesia Edisi 41
Dari Redaksi
- Dari Redaksi – Hal. 4
Surat Komentar
- Surat Komentar – Hal. 5
Highlight/Karikatur Berita
- Highlight/Karikatur Berita – Hal. 7
Berita Terdepan
- Orang yang Paling Dicari – Hal. 12
Visi Berita
- Noda Reformasi TNI – Hal. 13
Berita Utama
- Reformasi TNI Nyaris ke Titik Nol – Hal. 14
- Sengketa Tanah Pangkal Masalah – Hal. 18
- Doktrin Baru TNI, Tri Dharma Eka Karma – Hal. 20
- Lamban Mereformasi Diri – Hal. 22
- Reformasi Internal TNI – Hal. 23
- Bisnis Versus Kesejahteraan – Hal. 24
- Danpuspomad Mayjen TNI Drs Hendardji Supandji, SH: TNI Jangan Dipojokkan – Hal. 26
- Yang Lama dan Baru Doktrin TNI – Hal. 29
Berita Khas
- Anomali Dunia Pendidikan dalam UN – Hal. 30
Berita Nasional
- IPDN Menunggu Vonis – Hal. 32
Berita Metropolitan
- Rumah Mewah Tanpa Toilet – Hal. 33
Lentera
- PKBM Cibanoang: Model Pusat Pendidikan Masyarakat Se-Asia Pasifik – Hal. 34
- Syaykh Al-Zaytun AS Panji Gumilang, Bangga Ditakdirkan Menjadi Pendidik – Hal. 37
- Camat Gantar Wasga Cipto Wibowo, Pemimpin Mutiara Pendidikan Desa – Hal. 40
- Al-Zaytun Simbol Perdamaian – Hal. 42
Berita Ekonomi
- Bank Century Ekspansi Kredit – Hal. 45
Berita Daerah
- Menebang di Hutan Terlarang – Hal. 46
- Menyoal Korupsi di DPRD Malinau – Hal. 47
- Tokoh Visioner Pimpin DPRD Purwakarta – Hal. 47
- Kita Ingin Kejujuran – Hal. 48
- Wakil Dubes Selandia Baru Tertarik Otda – Hal. 50
Berita Politik
- Pimpinan DPR pun Berseteru – Hal. 51
Berita Tokoh
- Johny Swandi Sjam – Hal. 52
- Dradjad H. Wibowo – Hal. 52
Berita Mancanegara
- Irak yang Lain – Hal. 53
Berita Hukum
- Berakhirnya Tim Pemburu Pencoleng – Hal. 54
- Menyoal Vonis Bebas – Hal. 54
- Masalah Dua Tanker Raksasa – Hal. 55
- Pasar Cengkeh yang Diperkarakan – Hal. 55
Berita IPTEK
- Login Tanpa Registrasi – Hal. 56
Berita Budaya
- Mahakarya Padma Batu – Hal. 57
Berita Publik
- Merebut Peluang Menuju Kemajuan – Hal. 58
Berita Lingkungan
- Pemanasan Global Tanggung Jawab Siapa? – Hal. 60
Berita Hiburan
- The Simpsons Tak Pernah Habis – Hal. 62
Lintas Tajuk
- Harapan pada Pakjun – Hal. 64
Berita Perempuan
- Irene Kharisma Sukandar – Hal. 65
Berita Olahraga
- Indonesia Harus Bekerja Lebih Keras – Hal. 66
- Larangan FIFA Dimentahkan Morales – Hal. 66